Davino menatap rumah berbalut putih di depannya dengan seksama. Rumah itu sama sekali tak berubah sampai sekarang. Rasanya seperti dejavu ke masa-masa saat dirinya masih SMA.
"Ci.. aku kembali" gumam Davino.
Senyuman kecil mulai merekah di bibir laki-laki itu. Tak terasa sudah bertahun-tahun ia tak bertemu dengan wanita itu. Rasa bahagia seakan menyelimuti Davino ketika mengetahui memorinya perlahan kembali. Namun disisi lain, rasa takut juga mulai menyergapi Davino, mengingat sudah sangat lama ia tak bertemu Ici. Davino amat penasaran bagaimana kabar Ici sekarang, apakah cinta pertama nya itu sudah menikah atau bahkan sudah berkeluarga. Jujur saja Davino takkan bisa menerima apabila hal itu benar-benar terjadi, tapi siapa tahu Ici masih menyimpan rasa pada dirinya dan rela menunggunya.
CKLEK
Gerbang rumah itu tiba-tiba terbuka. Sesosok pria keluar sambil menenteng se-plastik besar sampah, diikuti sosok anak kecil yang mengikuti dari belakang.
Pria itu terkejut saat mengetahui Davino berdiri di hadapannya dengan wajah penuh harapan.
"OM GANTENG!!"
Nayra berlari memeluk Davino dan Davino seketika mengangkatnya ke gendongan. Membuat pria di hadapan Davino kontan membelalakkan matanya.
"Siapa kau? Kenapa anakku bisa mengenalmu?" tanya Ferrel heran lalu mengambil alih Nayra dari gendongan Davino.
"Aku Al--Aku Davino"
Hampir saja Davino keceplosan. Belum saatnya memberi tahu Bang Ferrel bahwa ia adalah Alvaro Fernandes. Semua orang sudah tahu bahwa Alvaro Fernandes telah lama mati. Jadi akan sangat menggemparkan dunia apabila Davino mengaku-aku sebagai orang yang sudah dianggap mati.
"Rasanya kau tidak asing..." Ferrel mulai menurunkan Nayra lalu menatap lekat-lekat Davino dari atas sampai bawah "Apakah kau pria berbadan Superman yang sering diceritakan Nayra padaku?"
Davino menepuk dahinya. Bang Ferrel sama sekali tak berubah. Baik kelakuan maupun pemikirannya. Bagaimana bisa dia melupakan wajah nan tampan ini.
"Ah sudahlah... boleh aku masuk?" Davino bertanya namun langkahnya terus masuk kedalam rumah tanpa ijin.
"Nih orang kelakuannya mirip sama seseorang" gumam Ferrel sambil memijit-mijit dagunya, "Kayak si bocah keriting yang suka ngabisin gorengan di rumah gue"
Disisi lain, Davino sudah sampai di ruang tamu. Ia terus berkeliling mengitari ruangan tersebut. Sesekali Davino mengecek setiap foto yang terpampang diatas nakas lemari kaca. Hingga sebuah foto menarik perhatian Davino, ia pun mulai menggamitnya.
"Kenapa kau tidak mau menungguku?"
Terlihat raut sedih menghiasi wajah Davino saat melihat Ici dan Arkan yang berpelukan menggunakan gaun pengantin di foto itu. Rasanya hati Davino tercabik-cabik oleh ratusan belati tajam.
"Bukankah kau seharusnya sudah mati?"
Davino sejenak menoleh menatap pemilik suara itu. Ferrel terlihat melangkah mendekat dan berdiri tepat disamping Davino. Ia pun menggamit foto di tangan Davino lalu menaruhnya kembali diatas nakas, namun kali ini dengan posisi tertutup.
"Mereka berdua sudah--"
BRAK
Belum sempat Ferrel menyelesaikan perkataannya, Adrian melenggang masuk ke dalam rumah dengan wajah merah padam menahan emosi. Diikuti Raka yang berjalan takut-takut dibelakangnya. Langkah Adrian sejenak terhenti kala melihat sosok Davino di hadapannya. Begitu juga Raka.
"Kenapa kau datang ke rumahku lagi? Apakah uang kakekmu yang kaya itu tak cukup untuk membiayai pemakamanmu?" ujar Adrian penuh emosi lalu mempercepat langkahnya menuju kamar. Sementara Raka masih menganga lebar lalu berjalan mendekat kearah Davino dan menangkup kedua pipi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvaro ✔ [COMPLETED]
Teen FictionSejak kematian orang tuanya, hidup Alvaro berubah drastis. Tekanan demi tekanan terus ia dapatkan selama hidup serumah dengan ketiga pamannya (Adrian, Raka, Ferrel). Hingga terpaksa membuatnya menjadi bad boy. Lambat laun keanehan mulai muncul di ke...