[2] This world is full of shit

15.7K 715 10
                                    

BUAGHH

Satu pukulan telak mendarat tepat di pipi laki-laki tersebut. Terlihat sebulir darah kental mengalir keluar dari sudut bibirnya.

"Sekali lagi elo ngomong kayak begitu dihadapan gue, mampus lo."

Alvaro melepaskan cengkramannya dari laki-laki itu. Ia menyeka darah yang tiba-tiba mengalir keluar di hidungnya. Ditatapnya laki-laki di depannya--yang tak lain tak bukan adalah teman sekelasnya sendiri--dengan tatapan berkabut amarah.

Seketika, laki-laki tersebut melenggang pergi ketakutan keluar dari gudang sekolah.

"Shit!" Alvaro menendang kesal bangku rusak di depannya. Ia pun menggamit tas dan jaketnya lalu pergi dari tempat berdebu ini secepatnya.

🍁🍁🍁🍁🍁

BRAKK

Alvaro membanting pintu di depannya dengan kasar. Dilemparkannya tas dan jaket secara frontal ke atas sofa bermotif bola.

"Hufft..."

Alvaro membungkam wajahnya dengan kesal. Hari ini benar-benar menjadi hari paling tersialnya. Sudah terhitung 83 kali dirinya dipanggil ke ruang BK untuk mempertanggung jawabkan segala perbuatan tidak terpujinya, yakni memukuli orang. Namun, Alvaro melakukan hal tersebut bukan tanpa alasan. Ia tak suka bila ada yang mengejek kedua orang tuanya.

Jujur saja, Alvaro merupakan salah satu anak yang kurang beruntung. Disaat umurnya masih 10 tahun, ia sudah ditinggal pergi kedua orang tuanya. Kini, Alvaro harus tinggal bersama 3 pamannya--Adrian, Raka, dan Ferrel--dan bersekolah di sekolah yang sama seperti ibunya dulu, SMA CAKRAWALA.

Hari-hari Alvaro jalani dengan merenung di dalam kamar dan memandangi foto ayah dan bundanya ketika mereka bertiga masih berkumpul bersama-sama dan meributkan tentang jenis kelamin calon adik Alvaro. Namun sayangnya, takdir tak dapat dielakkan. Mobil yang mereka bertiga tumpangi mengalami kecelakaan naas dan jatuh ke dalam jurang. Hanya Alvaro yang masih bertahan hidup. Ici, Arkan, dan calon adiknya sudah tak bisa diselamatkan lagi.

"Makan dulu gih sana" Ferrel tiba-tiba berdiri di samping Alvaro sambil sibuk mengaduk-aduk bubur yang dibawanya. Alvaro yang menyadari hal tersebut segera menggelengkan kepalanya dan memijit pelipisnya bingung.

CKLEK

"Assalamualaikuuum!! Paman Raka pu..... YA AMPUN!!"

Buru-buru Raka berlari kearah Alvaro dan mendonggakkan kepala keponakannya tersebut dengan tergesa-gesa.

"BILANG KE PAMAN SIAPA!! SIAPA ORANGNYA. BIAR PAMAN PATAHIN LEHERNYA SEKA--"

"Orangnya udah di depan paman sekarang" sahut Alvaro dingin dan memilih menatap kosong lantai di bawahnya ketimbang harus bertatapan dengan pamannya yang satu ini.

"A-APA?!" Raka melepaskan tangannya dari wajah Alvaro dengan kaget. Mulutnya menganga cukup lebar hingga 2 burger sanggup untuk dilahapnya. Namun, sesuatu tiba-tiba menghancurkan lamunan Raka tersebut.

"Paman... katanya pulang ngasih Nayra barbie. Sekarang barbie nya mana?" seorang gadis kecil terus saja menarik pinggiran kemeja hitam yang dipakai Raka, ditambah lagi dengan tatapan puppy eyes dan mulut yang cemberut. Seketika, hati Raka luluh dan beralih menggendong si kecil Nayra ke dalam pelukannya.

"Maap ya Nayla, paman lupa bawa balbie nya. Jadi, paman cuman beliin rumah balbie nya doang" ujar Raka sambil berlagak seperti anak kecil. Digamitnya dari balik pintu se-box besar rumah-rumahan barbie yang tingginya hampir melebihi tubuh mungil Nayra.

"Yee!! Makacih ya paman Raka. Muach!" Nayra mencium pipi Raka dengan gemas lalu meminta turun dari gendongnya dan menggeret hadiah dari Raka dengan bersemangat menuju kamarnya.

Sementara itu, Ferrel menatap Raka dengan tatapan super tajam "Lo kalo ngebeliin mainan buat anak gue itu yang berfaedah dikit dong. Beliin lego kek, rubik kek, celemek kek. Biar nanti gedenya tuh anak gak bego-bego amat" ucapnya sambil terus mengaduk bubur untuk Nayra.

"Yah terserah gue dong bang. Gue pamannya. Biarin tuh anak seneng-seneng dulu" tukas Raka balik.

"Ya tapi gak di manja kayak gitu juga. Nayra sekarang udah umur 5 tahun, belum bisa baca. Gue takut anak gue kena disleksia gara-gara elo yang suka ngebeliin maenan yang gak berguna" sahut Ferrel tak kalah bersulut nya.

Disisi lain, Alvaro hanya bisa mendesah pasrah lalu menggamit tas dan jaketnya pergi dari ruang tamu ini sebelum isi otaknya meledak keluar.

"Biarin aja gue nge-manjaain tuh anak. Secara kan, itu hak gue sebagai paman. Lo, bapaknya, gak boleh ngelarang gue" balas Raka mulai menanggalkan kemejanya dan menarik ujung kain di pergelangan tangannya.

Alvaro pun hanya bisa melangkah berat menaiki anak tangga karena lagi-lagi hari ini dirinya menjadi saksi hidup pertengkaran kedua pamannya yang tiap tahun kian bertambah rumit masalahnya.

Sementara itu, tepat di bawah tangga, Adrian diam-diam mendongak mengintip Alvaro yang sudah memasuki kamarnya dengan membanting pintu cukup keras.

Ci... Alvaro butuh kamu sekarang, pinta Adrian dalam hati.

Alvaro ✔ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang