Davino melangkah perlahan memasuki ruangan rapat. Entah apa yang sedang ia pikirkan, namun lagi-lagi Davino tak menggubris beberapa telapak tangan yang hendak menjabatnya. Bukan maksud untuk menyombong, tapi Davino pernah mengalami pengalaman buruk mengenai hal itu. Salah satunya seperti, seseorang yang mencoba untuk membunuh Davino karena kalah bersaing dalam hal investasi saham. Untung saja waktu itu Davino masih bisa terselamatkan dan cepat-cepat dilarikan ke rumah sakit akibat sengatan listrik yang langsung menyerang tepat kearah jantungnya.
"Hah... Tuan Davino, selamat datang. Tepat waktu seperti biasa ya tuan?" seseorang tersenyum dan memandang skeptis Davino yang tengah berdiri terpatung kaku memandang pria tua itu.
"Maaf... tadi saya ada urusan sebentar" kilah Davino lalu menghambur duduk dengan anggun ke atas kursi tepat di depan pria tua itu.
"Haha... santai saja" pria itu terkekeh kecil "Kau tak perlu gugup seperti itu. Saya bukan guru matematika yang siap menghajarmu"
Davino tak memberi respon apa-apa. Dia hanya menatap mata berkeriput itu dengan tatapan harap-harap maklum. Tujuannya kesini adalah bekerja sama dengan perusahaan ICO.corp, bukan malah curhat dari hati ke hati seperti ini.
"Langsung ke inti nya saja. Saya tidak suka orang yang basa-basi" ujar Davino to the point, membuat beberapa klien yang kebetulan berkesempatan untuk rapat disini kontan membelalakkan mata tak percaya. Bukan tidak mungkin, sosok Davino yang mereka kira bakal seramah yang ada di pikiran mereka, seketika sirna kala kata-kata pedas itu menyembur keluar dengan santainya dari mulut Davino
"Baiklah... baiklah..." pria itu mulai membenarkan dasinya dan menatap Davino intens.
"Apa yang harus kita diskusikan kali ini... cucuku?"
🍁🍁🍁🍁🍁
"APA?!"
"Apa nya yang bagaimana?! Paman saat ini lagi sibuk, gak bisa jemput Nayra. Memangnya kamu lagi dimana sampai-sampai nggak bisa jemput Nayra?"
"Um... um... Alvaro lagi ada urusan mendadak di sekolah. Dan nggak tau selesainya sampe jam berapa. Tolong ya paman Raka... sekali ini ajaaa... ya ya ya... plisss..."
"Alvaro ku sayang, paman memang benar-benar nggak bisa saat ini. Pekerjaan paman lagi banyak, dan mungkin paman bakal lembur dua sampai tiga jam. Apa kamu nggak bisa minta ijin sama gurumu?"
"Hh!! ya udah deh paman, Alvaro coba dulu. Kali aja dibolehin"
"Ya udah kalo gitu, paman balik kerja dulu. See you in the home sweet home. Muaaaach"
Klik
Alvaro mengakhiri panggilan pamannya tersebut. Yah... tak biasanya paman Raka menolak tawaran sebagai sopir antar jemput Nayra. Namun, sepertinya laki-laki itu sedang banyak urusan yang harus diselesaikan hari ini.
Alvaro pun membalikkan badannya. Ia menatap tubuh Flora yang masih terkulai lemas tak sadarkan diri diatas ranjang UKS. Setelah kejadian 'tak terduga' di lorong tadi, hati Alvaro menjadi merasa bersalah. Sesekali otaknya tak menyangka bahwa dirinya bakal melakukan hal 'gila' seperti itu.
CKLEK
Pintu UKS terbuka perlahan, Bu Fenny melangkah masuk sembari membawa senampan teh hangat dan beberapa cemilan. Cuaca hari ini terlihat mendung, itu artinya tak sia-sia Bu Fenny membuatkan tiga cangkir teh hangat dan membeli cemilan dari luar sekolah.
Namun, wajah bahagia Bu Fenny seketika sirna saat mata tajamnya menangkap sosok Alvaro yang bahkan tidak menggubris sedikitpun bahwa dirinya telah berjuang mati-matian untuk menjadi guru yang perhatian dan layak dikenal satu sekolahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvaro ✔ [COMPLETED]
JugendliteraturSejak kematian orang tuanya, hidup Alvaro berubah drastis. Tekanan demi tekanan terus ia dapatkan selama hidup serumah dengan ketiga pamannya (Adrian, Raka, Ferrel). Hingga terpaksa membuatnya menjadi bad boy. Lambat laun keanehan mulai muncul di ke...