Curhat
"Assalamualaikum." Jihan membuka pintu rumah. Bi Ijah menjawab salam Jihan dari arah dapur. Salwa mengikuti langkah Jihan.
"Mbak Jihan sama Bu Salwa?" Bi Imah menyapa Salwa.
"Apa kabar, Bi Imah?" sapa Salwa.
"Baik, Bu. Alhamdulillah..." senyum Bi Imah.
"Buya udah pulang ya, Bi?" Tanya Jihan sambil melemparkan pandangannya ke arah ruang perpustakaan.
"Belum, Mbak Jihan. Mungkin langsung ke masjid." Jawab Bi Imah. Bi Imah lalu pamit ke dapur untuk membuatkan Salwa teh hangat.
Rasanya lega sudah berada di rumah. Jihan menghempaskan badannya di sofa ruang keluarga sambil meluruskan kakinya di atas sofa. Salwa melakukan hal yang sama. Salwa memperhatikan dinding yang berada di belakang Jihan. Di dinding itu masih terpajang foto keluarga kakaknya.
Ada Khansa dan Adam sedang mengapit Jihan yang masih berusia dua belas tahun saat itu. Mereka bertiga tersenyum lebar menatap kamera. Seperti sebuah keluarga yang sangat bahagia. Salwa menarik napas dalam kemudian mengembuskannya.
"Tante. Jihan mau mandi dulu ya. Tante mau mandi juga kan?"
"Iya. Jihan duluan deh."
"Tante mau pakai baju Jihan atau mau pakai baju Umi?" Tanya Jihan lagi sambil masuk ke kamarnya.
"Pakai baju Kak Khansa ajalah."
"Baju Umi di lemari kamar Buya. Sebentar Jihan ambil dulu ya." Jihan membatalkan niatnya masuk ke dalam kamarnya. Dia hendak melangkah ke kamar orangtuanya. Lebih baik dia mengambil baju Umi sekarang sebelum Buya pulang. Kalau sudah ada Buya di rumah, rasanya nggak enak mau masuk ke kamar beliau.
"Tante ikut ya. Biar bisa milih." Salwa mengikuti langkah Jihan. Beberapa menit kemudian, mereka sudah terlihat mengambil satu stel baju tidur kaus milik almarhumah Khansa.
"Eh, kira-kira Buya ngijinin nggak, ya?" tiba-tiba sebuah pertanyaan melintas begitu saja di pikiran Jihan. Meski Adam tidak pernah mengunci pintu kamar dan lemarinya, tapi Jihan sudah lama sekali tidak masuk ke kamar itu. Apalagi melihat isi lemari pakaian Umi dan Buyanya.
Dulu sewaktu Umi masih ada, beliau sering meminta tolong pada Jihan untuk merapikan pakaian beliau di lemari. Tapi setelah beliau meninggal, Jihan sama sekali tidak pernah masuk ke kamar orangtuanya lagi. Hanya Bi Imah yang masih sering masuk ke kamar itu untuk merapikan tempat tidur dan pakaian Adam.
"Maaf Tante. Pakai baju Jihan aja deh, ya. Kuatir nanti Buya marah. Secara Jihan udah lama nggak masuk ke kamar Umi. Nanti dikira Jihan lancang buka-buka lemari Buya," pinta Jihan.
Salwa mengernyitkan dahinya. Kenapa Jihan berpikir sampai sejauh itu? Apa sebegitu parahnya komunikasi di antara Jihan dan abang iparnya? Tapi ini kan barang milik kakaknya yang juga Ibu dari Jihan. Kenapa Adam harus marah jika mereka menggunakan benda milik keluarga mereka sendiri?
Salwa berpikir sejenak. Ucapan Jihan mungkin ada benarnya juga. Akhirnya mereka mengembalikan pakaian Khansa ke lemari.
Jihan mengajak Salwa ke kamarnya dan mempersilakan Salwa memilih pakaian rumah yang akan dikenakannya. Sementara itu dia mandi di kamar mandi yang ada di kamarnya. Kamar Jihan cukup besar dengan nuansa hijau. Wallpapernya bergambar bambu. Seolah Jihan sedang berada di hutan bambu. Sprei-nya juga berwarna hijau bermotif taman dengan aneka kembang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELAYNE
أدب المراهقينElayne, seseorang yang sangat ingin dicari Jihan. Karena Elayne sudah mencuri naskahnya dan menerbitkan naskah itu tanpa minta izin padanya. Jihan berencana menemukan penulis yang bernama Elayne itu di mana pun dia berada. Dimulai dengan menelepon e...