Setelah dua minggu istirahat di rumah, Salwa kembali bekerja. Rasanya dia sangat kangen dengan suasana kantor. Padahal Adam sudah mengizinkan untuk beristirahat selama yang diinginkannya.
Sebenarnya Salwa sudah ingin bekerja sejak pekan lalu. Tapi ayahnya melarang. Padahal dokter mengatakan lukanya sudah kering. Dan dia sudah bisa melakukan kegiatan seperti biasa.
Salwa sungguh tidak betah berlama-lama di rumah. Dia juga tidak punya keinginan untuk jalan-jalan keluar atau sekadar berkumpul bersama teman-temannya.Ada kerinduan tersendiri menyelinap di dadanya untuk bertemu Adam. Sejak kejadian di rumah Adam beberapa waktu lalu, Salwa selalu memikirkan Adam. Lelaki itu terlihat sangat memesona dengan caranya sendiri. Salwa tak percaya Adam bersedia menggendongnya. Perhatian Adam itu membuatnya selalu memikirkan Adam. Salwa berpikir bahwa Adam orang yang tepat untuk menjadi imamnya. Apalagi ayahnya juga mendukung.
Salwa ingin meyakinkan Adam, bahwa dia sangat layak menjadi pengganti Khansa. Salwa akan memperlihatkan sikap yang sangat baik di hadapan Adam dan Jihan. Agar mereka bisa menerimanya menjadi bagian keluarga mereka.
"Assalamualaikum. Pagi semua..." Salwa menyapa beberapa karyawan di lantai satu.
"Pagi Bu Salwa. Wah! Ibu udah baikan?" Tanya Hanan. Salwa mengangguk sambil tersenyum. Lalu dia berjalan menuju tangga ke lantai dua.Salwa tersenyum memandang ruangan lantai dua. Dia menyapa Adam dan Jihan.
"Salwa? Udah baikan?" Tanya Adam setelah menjawab salam Salwa.
Salwa mengangguk dan memberikan senyum termanisnya pada Adam.
"Alhamdulillah..." Adam kembali dengan kegiatannya, menulis sesuatu di notes kecil.
"Welcome home Tante Salwa," ucap Jihan menyambut Salwa.
"Thanks Jihan, Tante kangen kantor," ujarnya lirih. Dia lalu meletakkan tasnya di meja.Selanjutnya Salwa sudah asyik dengan pekerjaannya. Hmmm... rasanya senang sekali dengan suasana seperti ini, batinnya. Suara mesin cetak dari lantai satu, obrolan para karyawan, sesekali mendengar mereka tertawa dalam candaan mereka.
Suasana di lantai dua masih sama seperti dulu, Adam terlihat asyik menjawab deringan telepon dan menerima beberapa tamu yang datang dengan orderan mereka. Jihan yang juga sibuk dengan editannya. Meski pun mereka bekerja dalam diam, tapi suasana seperti itu membuat Salwa merasa betah berlama-lama bersama mereka.
"Ah... sudah jam sepuluh aja." Salwa berdiri sambil mengangkat kedua tangannya untuk meregangkan badan. Lalu dia berjalan ke pantry untuk menyeduh the hijau. Dia membuat tiga cangkir the hijau.
"Ini teh hijau untuk Jihan." Salwa memberikan secangkir teh pada Jihan yang masih asyik mengedit.
"Makasih, Tante Salwa," Jihan menerima cangkir teh lalu menyeruputnya. Salwa tersenyum sambil menggangguk. Dia lalu berjalan menuju meja Adam.
"Ini teh hijau untuk Bang Adam," ujarnya sambil meletakkan cangkir di atas meja Adam.
Adam melihat sekilas ke cangkir yang diletakkan Salwa. Lalu dia mengatakan terima kasih pada Salwa tanpa memandangi wajah Salwa. Salwa maklum dengan hal itu. Memang seperti itulah sifat Adam. Dia tidak akan pernah mau terlibat kontak mata dengan wanita. Hal itu yang membuat Khansa menyukainya. Dan sekarang, Salwa juga jadi menyukai Adam karena sifatnya itu.
Siapa yang tidak ingin memiliki suami yang selalu menjaga pandangannya. Mungkin hanya satu berbanding seratus laki-laki di dunia ini yang bisa melakukan hal itu. Sebagaimana sifat alami para lelaki, mereka suka memandang wanita. Apalagi wanita cantik.
Hanya laki-laki yang sangat kuat imannyalah yang mampu menundukkan pandangan mereka terhadap wanita. Demikian juga sebaliknya. Tidak mudah mendapatkan makhluk seperti itu saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELAYNE
Teen FictionElayne, seseorang yang sangat ingin dicari Jihan. Karena Elayne sudah mencuri naskahnya dan menerbitkan naskah itu tanpa minta izin padanya. Jihan berencana menemukan penulis yang bernama Elayne itu di mana pun dia berada. Dimulai dengan menelepon e...