Jam istirahat pun datang. Setelah sekian lama berperang dengan puluhan soal ulangan fisika yang susahnya kelewat ampun akhirnya murid-murid kelas 11 MIPA 5 dapat bernafas lega. Termasuk Alvaro. Ia hanya tersenyum kecut selagi memandangi mejanya yang penuh dengan coretan angka.
"Bro! Ngantin nggak?!" seseorang menepuk pundak Alvaro dari belakang. Revan rupanya. Selidik punya selidik, Revan ini adalah teman seperjuangan Alvaro dari SMP. Baru-baru ini Revan di skors satu minggu dan hari ini ia diperbolehkan masuk sekolah lagi. Memang sikap dan sifat bocah laki-laki itu tak jauh berbeda dengan Alvaro, hanya saja kedua orang tua Revan sangat kaya dan sering keluar negeri mengurusi bisnis sehingga melupakan anak sulung mereka itu.
"Nggak deh. Makasih. Gue lagi gak mood ngantin" balas Alvaro menolak, lalu melepas tangan Revan dari pundaknya.
"Gue traktrir deh. Gimana?" Revan menaik turunkan alisnya. Ia pun menaiki meja tempat duduk Alvaro dan menatapnya lekat-lekat. Terlihat guratan wajah Alvaro yang sedang bingung, sedih, dan gundah gulana.
"Lo kenapa sih?" tanya Revan akhirnya peka juga "kejedot kusen pintu?"
Mendengar hal itu Alvaro langsung menoleh dan menijitak dahi Revan "otak lu tuh yang kejedot pintu. Masa orang lagi galau gini dibilang kejedot pintu" gerutu Alvaro membuat Revan terkekeh sinis sambil mengusap-usap keningnya.
"Oh... jadi galau nih ceritanya" Revan mengangguk-anggukkan kepalanya selagi menahan tawa "orang jomblo bisa galau juga ternyata"
Alvaro pun langsung menendang kaki meja tersebut hingga bergoyang seketika, membuat Revan kaget dan hampir saja kehilangan keseimbangan.
"Serius nih" rutuk Alvaro lalu berpangku tangan memandangi jendela yang berdebu. Melihat hal itu, Revan jadi ikut-ikutan dan malah terkesan seperti orang blo'on.
"Kemaren ada orang salah nangkep gue. Dikiranya gue adalah orang yang dia cari, soalnya nama gue sama persis sama nama orang yang dia cari. Anehnya, dia bilang sekolahnya juga sama kayak sekolah gue. Kan aneh tuh, namanya sama, sekolahnya sama. Masa gue punya kembaran?" tutur Alvaro lalu menoleh meminta pendapat Revan.
"Ya mana gue tahu. Mungkin tuh orang gila kali pake acara nangkep elo segala" Raven membalas, namun dengan jawaban ala kadarnya "Udahlah gue laper, mau ngantin. Bye"
Revan pun turun dari meja dan berlari tegesa-gesa menuju kantin. Meninggalkan Alvaro yang masih kebingungan dengan sekian banyak misteri di otaknya.
🍁🍁🍁🍁🍁
Keberuntungan bagi Alvaro, jam pelajaran terakhirnya ternyata jamkos, gurunya cuti melahirkan. Tanpa berlama-lama, Alvaro pun memanfaatkan waktunya ini untuk mengusut jati diri seseorang bernama 'Alvaro' yang dibicarakan Pak Felix.
Niatannya sih Alvaro ingin mengajak Revan untuk menuntaskan misteri ini, namun saat ia melihat teman laki-lakinya itu sedang tertidur pulas kekenyangan, Alvaro pun mengurungkan niatnya dan memilih mencari kebenaran itu sendiri.
Kini, Alvaro pun sudah berada di depan ruang BK. Ruangan itu terlihat sepi karena belakangan ini dirinya tak berkelahi lagi. Alvaro sudah insaf.
Tanpa rasa takut, Alvaro membuka pintu BK dan mendapati ruangan tersebut kosong, hanya ada seorang gadis tengah sibuk membaca buku disana. Lagi-lagi dia, Flora.
"Eherm!" Alvaro terbatuk selagi menutup pintu BK. Flora pun menoleh dan menatap Alvaro datar, seakan-akan mereka telah bosan dengan pertemuan ini.
