Pulus Menarik Becak & Padepokan Mbah Bumi Bajeng

82 2 0
                                    

Aku butuh informan...

Tak aman bagiku untuk berada keluyuran disini lama-lama tanpa ditemani seseorang.

Borneo berbatasan langsung dengan koloni Inggris di daerah Serawak. Kalau aku bertanya lebih lanjut dengan Gubernur itu aku bisa dikira agen ganda... dan hukumannya adalah digantung di alun-alun.
Setidaknya aku memberi informasi tentang Robert William.

Jadi, aku memutuskan akan berkonsultasi dengan informan.

Aku berada disebuah warung beratap anyaman rumput, sambil minum teh berhadapan dengan tukang becak yang sering aku lihat mangkal didepan Wisma tempat aku menginap. Aku tak sengaja memperhatikan kalau dia bisa bicara bahasa Inggris.

"Aku butuh informan." kataku.

Dia lalu berkata, "Aku tahu harus membawa Missy kemana, tapi... pulus nya..."

Aku mengibaskan tangan, "Tenang nanti aku bayar, cek nya pasti bisa dicairkan di koperasi."

"Baik, baik! ikut saya naik becak."

Aku tak bisa melihat apa-apa dibalik kain yang terulur seperti kelambu disekelilingku selain kerikil dibawah kakiku yang kulewati. Karena aku tak suka panasnya hamparan matahari tukang becak itu membentangkan kainnya. Jadi aku tidur saja dikursi becak, tanpa melihat jalan dan pemandangan yang kulewati.

Akhirnya aku merasakan roda Becak ini melambat, tukang becak turun dari dudukannya dan menggiring becak ini dengan tangan lalu membelokannya disuatu naungan pohon.
Aku mendengar suara-suara orang seperti ributnya suara di pasar tradisional.

Cepat-cepat kusingkap kain dan menyembulkan kepala. Aku berada didepan tempat seperti padepokan. Ada banyak sekali orang yang duduk berjejalan didepan terasnya bahkan sampai membentang ke tanah dipinggiran jalan.

Mereka sepertinya antri untuk masuk ke pondok itu, ada ibu-ibu yang sedang menggendong anak, wanita hamil, orang tua membawa bakul, petani, anak-anak, pemuda, dan berbagai wajah-wajah merakyat.

"Tempat apa ini?" tanyaku pada tukang becak.

"Padepokan Mbah Bumi Bajeng."

"Who the hell is Bumi Bajeng?" tanyaku sambil menggesek lumpur di bawah sepatuku ke roda becak.

"Beliau itu dukun paling ampuh sekitar sini, bisa minta air penyembuh sakit, sesajen, jamu buat wanita hamil, dan jimat buat dagangan laris atau kajian pengasihan."

"Jadi apa gunanya untukku?" aku mulai merasa ada yang salah.

"Yuk, kita antri dulu... kita duduk dikursi sana saja."

Bahkan walau disediakan kursi aku tidak mau antri disana, rasanya agak gengsi. Tempat ini sangat tidak berkelas, aku jadi agak menyesal datang kesini.

"Kau bercanda hah? aku tidak mau antri disana! becek, bau, dan sebagainya."

"Ya sudah, tapi ada pulus nya lagi."

"CK, aku bayar!"

The Ersatz Perished (kematian palsu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang