Jalan trans sunyi

120 7 0
                                    

Diperjalanan, aku menyetir mobil, Sukro duduk disampingku, dan dua orang pengawal Belanda muda ikut serta dibelakang.
Mereka tidak membawa senjata api kecuali bayonet.

Sukro benar, jalannya baru dan mulus, nyaris tidak ada belokan hanya jalan lurus yang bebas meskipun ramping. Aku sudah melewati banyak semak-belukar dan pohon-pohon tropis serta ujung-ujung pohon kelapa yang menyembul dikejauhan.

Sampai akhirnya bentangan sawah terlihat, siluet gunung yang tertutup kabut kelabu muda. dan gundukan dikiri-kanan bekas jalan ini digali sewaktu baru dibangun. Aku memperhatikan lingkungan sekitar yang kulewati, membuatku berpikir: Kenapa jalan ini sunyi sekali? Kenapa tadi deretan rumah-rumah yang kulewati sepertinya tak berpenghuni? aku melihat sawahnya, tapi tak ada petani, kenapa sawah ini kelihatannya kurang dari setahun tidak diurus dan kesannya baru diabaikan? seperti terakhir dibajak tahun lalu--saat pandanganku kembali lurus, aku memikirkan jalan ini. Membuatnya butuh biaya tiga kali lipat pada tanah gambut lembek macam ini...
Atau pertanyaan yang lebih ingin kutanyakan, "Dimana orang-orang?"

Seperti sudah membaca pikiranku, Sukro yang tadinya tak terlalu memperhatikan diriku sesekali menoleh. Dia membuka pembicaraan sok ceria, "Ahaha, pemandangan disini memang indah Mrs.Kethlen. Udaranya masih seger-seger."

"Iya," aku mengiyakan tanpa ketertarikan.

"Rumah-rumah pemukiman sekitar sini, memang banyak yang kosong. Mereka semua dipindahkan ke sektor lain, jadi lurah-lurah disini senang hati memindah warganya ketempat yang mereka bisa ada kerjaan." katanya menjelaskan.

Sambil fokus memegang setir mobil, aku berkata, "Bagaimana dengan sawah-sawah ini?"

"Eheh, gubernur kita punya rencana untuk itu."

"Rencana?"

"Ya, percaya saya, Gubernur itu hebat, Bupatinya juga baik... Rajin juga."

Sulit menahan diri untuk tidak banyak tanya, aku memang sangat opurtunis dalam segala hal. "Tuan Sukro, ini sangat menarik perhatian saya. Untuk membuat jalan ini, tanah gambut ini harus dikeruk habis sampai habis, lalu diinstall batu, pasir, dan tanah baru. Pastinya proyek ini sangat berat dan mahal, pasti sangat banyak pekerja yang dibutuhkan untuk memangkas tanaman-tanaman belukar dan menggali tanahnya, belum lagi mengangkut bebatuannya dan materialnya kesini. Saya kira pasti biayanya sangat besar untuk mengganti upah mereka karena harus sampai mengabaikan lahan pertanian."

"Proyek besar ini didanai koperasi juga Mam, biar tidak ketergantungan ekspor dengan Belanda saja, jadi kita punya kumpulan pengusaha swasta yang tidak dimonopoli."

Ada benarnya juga sih, siapa yang mau beli hasil tambang dari sini kalau bukan di ekspor? sementara masyarakatnya sangat agraris. Industri disini juga jauh tidak maju dibanding Java saja--tak heran Kethlen mau repot-repot menjual pada Roxette and co.

The Ersatz Perished (kematian palsu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang