(Bab 31) Istikharah

1.1K 39 5
                                    

Weekend. umumnya malam Minggu seperti ini, anak-anak muda menikmati libur mereka dengan hangout bersama teman-teman mereka. Entah sekadar kumpul-kumpul di mall, bioskop, di taman hiburan atau di rumah teman-teman mereka. Tapi tidak demikian dengan Davi. Pemuda yang memiliki lesung pipi ini malah berkutat dengan editannya.

"Alhamdulillah ... kelar juga." Davi segera menutup laptopnya. Seperti kebiasaannya, dia meregangkan tangannya ke atas. Setelah itu memutar pinggang ke kiri dan kanan, membungkuk hingga tangannya menyentuh lantai, lalu berdiri dan melengkungkan tubuhnya ke belakang. Selanjutnya kembali meregangkan tangan ke atas. Lalu memutar pelan lehernya ke kiri dan ke kanan.

Begitulah kebiasaan releksasi yang dilakukan Davi setiap dia selesai mengedit. Dia berjalan ke dapur, lalu mengambil timun dan memotong tipis timun tersebut. Dia mengambil dua potongan, lalu berjalan ke sofa ruang keluarga dan meletakkan potongan timun di atas ke dua matanya. Kebiasaan yang dilakukannya setiap malam menjelang tidur.

Tiba-tiba dia ingat sesuatu. Tadi dia berencana ingin menemui Jihan dan bicara dengan Jihan. Davi mengambil kembali timunnya dan meletakkannya di atas piring. Lalu dia mengambil HP mencari nomor Jihan. Setelah menemukan nama Jihan, dia pun menelepon Jihan. Bersyukur gadis itu segera mengangkat teleponnya.

"Jihan, boleh saya ke rumah Jihan hari Minggu?" Tanya Davi melalui HP-nya.

"Ada apa Bang Davi? Jihan lagi di Bekasi."

"Oh, ada yang ingin saya katakan pada Jihan. Kebetulan Jihan di Bekasi. Kalau Jihan nggak mau saya ke rumah Jihan, kita bisa ketemu di suatu tempat. Silakan Jihan pilih di mana yang Jihan bisa."

Hening sejenak.

"Ini mengenai novel Jihan atau bukan Bang Davi?"

"Bukan. Masalah pribadi."

"Oh oke. Kalau masalah pribadi, Bang Davi ke rumah saja ya. Soalnya nggak nyaman juga kalau ketemu berdua di sebuah tempat."

"Baik. Saya ke rumah Jihan ya. Boleh minta alamatnya?"

"Oke. Nanti Jihan WA alamatnya ya."

"Makasih Jihan. Saya tunggu alamatnya."

"Oke. Sama-sama. Assalamualaikum."

Davi menarik napas lega. Dia ingin memberanikan diri untuk bicara empat mata dengan Jihan. Sesuai dengan permintaan Uminya. Jangan menunda lagi. Kalau Jihan sudah tahu isi hatinya, setidaknya ada dua kemungkinan, diterima atau ditolak. Walau dia berharap diterima, tapi Davi sudah mempersiapkan diri untuk ditolak.

Wanita secantik, sepintar dan seshalihah Jihan, biasanya mungkin sudah ada yang mengkhitbah. Tapi sejauh penglihatannya, Davi yakin, Jihan belum ada yang mengkhitbah. Makanya dia harus bergegas melamar gadis itu, agar tidak keburu dilamar oleh ikhwan lain. Semua kata-kata yang akan diungkapkannya pada Jihan sudah tersusun rapi di otak Davi. Hanya tinggal menunggu waktu untuk mengeluarkan kata-kata itu.

Davi juga sudah berdoa dan meminta pada Allah agar memudahkan urusannya. Semua persiapan rasanya sudah maksimal. Davi berharap di hari H-nya, Jihan memberikan jawaban yang diinginkannya.

***

"Nad, Davi barusan nelpon aku. Kayaknya mau ngomong dia suka ke aku deh." Jihan buru-buru menelepon sahabat karibnya.

"Tuh, kan. Kubilang juga apa. Davi itu pasti suka sama kamu. Ya udah, kamu gimana?" Suara Nadia terdengar senang ketika mendengar perkataan Jihan. Sepertinya dia tersenyum lebar ketika Jihan mengatakan kabar itu padanya.

"Aku jadi bingung, Nad. Kamu tahu sendiri kan, aku belum memutuskan untuk sepenuhnya menolak isi surat wasiat umiku. Aku hanya ingin menenangkan diri dulu. Tapi sekarang malah ada yang ingin mengkhitbah. Bagaimana nih?"

"Istikharah lagi aja, sayang. Kenapa dipersulit sih. Toh kamu hanya tinggal memohon pada Allah, untuk memberikan calon imam yang baik untukmu dan agamamu." Nadia terkesan menggampangkan masalah Jihan.

Padahal Jihan sudah berusaha sebisa mungkin untuk tidak menganggap masalahnya sebagai sebuah masalah yang rumit. Tapi pada kenyataannya, masalah ini memang sangat rumit baginya. Di satu sisi dia tidak ingin mengecewakan Uminya. Di sisi lain dia juga ingin memilih sendiri pasangan hidupnya kelak. Kedua pilihan itu seperti buah simalakama baginya.

"Jihan, kamu nggak perlu memaksakan diri jika kamu tidak ingin menikah dengan ayah angkatmu. Tapi kamu juga tidak perlu merasa tidak enak pada Davi jika kamu ternyata lebih memilih Buyamu ketimbang memilih dia. Menurutku sih, mereka berdua punya kelebihan masing-masing. Walau aku baru sekali bertemu dengan Buyamu, beliau juga memiliki kharisma tersendiri. Saat pertama melihatnya, aku bahkan tak menyangka dia adalah bapak angkatmu."

"Kalau dari segi kematangan, mungkin ayah angkatmu lebih matang secara usia dan pengalaman hidup. Tapi kalau kamu ingin yang seusia denganmu, kamu bisa memilih Davi yang ceria dan juga menyenangkan. Keduanya punya ilmu agama yang baik. Mereka juga terlihat sangat menyayangimu. Pasti mereka ingin yang terbaik untukmu dear."

"Aku mau nangis nih Nad," tak terasa air mata Jihan menetes ketika mendengar pendapat sahabatnya itu. Dua laki-laki itu mempunyai karakter yang kuat. Mereka sama-sama baik, sama-sama menarik secara fisik dan wajah, sama-sama shalih dan yang terpenting sama-sama menyayanginya.

Bedanya, Adam mungkin lebih paham dengan sifat dan kebiasaan Jihan. Sementara Davi belum begitu mengenal sifat Jihan, Karena mereka baru kenal beberapa bulan ini. Tapi, Adam sudah cukup berumur, sedangkan Davi masih muda. Namun Adam adalah ayah angkatnya, apa kata orang nanti jika dia menikah dengan ayah angkatnya? Sedangkan Davi, pasti semua teman-temannya akan mengacungkan jempol untuknya, karena Davi sepantaran dengannya dan mereka tak ada hubungan kekerabatan apa pun.

Semakin lama Jihan berpikir, semakin bingung dia menentukan pilihannya. Jihan ingin mengadukan masalahnya ini pada Allah. Semoga Allah segera memberikan pilihan terbaik untuknya. Sebelum shalat istikharah, Jihan mengirim sms alamat rumahnya pada Davi.

Lalu dia berwudhu dan melaksanakan shalat istikharah. Gadis itu menangis dan memohon pada Allah untuk memilihkan lelaki yang akan menjadi imamnya kelak.

"Ya Allah... tolong pilihkan yang terbaik menurutMu. Hamba sangat lemah. Engkau Maha Tahu tentang kelemahan hamba ya Allah. Jika jodoh hamba adalah Davi, maka tolong mudahkan hati hamba menerima Davi dengan semua kelebihan dan kekurangannya. Mudahkan juga Davi menerima kelebihan dan kekurangan hamba."

"Jika Engkau memilihkan Buya sebagai jodoh hamba, mudahkan juga hamba menerima beliau dengan semua kelebihan dan kekurangan beliau. Demikian juga sebaliknya. Hamba mohon ya Allah, berikan pilihan terbaik bagi hamba dari sisiMu. Pilihan yang akan menjadikan hamba makin dekat padaMu. Pilihan yang akan meningkatkan keimanan hamba padaMu. Aamiin..."

ELAYNETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang