Rumah Scheilg di Desa Winnington

87 5 4
                                    

Aku memacu kuda dengan dengan lunglai karena frustasi, aku berada di daerah pedesaan Winnington di pinggiran wilayah salah satu sektor London. Jauh dari Richmon, tapi suasana disini sudah berbeda.

Ketika matahari terbenam, dan sorot kuning memancar disetiap atap rumah dan kelopak-kelopak bunga-bunga dipinggir jalan maupun di atas rangkaian pot warga, suasana selalu muram dan sunyi...
itu dikarenakan di jam seperti ini orang-orang berada dalam rumah untuk mandi ataupun menyiapkan makan malam.

Aku sempat melihat pantulan dijendela salah satu rumah, sebuah keluarga sibuk menyiapkan makan malam.

Kuda pacuanku mengeluarkan suara bunyi gemuruh dari hidungnya, dan aku bergumam sendiri ketelinga hewan itu,
"Kita sampai..."

Lagi-lagi suara gemuruh nafas kuda itu menyahutku.

Aku melihat penampakan gelap seorang pria yang berkerja diladang sambil memegang perkakas, dan wanita bertudung didekatnya yang menjinting sebuah keranjang rotan.
Mereka nampak memperhatikanku.

Dan ketika sosok mereka semakin tergambar jelas dan sosoku juga tergambar jelas, langkah-langkah kecil kuda pacuan gagah itu memelan.

"Apakah ini lahan pertanian Malina Scheilg, benar?" tanyaku dengan lesu tanpa turun dari kuda.

Mereka bertukar pandang sesaat, lalu mengangguk kepadaku...

...

Aku tak banyak bicara... dan aku beruntung mereka tidak banyak tanya.
Meski terkadang si Nyonya Scheilg mencuri lirikan kearahku ketika mengaduk sup di tungku. Aku hanya sedang tak ingin bicara.

Aku duduk di meja dengan kedua pergelangan tangan tergeletak di meja dan memandangi kekosongan alas meja kayu itu. Aku seakan berpikir keras, jadi mungkin kedua pasangan tua ini mungkin tidak berani banyak bicara denganku karena sikapku yang sangat dingin sejak kali pertama datang.

Nyonya Scheilg meletakan mangkuk berisi sup kental yang masih berkukus dimeja didepanku, aku menarik mangkuk itu sedikit, "Terimakasih." Ucapku secara otomatis.

Aku sangat lapar... walau bagaimanapun galaunya perasaanku saat ini aku tetap akan makan serakus babi. Bahkan didepan dua orang asing yang baru kutemui, orang yang akan menjadi orangtua asuh demi keamanan administrasi dan identitas. Well, aku sudah cerita kan? Berbagai manipulasi yang kulakukan, mulai dari memalsukan kematian diri sendiri, memalsukan kematianku sendiri, mencuri identitas Tara, dan mengatur agar Identitas Malina Scheilg yang hilang agar bisa menggantikan Tara-tapi karena Tara mati dan aku tak punya tujuan lagi, aku sendiri yang harus tinggal dikediaman orangtua Malina.

Aku tak kenal Malina: sudah kujelaskan. Ada banyak kasus orang hilang, aku hanya memanfaatkan satu, dan dulu itu aku tak tertarik mengenal lebih lanjut kedua orangtua sebatang kara dan anaknya yang sudah bertahun-tahun hilang ini.

Kami juga tidak banyak basa-basi, setelah kuberitahu namaku pada mereka, mereka langsung mempersilakan ku masuk kerumah dan tentunya mereka sudah tahu kalau suatu saat aku atau Tara akan datang kesini untuk tinggal bersama mereka.

Setelah menyesap kuah terakhir dari mangkuk dan menyeka bibir dengan tangan sampai terbatuk sedikit, Nyonya Scheilg terburu-buru mengambil piring kosongku dan meletakannya di bak cucian.
Aku melihat Tuan Scheilg tua yang mencuci piring malam ini.

Nyonya itu menggandeng tanganku, mengajakku beranjak dari kursi, "Ayo, kuantar kekamar mandi Missy."

"Dimana kamarku?" tanyaku mengabaikan tawaran sopannya.

"Dilantai atas, Mari..."

"Aku ingin kekamarku saja."

Lalu dia mengantarku kekamarku melalui undakan tangga, kamarku tidak buruk.

Cukup sederhana tanpa flapon dan menyatu dengan atap serta jendela bulat kecil menuju ke teras lantai dua yang sebenarnya hanya jejeran genteng yang tidak miring. Tapi masih bisa dianggap teras.

Hanya melihat sekilas, aku yakin ini pasti Kamar Malina. Kamar ini sederhana dengan walpaper pola bunga-bunga mawar, ranjang kayu, lemari, kursi dan meja dengan rak: alat-alat tulis sederhana berserakan diatas meja.

Aku mencoba duduk diatas ranjang, memeluk lututku dan memandang kosong ke jendela kecil.

Aku sangat lelah dan mencoba memejamkan mata, namun ketika akan terlelap suara tawa halus nan lembut Kethlen Wulandari terngiang dikepalaku... larut bersama alam bawah sadar terhanyut dalam tidur panjang.

The Ersatz Perished (kematian palsu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang