[14] Lost

3.4K 253 8
                                    

"VAROO!!"

Raka berteriak di sepanjang pencariannya menemukan Alvaro. Setelah pusing tujuh keliling memutari penjuru kota menggunakan mobil sportnya, akhirnya Raka memutuskan untuk berhenti sejenak di minimarket pinggir jalan. Disana ia membeli makanan ringan kesukaannya dan sekaleng kopi rasa vanilla latte. Tengah malam begini enak rasanya kalau ditemani dengan kopi dan snack.

Saat hendak membayar, Raka menyempatkan untuk bertanya keberadaan Alvaro pada penjaga kasir disana. Mungkin saja penjaga kasir tersebut melihat Alvaro di kamera CCTV yang terpasang di luar minimarket. Namun, penjaga kasir tersebut hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum dan sesekali menawarkan pulsa pada Raka.

Dengan wajah kusut dan cemberut, Raka keluar dari minimarket sambil menenteng barang belanjaannya. Sejenak ia menoleh kearah CCTV yang terpasang di sudut minimarket. Aneh rasanya kalau Alvaro tidak mengunjungi minmarket sekalipun untuk membeli minum ataupun makanan ringan.

Tuh anak puasa kali yah?, batin Raka bingung. Secepat kilat ia mengerdikkan bahu lalu membuka pintu mobilnya.

Namun, pandangan Raka terhenti seketika kala melihat seorang pria tua yang kebetulan menyapu tepat di belakang mobilnya. Pria itu terlihat tertatih-tatih sambil terus menggerakkan tangannya yang memegang sapu lidi.

Nih kakek-kakek cucunya gatotkaca kali ya? Tengah malem begini malah nyapu-nyapu. Habis ujan lagi, pikir Raka sedikit iba dan penasaran.

Diberikannya sekantung plastik belanjaannya tadi pada kakek tersebut. Terlihat kakek tersebut sangat terkejut dengan pemberian dari Raka. Tak biasanya ada orang yang mengkhawatirkan dirinya malam-malam suntuk begini.

"Aduh... ndak usah repot-repot le" jawab kakek tersebut dengan logat Jawa. Beliau berniat untuk menolak, namun karena Raka terus memaksa akhirnya hati kakek tersebut pun luluh dan mau menerima pemberian dari Raka.

"Matur suwun nggeh nak. Semoga umurmu tambah panjang dan gampang jodoh" kakek tersebut mendoakan. Raka hanya mengamini dengan tersenyum sambil menuntun kakek tersebut untuk duduk di salah satu bangku kayu.

"Kakek kerja disini?" tanya Raka penasaran.

Kakek tersebut hanya menggeleng lalu menatap Raka dengan senyum keriputnya "Saya cuman buruh becak yang sering mangkal disini. Kebetulan tadi hujan deras, jadi saya berniat membersihkan tempat ini"

Raka hanya mengangguk-angguk paham. Lagi-lagi di dalam pikirannya terlintas nama Alvaro.

"Apa bapak lihat ada anak SMA yang dateng kesini tadi?" tanya Raka. Semoga saja kali ini dirinya mendapat setidaknya sedikit informasi mengenai keberadaan keponakannya.

Terlihat kakek tersebut berpikir keras. Ah! Raka lupa, biasanya orang tua yang sudah sepuh kan pikun, pelupa. Kenapa ia tak menyadari hal ini sedari tadi ya?

"Kalau anak SMA banyak sih yang dateng kesini. Tapi, tadi ada anak SMA yang nekad lari-larian saat hujan deras" Kakek tersebut terdiam sambil memijit pelipisnya "Kalau nggak salah anak itu nyari anak kecil namanya..." kembali kakek itu berpikir.

"Nayra" tebak Raka. Kini keringat dingin sudah membasahi sekujur tubuhnya.

"Ah! Ya! Nayra! Itu namanya" timpal Kakek tersebut membenarkan lalu membuka sekaleng kopi pemberian Raka.

Seketika tubuh Raka bereaksi untuk bangkit berdiri.

"A-Apa... Apa kakek tau dimana anak itu sekarang?" tanya Raka panik. Saat ini seluruh tubuhnya merinding tak karuan.

"Saya lihat dia lari kearah sana" kakek tersebut menunjuk ke suatu arah "Ke taman kota"

"Ah!"

Tubuh Raka segera merespon untuk berlari kearah mobil. Namun, ia segera berbalik arah dan tiba-tiba berlari kearah sang kakek lagi. Raka langsung membungkuk dan mengucapkan terima kasih pada kakek tersebut. Terlihat jelas raut muka kakek tersebut yang sedikit terkejut dan kebingungan.

Tanpa basa-basi, Raka pun langsung masuk kedalam mobil dan menggasnya menuju taman kota seperti yang dikatakan kakek itu.

"Bertahanlah Alvaro"

🍁🍁🍁🍁🍁

Entah sampai kapan Alvaro berjalan di jalan setapak ini. Rasanya, ia sedang tersesat di sebuah tempat yang tak berpenghuni. Alvaro tak tahu mau sampai kapan ia terus-terusan berjalan di jalanan yang becek dan penuh lumpur ini. Apalagi suasana tengah malam yang membuat pandangan Alvaro menjadi terbatas.

Dengan perut keroncongan dan udara yang semakin dingin, Alvaro melewati daerah perkebunan jagung yang sepi dan gelap. Untuk ukuran anak SMA normal, biasanya keadaan mencekam seperti ini membuat mereka ketakutan dan berkhayal akan begal, hantu, dan semacamnya. Namun, yang ada di pikiran Alvaro saat ini malah menu makan malam yang ia lewatkan seperti ayam bakar, sup iga, dan soto ayam buatan paman Ferrel. Hanya memikirkannya saja sudah membuat Alvaro ngiler setengah mati.

Setelah 10 menit berjalan dalam kegelapan, akhirnya pandangan Alvaro menemukan deretan ruko di depannya. Walapun remang-remang, namun cahaya lampu disana seakan menemai Alvaro dalam perjalanannya. Kini, ia tak lagi kesepian.

Hingga, sekumpulan anak ingusan baru gede mendatanginya dari celah gang-gang sempit. Dengan membawa sebilah balok kayu, mereka menghadang jalan Alvaro dan mengintrogasinya.

"Mana uang lo!!" teriak seorang anak berbadan tinggi besar sambil memberikan gestur tangan kepada Alvaro.

Tentu saja Alvaro tak menghiraukanya. Malahan dirinya terkekeh kala mendengar suara cempreng anak tersebut. Alvaro berasumsi bahwa anak-anak ingusan ini seumuran dengan dirinya dan mungkin mereka salah satu komplotan geng bandel di sekolahnya.

"Bos, dia kagak jawab" anak tadi berbisik pada seseorang disampingnya yang kelihatan lebih kecil dan lebih kurus ketimbang anak itu.

Tak lama, salah seorang dari mereka maju dan mencengkeram kerah baju seragam Alvaro.

"Lo gak punya kuping ya?! Sini duitmu!!"

Anak itu mengangkat tubuh Alvaro dan alhasil, kedua wajah mereka pun bertemu. Sangat dekat.

Sambil mengulum mulutnya kesal, Alvaro menatap tajam anak tersebut. Saat ini kesabarannya hampir habis, apalagi perutnya yang keroncongan membuat amarahnya hendak meletup keluar.

Tiba-tiba anak tersebut mendorong tubuh Alvaro jauh. Tatapannya seketika menjadi takut dan ngeri tatkala melihat Alvaro yang dengan kasarnya membuka jaket kulit pemberian Bapak Felix dari tubuhnya.

"L-Lo jangan macem-macem ya sama komplotan gue! Mati lo abis ini!" teriak salah seorang anak sambil mundur ketakutan.

Disamping itu, Alvaro justru malah terkekeh sinis dan memberikan gestur tangannya untuk menantang mereka tanding 1 lawan 1 dengan dirinya.

Tak butuh waktu lama, mereka pun menerima tantangan tersebut dan langsung mengepung Alvaro. Kini, Alvaro berada tepat di tengah-tengah kepungan 10 anak berandalan.

"Berdoalah semoga kalian pulang dengan tubuh yang utuh"

 

Alvaro ✔ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang