(Bab 29) Kharisma

1.1K 46 0
                                    

"Buya kenapa?" Teriak Jihan. Dia berlari ke kamar mandi. Gadis itu panik ketika mendengar suara Adam minta tolong. Jihan membuka pintu kamar mandi. Bersyukur Adam tidak mengunci pintu itu tadi.

Begitu pintu kamar mandi terbuka, dia melihat Adam tersandar lemah sambil berpegangan ke wastafel. Wajah Adam terlihat pucat. Jihan memencet bel yang ada di kamar mandi untuk minta bantuan perawat. Rasanya dia tak kuat untuk membopong Adam ke kasur sendirian.

"Buya pegangan ke pundak Jihan dulu. Buya bisa jalan nggak? Kalau enggak, kita tunggu susternya datang. Tapi kalau bisa, ayo kita kembali ke tempat tidur."

"Bisa." Adam melingkarkan tangannya di atas pundak Jihan. Jihan melingkari tangannya ke pinggang Adam. Jihan memapah Adam ke tempat tidur. Baru selangkah mereka keluar dari kamar mandi, seorang perawat datang ke kamar Adam. Dia segera membantu Jihan memapah Adam.

"Pusing ya, Pak?" tanya perawat itu ketika dia sampai. Lalu mereka memapah Adam sampai ke tempat tidru, selanjutnya mereka membaringkan Adam di tempat tidur.

"Sebaiknya bapak buang air kecilnya pakai pispot aja dulu, ya Pak. Karena trombosit Bapak masih rendah. Jadi kemungkinan bapak masih pusing. Khawatir kalau sering bolak balik kamar mandi, bapak jadi lemes kayak tadi lagi," saran perawat perempuan itu setelah Adam berbaring. Dia lalu mengukur tekanan darah Adam.

Jihan juga berpikir seperti itu tadi. Tapi dia tidak tahu bagaimana cara mencegah Adam ke kamar mandi sendiri. Dia tidak mau dikira sok perhatian. Hei! Bukankah sekarang kamu memang harus lebih memperhatikan Buyamu! Dia sedang sakit! Bukankah kamu ke Bekasi karena kamu mengkhawatirkan dia?

Jihan merasa bersalah dengan pikirannya yang tidak konsisten ini. Seharusnya dia memang tidak membiarkan Adam bolak-balik kamar mandi, karena trombositnya yang rendah. Tadi dokter sudah berpesan pada Jihan agar Adam diminta bedrest dulu sampai trombositnya naik. Apalagi hasil pemeriksaan lab tadi pagi, jumlah trombosit Adam masih turun.

Biasanya trombosit itu akan terus turun sampai demam hari ke 7. Hanya saja pasien harus menjaganya agar trombositnya tidak turun terlalu drastis atau terlalu cepat. Makanya Adam harus bedrest dan banyak minum. Adam juga harus minum vitamin agar daya tahan tubuhnya meningkat, sehingga perkembangan virus DBD bisa ditekan, begitu dokter mengingatkannya tadi.

"Tekanan darah bapak agak rendah, sembilan puluh lima per enam puluh. Pak Adam jangan turun dari tempat tidur dulu ya, Pak," tambah perawat itu. Jihan hanya bisa memandang cemas pada Adam. Dia benar-benar takut dan panik ketika melihat wajah Adam yang pucat tadi. Sebelumnya Adam terlihat baik-baik saja. Apalagi dia juga baru selesai makan. Jihan tak menyangka Adam akan pusing dan lemas saat berada di kamar mandi.

"Kalau Buya mau shalat maghrib, Jihan pikir dengan tayamum aja kali ya." Jihan berusaha menghilangkan rasa paniknya dengan mengajak Adam bicara. Jihan menyodorkan teh hangat yang baru dibuatnya ke tangan Adam. Dia sudah meletakkan sedotan di dalam gelas untuk memudahkan Adam meminumnya.

Adam menyeruput teh hangat yang diberikan Jihan. Meneguk teh manis itu hingga beberapa tegukan. Jihan meletakkan gelas yang sudah berkuran setengahnya di atas nakas.

"Gimana Buya? Masih pusing atau sudah berkurang?"

"Alhamdulillah sudah berkurang. Buya mau shalat maghrib dulu. Bisa tolong ambilkan air wudhu, Jihan. Buya wudhu di sini aja."

"Maksud Buya air wudhunya di tampung di baskom ya?"

"Iya."

"Sebentar, Jihan ambil dulu baskom dan airnya." Jihan keluar dari kamar dan meminjam baskom yang biasa digunakan suster untuk membantu menyeka badan pasien. Setelah itu dia mengambil botol air mineral yang kosong dan mengisi botol itu dengan air kran.

ELAYNETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang