(Bab 23) Galau

1K 32 1
                                    

Adam membuka HP-nya. Sambil menunggu Jihan bicara dengan Bi Imah, dia melihat pesan masuk di WA-nya. Sekali-kali dia memperhatikan akun FB-nya. Dua menit kemudian, dia membuka aplikasi Al Quran online yang ada di HP-nya.

Perlahan Adam membaca Al Quran. Hanya ini satu-satunya cara agar dia bisa tenang. Menunggu Bi Imah bicara dengan Jihan membuatnya gugup. Beberapa hari lalu Bi Imah menceritakan tentang pertanyaan Khansa padanya. Makanya hari ini Bi Imah bersikeras mengajaknya menemui Jihan.

Untuk menenangkan hati, lebih baik berzikir. Membaca Al Quran adalah salah satu cara berzikir yang paling gampang. Adam membaca surah Al Mulk. Surah yang menceritakan Kerajaan Allah. Tak ada yang mustahil bagi Allah. Dia Raja dari segala raja. Dia Pemilik semua yang ada di langit dan bumi. Dia juga pemilik hati manusia. Jika Dia berkehandak, tak ada yang bisa menolak kehendak itu. Hanya padaNya Adam mengadukan semua permasalahannya.

Baru saja Adam menyelesaikan bacaan surah Al Mulk, dia melihat Bi Imah dan Jihan berjalan menghampirinya. Adam mematikan layar HP-nya. Lalu menyimpan HP itu ke dalam kantong baju.

"Udah bicaranya?" tanya Adam ketika Bi Imah dan Jihan kembali ke ruang tamu.

"Udah, Pak," jawab Bi Imah. Adam memperhatikan Jihan yang hanya menunduk. Dia yakin, pasti gadis itu kaget mendengar penuturan Bi Imah. Entah gadis itu makin marah padanya atau hatinya menjadi lebih terbuka. Entahlah. Yang pasti, Adam hanya ingin melakukan hal yang bisa dilakukannya.

"Maafkan Jihan ya, Buya. Jihan sudah mendengar cerita Bi Imah. Insyaallah Jihan pikirkan lagi. Jihan harus istikharah dulu," ucap Jihan dengan wajah menunduk. Adam mengangguk.

"Buya tidak ingin membebani Jihan. Buya ke sini juga atas permintaan Bi Imah. Buya sudah menahan Bi Imah sebelumnya. Tapi Bi Imah punya pendapat sendiri. Makanya Buya mau mengantar Bi Imah ke sini. Semuanya tentu atas izin Allah. Buya pun harus memperbanyak istikharah agar semua menjadi jelas."

"Baik, Buya."

"Kalau gitu, Buya ke Bekasi dulu ya. Ohya, Bi Imah tadi kan membawa rendang. Rendangnya sudah dikasih ke Jihan, Bi Imah?"

"Udah, Pak. Tadi Bi Imah letakkan di kamar Mbak Jihan."

"Hari ini nggak usah dipanasin lagi, Mbak Jihan. Kalau masih sisa, besok aja dipanasin. Besok sore juga nggak apa-apa," pesan Bi Imah pada Jihan.

"Baik, Bi Imah. Makasih ya Bi." Jihan memeluk Bi Imah. Lalu dia mengantar Bi Imah dan Adam keluar rumah. Beberapa menit kemudian Bi Imah dan Adam sudah tak terlihat lagi di parkiran rumah kos Jihan.

Jihan berjalan masuk ke dalam rumah ketika seseorang menyapanya.

"Jihan? Kamu tinggal di sini?"

Jihan menoleh. Ada sebentuk senyum yang baru dikenalnya beberapa waktu lalu. Pemilik senyum itu bernama Davi.

"Bang Davi?" Tanya Jihan tak percaya. "Kok ada di sini?"

"Pemilik rumah ini, adik ibu saya," jawab Davi tersenyum. "Nggak nyangka bisa ketemu di sini."

"Barusa siapa? Orangtua Jihan ya?"

"Iya, Bang Davi."

"Di kamar yang mana Jihan?" Tanya Davi lagi.

Jihan menunjuk kamarnya. Lalu dia pamit untuk kembali ke kamar.

"Oke. Sampai ketemu lagi ya. Saya mau ke bengkel dulu. Hari ini saya menginap di sini. Uwak minta tolong saya menemaninya. Karena anaknya lagi dinas luar kota."

"Ok." Jihan beranjak pergi. Dia bergegas ke kamarnya. Mengerjakan tugas kuliah yang tadi sempat tertunda.

"Ohya Jihan, nanti malam bisa ngobrol sebentar nggak?" permintaan Davi menghentikan langkah Jihan.

ELAYNETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang