(Bab 25) Baper

1K 41 2
                                    

"Halo, assalamualaikum?" sapa Jihan ketika dia menerima sebuah panggilan di teleponnya. "Apa kabar Bi Imah?"

"Waalaikumsalam. Mbak Jihan, Bi Imah baik. Tapi Pak Adam yang tidak baik Mbak Jihan!" terdengar suara panik Bi Imah di seberang telepon. Mendengar kepanikan Bi Imah, Jihan merasakan ada sesuatu yang terjadi dengan Adam.

"Buya kenapa Bi Imah?"

"Kena demam berdarah Mbak Jihan. Udah tiga hari ini demam. Udah minum obat, tapi kepala bapak sakit banget katanya. Akhirnya Bapak minta Bi Imah antar ke UGD RS Mitra Keluarga. Nah sekarang Bi Imah di sini. Kata dokternya bapak harus dirawat. Trombosit Bapak sembilan puluh enam ribu, Mbak Jihan. Jauh di bawah normal."

Sejenak Jihan ikut panik mendengar kabar yang disampaikan Bi Imah. Bersyukur dia segera ingat untuk berzikir. "Innalillahi... Bi Imah, jangan panik ya. Sekarang Bi Imah ikutin aja saran dokter."

"Baik Mbak Jihan. Ini Bi Imah udah daftarin di rawat inap. Katanya mau kamar yang mana? Bi Imah bingung."

"Ambil yang VIP aja Bi Imah. Kan Buya punya kartu asuransi kesehatan nanti kalau ada tambahannya kita bayar sendiri. Kartunya tanya ke Buya aja." Jihan berusaha menenangkan Bi Imah. Kasihan sekali wanita itu. Dia pasti tidak tahu apa yang harus dilakukannya.

"Iya Mbak Jihan. Tadi bapak sudah memberikan kartunya ke Bi Imah. Coba Bi Imah bilang ke petugasnya dulu ya."

"Ok. Nanti kabari Jihan lagi ya, Bi Imah. Insyaallah Jihan ke Bekasi hari ini. Bi Imah jangan panik ya. Santai aja."

"Iya Mbak Jihan. Ini Bi Imah disuruh ngisi formulir banyak banget. Gimana ini?" Nada Bi Imah masih saja panik meski dia sudah mengatakan tidak akan panik.

"Bi Imah, sayang. Tarik napas dulu yuk!" Jihan berusaha menenangkan Bi Imah kembali. Terdengar Bi Imah menarik napasnya. Lalu Jihan melanjutkan bicara dengan Bi Imah. "Nah sekarang, Bi Imah isi saja semua formulir itu. Nanti tanya ke petugasnya kalau Bi Imah nggak ngerti mau isi apa. Kalau disuruh tanda tangan, Bi Imah bubuhi saja tanda tangan Bi Imah di sana."

"Baik Mbak Jihan. Bi Imah tutup dulu teleponnya ya." Suara Bi Imah sudah terdengar lebih tenang.

"Ok. Tenang aja ya, Bi Imah. Assalamualaikum."

"Iya. Waalaikumsalam."

Jihan memandang jam di dinding kamarnya. Pukul 17.30. Sebentar lagi waktu shalat maghrib akan tiba. Jihan memperhatikan jadwal kuliahnya besok pagi di daftar jadwal kuliah yang ditempelnya di meja belajar. Dia melihat jadwal kuliah sampai besok, hari Jumat. Jadwalnya cukup padat. Tapi dia tidak mungkin mengabaikan Adam. Bukan, dia bukan hanya memikirkan Adam yang sakit, tapi memikirkan bagaimana paniknya Bi Imah. Apalagi selama ini dia tidak pernah mengurus administrasi apa pun. Dia pasti merasa sangat bingung.

Jihan menarik napas panjang. Dia harus minta izin untuk tidak masuk kuliah beberapa hari ini. Setidaknya sampai hari Minggu. Tak mudah untuk minta izin tidak kuliah di kampusnya. Jihan harus menyertakan surat keterangan alasan dia minta izin.

Nanti minta surat keterangan Buya sakit aja ke dokter yang merawat Buya. Jadi surat itu bisa kugunakan untuk minta izin nggak kuliah.

Jihan mengemas beberapa barang yang diperlukannya ke dalam ransel. Benda yang sangat diperlukannya nanti ketika di Bekasi. Laptop, kosmetik dan beberapa buku pelajaran yang akan digunakannya untuk membuat tugas kuliahnya nanti. Jihan berpikir sambil menunggui Adam di rumah sakit, dia bisa mengerjakan tugas kuliahnya.

"Apa sebaiknya kutelepon Buya dulu," batin Jihan. "Aku harus menyemangatinya. Betapa tak mudah ketika sakit, tak ada keluarga di sisinya. Dia pasti tidak mau mengabarkan kakek dan Tante Salwa, karena tidak ingin merepotkan mereka."

ELAYNETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang