"Emangnya kita mau kemana sih tan?"
Alvaro bertanya ketika dirinya menyadari mobil Cecil terus melaju menuju jalanan pedesaan yang terlihat sepi dan terpencil. Tak ada kendaraan yang berlalu-lalang selain mobil yang mereka tumpangi.
"Diamlah.. aku sedang fokus menyetir" jawab Cecil tak memandang Alvaro sekalipun. Membuat Alvaro langsung berpaling jengah dan memilih menatap pemandangan disampingnya.
Tak lama mobil mereka pun memasuki area pemakaman. Cukup sepi dan hening, hanya terlihat burung-burung gagak yang berterbangan diatas batu nisan tua. Alvaro yang mulai merasakan hawa tidak enak seketika bergidik ngeri.
"K-Kita ngapain kesini tan?"
Tak menjawab pertanyaan dari Alvaro, Cecil langsung turun dari mobil dan menggamit lengan Alvaro kasar.
Cecil menarik Alvaro melewati makam-makam disekitarnya. Hingga sampailah mereka pada sebuah makam dengan batu nisan yang sedikit berlumut. Cecil segera menyuruh Alvaro untuk berjongkok.
Penasaran, Alvaro pun membersihkan batu nisan itu menggunakan pinggiran lengan baju nya. Terlihat sebuah goresan nama mulai nampak di batu nisan itu. Sejenak Alvaro memicingkan kedua matanya bingung.
"Rey?" Alvaro mendongak menatap Cecil, "Siapa Rey?"
"Dia.. kakakku" sejenak Cecil menatap bongkahan batu nisan itu dengan tatapan kesedihan, "Dan kau tahu kenapa dia bisa berakhir di tempat ini?"
Alvaro menggeleng. Cecil mulai berpura-pura mengusap air mata palsunya.
"Ini karena pamanmu. Ketiga bajingan itu telah membunuh Rey" ujar Cecil sambil sesekali melirik Alvaro.
Alvaro mengerutkan alisnya tak percaya, "Benarkah? Tapi kenapa paman-pamanku tidak dipenjara karena kasus pembunuhan?"
Cecil terlihat mulai menahan emosinya. Andai saja bukan karena balas dendam kakaknya, mungkin Cecil sudah membunuh Alvaro sekarang.
"Kau sama saja ternyata seperti pamanmu!" Cecil mulai meninggikan suaranya, "Kejam! Tidak punya hati! Bahkan seolah tidak merasa bersalah sedikitpun setelah membunuh orang!"
Sejenak Cecil mendesah berat, "Dasar... ketiga bajingan licik itu memang tidak belajar dari kesalahannya. Tak puas membunuh Rey, mereka pun berganti membunuh Ici adiknya sendiri. Memang benar... kekuasaan akan membuat seseorang menjadi buta"
"A-Apa maksudmu? Pamanku membunuh Ici, ibuku sendiri?" tanya Alvaro, suaranya mulai bergetar dan wajahnya terkejut tak percaya.
Cecil mulai tersenyum sinis. Sepertinya Alvaro sudah masuk ke perangkapnya. Tidak sia-sia Cecil mengarang semua cerita ini.
"Jika aku jadi kau, aku pasti akan berpikir bagaimana mungkin seorang kakak tiri tidak akan iri melihat adik tirinya yang mendapatkan seluruh kekuasaan yang ia mau. Apalagi ayahmu Arkan adalah anak dari seorang duta besar tersohor yang memiliki beberapa saham di perusahaan-perusahaan ternama"
Terlihat Alvaro yang mulai berkaca-kaca mendengar penjelasan dari Cecil. "Jadi maksudmu... paman-pamanku tega membunuh ibu dan ayahku demi mendapatkan kekuasaan?"
Cecil pun mengangguk. Membuat Alvaro seketika mengepalkan tangannya kesal. Bisa-bisanya paman Adrian, Raka, dan Ferrel melakukan hal sekeji itu pada orang tuanya, hanya demi mendapatkan kekuasaan.
"Dan juga... alasan Adrian, Raka, Ferrel membunuh Ici adalah karena Ici hamil duluan sebelum menikah. Mereka bertiga sebenarnya terpaksa menikahkan Arkan dan Ici, tapi mau bagaimana lagi... Ici terlanjur sudah mengandungmu"
Cecil mulai menatap bengis Alvaro yang terlihat menunduk meratapi kesedihan
"Dengan kata lain..." Cecil melanjutkan kalimatnya, "Kau adalah anak haram, anak diluar nikah"
Deg
Seketika jantung Alvaro serasa seperti ditikam puluhan pisau. Sekujur tubuhnya bergetar, tak kuasa menerima kenyataan ini. Kenyataan bahwa dirinya adalah anak haram. Anak diluar nikah. Anak yang tidak diharapkan. Pantas saja ketiga pamannya selalu memperlakukan dirinya semena-mena, seperti orang asing yang sangat dibenci.
Sementara itu, Cecil terlihat tersenyum puas. Alvaro benar-benar telah masuk ke perangkapnya.
Maafkan aku Ci... tapi anakmu benar-benar terlalu bodoh untuk kuhasut, batin Cecil tertawa bengis dalam hati.
"Oleh karena itu, alasan sebenarnya Ici dan Arkan mati adalah bukan karena kecelakaan lalu lintas tapi karena ketiga pamanmu yang membuat mereka seolah mati kecelakaan. Karena apa? Karena mereka bertiga tidak ingin ada rumor jelek di keluarga mereka karena lahirnya anak haram Ici dan Arkan. Dan anak haram itu adalah kamu Alvaro, yang mereka bertiga berusaha singkiran dari dunia ini"
Seketika lutut Alvaro lemas mendengar ucapan Cecil barusan. Tak terasa sebulir bening air mata menetes di pipinya.
"Nggak... nggak mungkin. Pamanku nggak mungkin ngelakuin hal sekeji itu" ujar Alvaro sambil menggeleng tak percaya. Perasaannya bercampur aduk saat ini, antara sedih, kesal, dan emosi.
Cecil mulai berjalan mendekat kearah Alvaro, berbisik tepat di telinganya.
"Atas semua penderitaan yang telah mereka bertiga lakukan padamu... Atas semua rasa sakit kematian yang harus orang tuamu rasakan... Apa kau yakin mereka masih menyayangimu?"
Ucapan Cecil barusan benar-benar membuat iblis dalam diri Alvaro terbangun. Lelaki itu terlihat mengepalkan kedua tangannya. Tatapannya berkobar api amarah dan dendam.
"Akan kubuat mereka bertiga membayar semua ini..." desis Alvaro penuh balas dendam atas semua penderitaan yang selama ini ia dapatkan semenjak hidup bersama Adrian, Raka, dan Ferrel.
Cecil yang melihat rencananya berhasil segera tersenyum puas dalam hati. Kini Alvaro telah menjadi bonekanya, tak perlu lagi ia susah-susah membalaskan dendamnya pada Adrian, Raka, dan Ferrel. Biar Alvaro sendiri yang melakukan hal tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvaro ✔ [COMPLETED]
Teen FictionSejak kematian orang tuanya, hidup Alvaro berubah drastis. Tekanan demi tekanan terus ia dapatkan selama hidup serumah dengan ketiga pamannya (Adrian, Raka, Ferrel). Hingga terpaksa membuatnya menjadi bad boy. Lambat laun keanehan mulai muncul di ke...