"Dimana Bu Fenny?" tanya Alvaro, kedua alisnya naik turun selagi menatap Flora yang berpaling lagi pada buku novel Rick Riordiannya.
"Lagi rapat. Habis ini juga selesai" gadis itu pun tiba-tiba menutup bukunya dan menatap Alvaro tajam "Mau ngapain?"
"Gak ngapa-ngapain" balas Alvaro sambil mengendikkan bahu "Gue cuman mau minjem buku tahunan"
Flora pun akhirnya bangkit dan berjalan mendekati laki-laki itu.
"Katanya gak ngapa-ngapain, tapi bilangnya mau minjem buku"
Alvaro seketika kicep. Ia tak mampu bersuara, bahkan untuk menatap Flora saja matanya sudah terasa seperti kelilipan.
"Kebanyakan bacot nih anak. Cepet, ambilin gue bukunya" titah Alvaro tak mau kalah. Mau ditaruh dimana muka Alvaro nanti saat mengetahui dirinya kalah omongan sama anak perempuan.
Disisi lain, Flora hanya bisa mendesah. Kalau saja Bu Fenny tak menitipkan ruangan BK ini kepadanya, mungkin ia tak akan sudi meladeni Alvaro.
"Tuh, bukunya disana tuh" Flora menunjuk sebuah etalase besar di belakang ruangan. Terdapat jejeran rapi buku-buku tebal seukuran buku kasbon disana.
Tak mengindahkan omongan Flora, Alvaro justru malah merebahkan dirinya diatas sofa tempat duduk Bu Nelly.
"Ambilin"
"Males"
"Ambilin"
"Nggak mau"
"Ambilin atau gue cium lo"
Seketika Flora berbalik badan dan berjalan menuju etalase tersebut. Sempat Flora membatin dan memaki-maki nama Alvaro. Bisa-bisanya laki-laki itu mengancamnya untuk berbuat yang tidak-tidak.
Dasar mesum, batin Flora selagi menurunkan 5 tumpuk buku tahunan tebal ke pelukannya. Ia pun kembali ke tempat dimana Alvaro malah tidur-tiduran diatas sofa.
BRUGH
Sengaja Flora menaruh buku tersebut dengan keras dihadapan Alvaro. Kontan Alvaro terjingkat kaget dan hampir jatuh dari sofa.
Sambil sesekali memandang wajah emosi Flora, Alvaro membuka satu persatu buku tahunan tersebut. Dimulai dari tahun 95 hingga 2001. Namun, nama 'Alvaro' didalam buku-buku tersebut ternyata sangatlah banyak. Mulai dari Alvaro Reynand, Alvaro Key, hingga Alvaro Rudianto. Masalahnya sekarang ini adalah ia lupa menanyakan lebih lanjut pada Bapak Felix tentang nama lengkap tuan muda yang amat dicarinya.
"Lo nyari siapa sih?" tanya Flora pada akhirnya. Ia tak tahan melihat muka kebingungan Alvaro yang sudah seperti anak ayam kehilangan induknya.
Alvaro menutup buku yang dipegangnya. Tangannya bersedekap dan kini ia menatap Flora yang juga sedang menatapnya. Sejenak Alvaro tersenyum sinis lalu berpaling kearah lain.
"Gak nyari siapa-siapa" jawab Alvaro kemudian bangkit berdiri "Makasih atas bantuannya" ia pun langsung pergi begitu saja dari ruangan dan meninggalkan tumpukan buku yang berserakan di meja kerja Bu Fenny.
Melihat hal tersebut, Flora seketika geram dan tak sengaja menendang meja di depannya. Buku-buku tersebut pun jatuh dan saling tumpang tindih satu sama lain. Kini tatapan Flora tertuju pada sebuah foto di buku tersebut, sebuah foto yang tak asing lagi baginya. Tertera deretan nama dibawah foto tersebut yang mengejutkan Flora.
Alvaro Fernandes
"Lho? Kak Alvaro dulu sekolah sini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvaro ✔ [COMPLETED]
JugendliteraturSejak kematian orang tuanya, hidup Alvaro berubah drastis. Tekanan demi tekanan terus ia dapatkan selama hidup serumah dengan ketiga pamannya (Adrian, Raka, Ferrel). Hingga terpaksa membuatnya menjadi bad boy. Lambat laun keanehan mulai muncul di ke...