[20] Please Don't Cry

3.1K 212 0
                                    

Davino menutup laptopnya, sejenak dipandanganya kaca hotel yang menampilkan pemandangan langit senja Jakarta. Hanya tersisa sebulan lagi waktunya berada disini.

KRIIING

Ponsel Davino berbunyi. Ternyata panggilan masuk dari Cecil.

"Halo?"

"Halo? Davino?"

"Yeah, whats up honey? Is there something wrong?"

"Kenapa kau lama sekali di Indonesia? Kau bilang hanya 2 bulan saja"

"I don't know honey. Aku masih bimbang buat kerja sama dengan ICO.corp. Mungkin bulan depan aku bakal kembali ke US"

"Kamu itu bisanya cuman janji, janji, dan janji. Kemarin kamu juga janji mau married sama aku, tapi kamu malah ninggalin aku ke Indonesia"

"Iya, iya, kalo aku balik ke US aku janji deh bakal langsung married sama kamu"

"Tau ah, bye!"

Klik~

Panggilan pun terputus secara sepihak. Davino yang mendengarnya hanya bisa menghela napas sambil bertopang dagu bingung. Bagaimana bisa wanita seperti itu masuk kedalam kehidupannya? Sejenak Davino penasaran seperti apa masa lalunya dulu sebelum pindah ke Amerika.

Tok tok~~

Seseorang mengetuk pintu apartemen dari luar. Davino yakin seratus persen itu adalah Alex, asistennya.

"Masuk"

Alex pun membuka pintu tersebut sesaat setelah mendapat ijin dari Davino. Ia masuk sambil menenteng sebuah koper andalan tuannya yang menandakan ada jadwal rapat hari ini. Melihat hal itu, Davino langsung menghela napas berat dan merebahkan dirinya diatas tempat tidur.

"Batalkan rapat hari ini. Saya ingin jalan-jalan"

Ucapan Davino seketika membuat Alex terhenyak "T-Tapi tuan... tujuan anda datang kesini kan untuk rapat, bukan untuk ja--"

"Kalau begitu kamu saja yang rapat sana"

Davino langsung melenggang pergi, meraih jaket diatas kasurnya, lalu berjalan menuju lift sambil sesekali berdecak sebal. Ia sudah capek menjalani rapat yang tak kunjung ada jalan keluarnya. Saham yang diminta ICO.corp terlalu besar, bisa-bisa perusahaan yang selama ini dibangun Davino bakal bangkrut.

TING

Lift terbuka sempurna. Terlihat beberapa pelayan hotel yang sibuk berlalu lalang seketika membungkukkan badan kala melihat Davino melangkah keluar dari lift. Beberapa dari pelayan hotel itu pun ada juga yang mengabadikan wajah tampan Davino lewat kamera ponsel. Tak sedikit pula yang iseng mem-video dan meng-uploadnya di youtube dengan hastagh #cowok tampan viral jaman now

"Tuan, tunggu... anda mau kemana?" pekik Alex yang ternyata menyusul Davino dari belakang.

"Antar saya ke taman. Sekarang" ujar Davino dingin. Alex pun mengangguk menuruti. Dibukanya cepat pintu limosin yang terparkir anteng di depan lobby.

Selama perjalanan menuju taman, Davino hanya diam saja. Pikirannya berkecamuk tak karuan, membayangkan bagaimana nasib perusahaannya nanti kalau dirinya pulang ke US dengan tangan hampa, tak mendapat kontrak kerjasama dengan ICO.corp.

"Arrgh!" Davino memukul kap pintu mobil dengan kesal. Membuat Alex yang sedang menyetir seketika tak fokus. Sesekali Alex memeriksa kondisi tuannya dari kaca kecil diatasnya.

"Tuan benar-benar tidak apa-apa?" tanya Alex takut dan malah dibalas tatapan tajam Davino.

"Fokus saja sama jalan di depanmu itu"

Alex meneguk ludahnya kasar. Entah kenapa tuan Davino tiba-tiba berubah aneh seperti ini. Padahal tadi pagi saat sarapan ia masih baik-baik saja, bahkan sempat memuji pramusaji yang menyiapkan makanan untuknya.

Suasana canggung itu akhirnya mengantarkan Alex dan Davino sampai di tempat tujuannya. Sore ini taman terlihat sepi, mungkin itu karena hari ini bukan hari libur alhasil hanya terlihat para lansia saja di taman tersebut.

Davino segera turun dari mobil dan berlari menuju tempat bermain anak-anak di ujung taman. Tak memperdulikan Alex yang terburu-buru memarkirkan mobil dan menyusul Davino.

Nampak beberapa anak TK tengah bermain dengan asyiknya di taman tersebut. Ya, taman bermain itu selalu dipenuhi anak-anak kecil ketika waktu pulang sekolah. Apalagi di dekat sini, tepat di sebrang taman, terdapat sebuah taman kanak-kanak yang cukup besar. Sejenak Davino teringat pada Nayra. Ia pun langsung mendekati anak-anak yang tengah bermain tersebut, kalau-kalau ada Nayra disana.

Terlihat di bagian ayunan, dua orang anak tengah bertengkar memperebutkan sesuatu.

"Nayra duluan yang megang ayunan ini"

Dan benar, Nayra ada disana.

"Tapi aku yang kesini duluan. Tanya mamaku tuh kalo gk percaya"

Nayra mengerucutkan bibirnya. Matanya mulai berkaca-kaca saat anak laki-laki tersebut mendorong tubuhnya menjauh dari ayunan. Davino yang melihat hal itu segera menghampiri Nayra.

"Nayra kenapa nangis?" tanya Davino sambil berlutut dihadapan Nayra.

Nayra pun tiba-tiba memeluk Davino erat sambil menangis kencang. Reflek Davino mengusap punggung gadis kecil itu dan langsung menggendongnya.

"Huaaaaaaaa.... Irpan jahaaaat... Irpan gak bolehin Nayra main ayunaaan... Hiks.. Irpan bukan temen Nayra lagi"

Anak kecil bernama Irpan tadi tak menggubris tangisan Nayra dan terus fokus bermain dengan ayunannya.

"Cup cup..." Davino mengelus punggung Nayra. Terlihat gadis itu masih menangis sesenggukan di pundak Davino.

"Mau ikut paman beli ice cream?" Davino menawari Nayra, sekedar untuk menenangkan gadis itu dari tangisannya.

Nayra pun mengangguk. Sesaat kemudian berpaling menatap Davino "T-Tapi... udah sore. Nayra gaboleh pulang malem-malem sama ayah. Soalnya babangnya Nayra habis ini njemput Nayra. Nanti Nayra bikin abang dimarahin lagi sama ayah"

"Paman bakal anterin kamu pulang kok. Naik mobil wuushhh" Davino mengusap air mata di pipi Nayra lalu mencubitnya gemas. Alex yang memperhatikan kedua mahkluk itu tengah bercanda ria hanya bisa tersenyum lega.

Syukurlah tuan Davino bisa senyum lagi, batin Alex lega. Ia pun segera menyusul Davino yang mulai melangkah sambil menggendong Nayra menuju mobil.









NB : Mohon maaf atas keterlambatan update 🙏🙏🙏 author mengaku salah dan menyesal. Author bener-bener minta maaf udah nggantungin reader kelamaan.

Alvaro ✔ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang