(Bab 9) Dilema

1.1K 43 11
                                    




       

Jihan menatap Salwa dengan tatapan tak percaya. Dia baru saja mengatakan bahwa kakeknya ingin menjodohkan Salwa dengan Adam, Buyanya. Walau dia sudah memprediksi hal itu akan terjadi, tapi tetap saja dia kaget mendengar kabar yang disampaikan Salwa itu.

            "Bagaimana? Jihan setuju kan, kalau Tante menikah dengan Bang Adam?" Salwa mengulangi pertanyaannya pada Jihan.

            "Oh, eh... setujulah Tante. Yang penting Tante suka dan Buya juga suka. Pasti Jihan setuju saja," jawab Jihan gugup.

            Buyanya akan menikah dengan Tantenya? Berarti nanti setiap hari Tante Salwa akan berada bersamanya di rumah. Mungkin kalau untuk sehari atau dua hari Jihan tidak begitu mempermasalahkannya. Tapi untuk setiap hari? Bisakah dia beradaptasi dengan Tante Salwa yang dulu tidak menyukainya?

            Mungkin beberapa hari lalu sifat Tante  Salwa sudah berubah. Tapi apakah sifat yang dulu tidak menyukai Jihan juga berubah? Dia bahkan pernah menuduh Jihan sebagai pembunuh Umi. Mampukah aku setiap hari bertemu dengannya? Berbagai pikiran menghampiri kepala Jihan.

            Tapi itu adalah keputusan kakeknya. Dia bahkan bukan cucu kandung keluarga ini. Tak ada haknya untuk menolak keinginan Kakeknya. Jihan segera mengenyahkan pikiran buruk dari kepalanya.

            "Oke. Sekarang Tante lega. Tante juga sudah istikharah, Tante rasa Allah sudah memudahkan jalan Tante untuk menjadikan Bang Adam sebagai jodoh Tante. Terima kasih ya, Jihan." Salwa memeluk Jihan erat. Jihan jadi risih dipeluk seperti itu. Mereka sedang berada di Pizza Hut Harapan Indah saat ini. Beberapa orang terlihat memperhatikan mereka. Jihan mendorong pelan tubuh Salwa.

            "Ngg... Maaf Tante, nggak enak dilihat orang," bisik Jihan. Salwa tersenyum sambil melepaskan pelukannya. Mereka lalu melahap semua hidangan yang sudah mereka pesan tadi.

            Jihan makan dalam diam. Pikirannya mulai mencari-cari apa yang harus dilakukannya jika Adam menikah dengan Salwa. Mungkin aku pindah rumah. Aku akan mencari kosan yang letaknya tak jauh dari kantor. Atau lebih baik aku melanjutkan S2 seperti yang pernah disarankan Tante Salwa. Akan kupilih universitas yang ada di luar Jabodetabek. Dengan demikian aku bisa menjauh dari Tante Salwa.

            Jihan menghela napasnya beberapa kali. Rasanya dia masih belum sanggup memikirkan jika Salwa tinggal bersamanya. Sifat Salwa dan Uminya sangat bertolak belakang. Ah, apa yang harus kulakukan?

            "Ayo kita pulang," ajak Salwa setelah mereka menghabiskan pesanan mereka. Salwa berencana menginap lagi malam ini di rumah Jihan. Sepertinya dia akan membicarakan keinginan kakek itu pada Adam.

            Dengan langkah gontai, Jihan keluar dari Pizza Hut dan mengikuti langkah Salwa yang berjalan bak seorang model. Cara berjalan Salwa memang mirip model. Tingginya yang mencapai 170 Cm dan berat 55 Kg membuat dia terlihat seperti model profesional. Apalagi dandanannya yang modis, sering kali membuat Jihan iri dengan Tantenya itu. Salwa sudah biasa bergaul dengan kalangan fashionista. Meski pun dia mengenakan jilbab, tapi dia terlihat sangat modis.

            Sampai di rumah Jihan langsung masuk ke kamarnya. Adam sepertinya sedang berada di perpustakaan rumah mereka. Salwa mengikuti Jihan ke kamar.

            "Ah pegel banget, nih. Jihan ngantuk Tante. Tante kalau mau nonton TV, nonton sendiri aja ya. Atau ajak Bi Imah. Jihan pengen langsung tidur," pinta Jihan. Untunglah hari ini dia sedang haid. Jadi setelah mandi tadi dia bisa langsung tidur. Tidak perlu menunggu azan isya berkumandang.

            Sebenarnya dia tidak benar-benar ingin tidur. Hanya karena perbincangannya dan Salwa tadi membuatnya memikirkan banyak hal. Dia hanya mencari alasan agar Salwa tidak mengajaknya ngobrol lagi.

ELAYNETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang