Mata Davino mengerjap perlahan. Samar-samar retinanya menangkap sesosok tubuh tinggi semampai tengah berdiri di sampingnya. Erangan pelan berhasil keluar dari mulut Davino, ketika dirinya hendak merubah posisi berbaringnya yang sudah membuat seluruh tulang-tulang di punggungnya ngilu tak karuan.
"Tuan seharusnya beristirahat"
Suara itu membuat Davino menoleh dan menepis pelan tangan yang hendak mencegah tubuhnya untuk bangkit tersebut.
"Saya baik-baik saja" ucap Davino parau dan terkesan dingin, walapun tangannya terus mengusap dahinya yang masih saja berdenyut pelan.
"Tapi tuan--" ucapan Alex terpotong saat Davino memberinya gestur lambaian tangan. Pria itu mencoba menurunkan kedua kakinya dari atas ranjang, lalu berjalan tertatih-tatih ke pojok ruangan, dimana kamar mandi berukuran 6 x 6 m berada.
"Siapkan seluruh berkas-berkas saya. Dan bilang ke Pak Broto, saya datang terlambat" ucap Davino dari dalam kamar mandi. Tak lama terdengar shower dinyalakan.
Melihat hal itu, Alex hanya bisa menghela napas lesu dan bangkit berdiri dari pinggiran ranjang yang barusan di dudukinya tadi.
Mungkin sebaiknya saya menyimpan dulu rahasia ini sampai tuan benar-benar pulih, gumam Alex lalu keluar dari ruangan Davino dan menyempatkan untuk menatap setelan jas hitam di salah satu lemari tuannya dengan tatapan lemas.
Atau mungkin tidak, lanjutnya.
Pintu pun tertutup rapat.
🍁🍁🍁🍁🍁
"Duduklah disini"
Bu Fenny menuntun Alvaro untuk duduk di salah satu ranjang UKS. Kemudian wanita itu berjalan kearah laci di sudut ruangan, mencari keberadaan teh hijau yang biasanya selalu ada di kotak P3K. Namun, Bu Fenny tak menemukan adanya bungkus wadah teh secuil pun disana.
"Hmm... ibu tinggal sebentar ya, kamu jangan nakal disini" ujar Bu Fenny tegas "Ibu mau beli teh sebentar di koperasi"
Wanita itu pun berjalan meninggalkan Alvaro yang masih termenung diatas ranjang. Dan sepertinya, laki-laki itu juga tak menggubris perkataan Bu Fenny barusan. Pikirannya sibuk tersesat di salah satu memorinya waktu itu. Waktu dimana suara besi beradu dengan longsoran tanah dan jeritan sosok perempuan yang membuat siapa saja yang mendengarnya merinding seketika.
Disisi lain, sesosok gadis tengah mencoba mengintip-intip dari balik kaca jendela ruang UKS.
"Dia kenapa sih? Sakit ya?" gumam Flora sembari berusaha menyamakan tingginya dengan tinggi jendela, yang membuatnya harus bersusah payah berjinjit.
Menyadari ada sesuatu bergerak di jendela, Alvaro langsung mendongakkan kepalanya, sekedar mengobati rasa penasarannya, karena Alvaro takut hantu.
"Ah... mungkin gue terlalu banyak ngelamun" ujar Alvaro sambil mengusap kesal wajahnya "Cuci muka dulu ah"
Alvaro pun bangkit dari ranjang UKS dan berjalan menuju wastafel terdekat. Disisi lain, Flora langsung bernapas lega.
"Duh, tuh anak bikin gue sakit jantung aja" dumel Flora, posisinya yang kini tengah berjongkok membuat rok seragamnya kotor dipenuhi debu lantai yang terlihat jarang disapu.
Ia pun memutuskan untuk berjalan mengendap-endap kearah pintu UKS, yang kebetulan terdapat kaca bulat diatas engselnya.
"Tunggu bentar--" langkah Flora terhenti "Ngapain gue tiba-tiba penasaran sama tuh anak ya? Sampe bela-belain rok gue kotor kayak gini" pikirnya bingung.
Namun, seperti cenayang yang tahu segalanya, Flora seakan mendapat ilham dari atas langit, yang mengatakan bahwa dirinya harus bertanggung jawab atas apa yang telah ia lakukan. Setidaknya, hanya dengan mengetahui kalau laki-laki itu baik-baik saja, Flora sudah merasa tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvaro ✔ [COMPLETED]
Teen FictionSejak kematian orang tuanya, hidup Alvaro berubah drastis. Tekanan demi tekanan terus ia dapatkan selama hidup serumah dengan ketiga pamannya (Adrian, Raka, Ferrel). Hingga terpaksa membuatnya menjadi bad boy. Lambat laun keanehan mulai muncul di ke...