"Buya, naskah yang Jihan tulis sudah selesai. Kemarin sudah Jihan kirim ke Mas Doni. Ohya, Jihan mau sekalian minta izin ya, Buya." Jihan membuka pembicaraan dengan Adam di ruang makan. Bi Imah menahan tangannya ketika mendengar Jihan mengatakan minta izin. Wanita yang hampir berusia 60 tahun itu akan memasukkan nasi ke mulutnya saat itu.
"Minta izin ke mana?" Adam memandang Jihan dengan wajah bingung.
"Jihan mau melanjutkan S2 di Unpad."
"Di Bandung?" Bi Imah terperanjat, demikian juga dengan Adam. Wajah mereka berdua terlihat bingung.
"Iya. Beberapa waktu lalu Jihan sudah ikut tes untuk beasiswa S2 Kemenpora. Alhamdulillah Jihan lulus. Jadi Jihan minta izin pindah dari sini dan juga di kantor." Jihan menunduk. Dia tak sanggup melihat tatapan sedih yang memancar dari mata Bi Imah.
"Tapi kenapa nggak di sini aja Nak Jihan?" tanya Bi Imah penasaran.
"Dapatnya di Bandung Bi Imah." Jihan berusaha tersenyum. Sekilas Jihan melihat Adam menghela napasnya.
"Baiklah. Buya ucapkan barakallah untuk Jihan. Semoga nanti bisa belajar dengan maksimal. Insyaallah nanti Buya antar nyari kostan dan membawa perlengkapan Jihan ke Bandung. Ohya, Bandung kan nggak begitu jauh, Jihan bisa ke Bekasi setiap pekan atau dua pekan sekali."Jihan hanya mengangguk setuju. Maafkan Jihan ya, Buya. Rasanya mungkin Jihan nggak akan sering-sering ke sini. Buya sangat tahu alasannya.
"Ohya, kalau Jihan mau, Buya punya kenalan editor salah satu penerbit besar di Bandung. Jihan bisa nanya ke dia, barangkali bisa jadi editor freelance untuk ngisi waktu luang."
"Baik Buya. Insyaallah nanti Jihan temui kenalan Buya itu. Mungkin awal kuliah, Jihan nggak ambil pekerjaan dulu. Mungkin nanti saja, kalau jadwal kuliah Jihan sudah tidak begitu padat.
***
Malam ini Jihan terlihat deg-degan. Dia dan Adam sedang berada di rumah kakeknya. Jihan berniat untuk minta izin pada kakeknya. Awalnya Jihan berpikir akan datang ke rumah kakeknya sendiri saja. Tapi Adam memaksa agar dia ikut bersama Jihan. Jadilah pulang kerja sore tadi mereka ke Pondok Kopi. Setelah shalat Magrib dan makan, kakeknya meminta mereka duduk di ruang keluarga. Di sinilah Jihan sekarang. Ada kakek di depannya, Salwa di sampingnya dan Adam di samping kakek.
"Jihan mau ngobrol tentang apa?" Kakek membuka pembicaraan.
Jihan menarik napas dalam. Dia berdoa dalam hati agar Allah memudahkan lisannya untuk mengucapkan kalimat minta izin. Setelah membaca basmalah dalam hati, Jihan pun menyampaikan keinginannya kepada kakeknya."Wah! Bagus itu! Kakek suka kalau Jihan berniat sekolah lagi. Insyaallah nanti jika Jihan perlu apa pun kasih tahu kakek ya. Akan kakek upayakan semampu kakek."
"Alhamdulillah... makasih banyak ya, Kek," Jihan lega mendengar ucapan kakeknya.
"Jihan nggak mendadak kan memutuskan untuk kuliah lagi?" Tiba-tiba Salwa bertanya. Jihan reflek melihat ke arah Salwa. Kenapa tantenya bertanya seperti itu? Wajah Salwa terlihat penasaran.
"Nggak kok Tante. Waktu itu kan Jihan pernah bilang mau kuliah lagi," jawab Juhan yakin. Dia melihat raut lega di wajah Salwa. Jihan pun ikut lega, karena Salwa tidak bertanya lebih jauh.
"Saya pikir keputusan Jihan itu adalah keputusan yang mendadak dibuatnya dalam beberapa bulan ini," celetuk Adam.
Semua yang ada di ruang keluarga langsung memandangi Adam. Mereka memberikan tatapan bingung dan penasaran. Wajah Jihan pias. Dia sudah tahu apa yang akan diucapkan Adam. Dia berdoa dalam hati agar Adam tidak mengatakan apa pun tentang surat Uminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELAYNE
Teen FictionElayne, seseorang yang sangat ingin dicari Jihan. Karena Elayne sudah mencuri naskahnya dan menerbitkan naskah itu tanpa minta izin padanya. Jihan berencana menemukan penulis yang bernama Elayne itu di mana pun dia berada. Dimulai dengan menelepon e...