(Bab 11) Bimbang

1.1K 45 9
                                    


Adam memutuskan kembali ke Bekasi selesai bicara dengan Ayah mertuanya tadi. Rasanya tidak nyaman untuk terus berada di dekat mertuanya itu. Dia pamit kepada Salwa dan Bi Muna. Untungnya Jihan juga bersedia kembali ke Bekasi dan tidak menginap di rumah mertuanya.

Mungkin kalau sebelum mertuanya menyampaikan keinginannya tadi, Adam bersedia berlama-lama di sana. Dia sangat menyayangi dan menghormati mertuanya. Dulu mereka sering sekali berdiskusi. Bahkan mertuanya sering menerima pendapatnya dalam memperluas jaringan untuk perusahaan mereka.

Hanya saja sejak Salwa mulai masuk ke dalam perusahaannya, Adam menjadi kurang nyaman dengan mertuanya itu. Adam sudah membayangkan akhirnya akan menjadi seperti ini. Karena dia sudah melihat gelagat itu ketika Salwa bekerja di percetakannya.

Adam menghela napas beberapa kali. Jihan yang duduk di sampingnya seperti berusaha untuk pura-pura tidur. Adam yakin itu. Karena hubungan mereka juga tidak seperti dulu lagi. Dia sangat mengerti Jihan juga merasa tidak nyaman bersamanya.

"Buya dengar, Jihan mau melanjutkan S2?" Adam berusaha memecah kesunyian sambil fokus menyetir.

"Tante Salwa yang ngasih tahu ya, Buya?" tanya Jihan sambil membuka matanya. "Belum pasti sih, Buya. Mau nya Jihan sih begitu. Kalau Buya izinkan."

Adam menatap ke jalanan yang masih ramai. Bekasi sama sepertinya Jakarta, tidak akan redup selama 24 jam.

"Hmmm... Oke, Buya setuju jika Jihan ingin melanjutkan S2. Di mana rencananya?"

"Hah! Buya setuju! Nanti kalau Jihan kuliah , gimana dengan kerjaan Jihan di percetakan? Buya mau mencari orang yang menggantikan Jihan, Ya?" pertanyaan beruntun meluncur dari mulut Jihan. Sudah lama sekali rasanya Adam tidak mendengar gadis itu bertanya seperti tadi. Dia sangat merindukan hal itu. Dulu gadis itu sangat cerewet. Banyak sekali pertanyaan yang disampaikannya sehingga membuat Adam kesulitan untuk menjawabnya.

Ah, pasti dia berubah karena aku yang berubah duluan, batin Adam.

"Buya hanya ingin Jihan yang terbaik untuk Jihan. Jika Jihan suka sekolah, ya silakan. Nanti Buya usahakan nyari orang lagi untuk menggantikan Jihan di kantor. Tapi kalau Jihan suka bekerja di kantor, Buya juga mendukung. Itu artinya Buya nggak perlu susah-susah nyari orang."

"Sebenarnya gini sih, Buya. Tapi Buya jangan marah ya. Jihan berpikir akan kuliah di luar negeri jika Buya mengizinkan. Itu pun kalau Buya menikah dengan Tante Salwa. Karena Jihan nggak ingin mengganggu Buya dan Tante Salwa."

Penjelasan Jihan seolah menonjok dada Adam. Apa? Dia ingin menjauh dariku?

Adam melirik Jihan di sebelahnya. Gadis itu juga sedang menatapnya. Dada Adam berdebar ketika mata mereka bertemu. Adam segera mengalihkan pandangannya ke jalan raya.

"Jadi, Jihan setuju kalau Buya menikah dengan Tante Salwa?" pertanyaan itu akhirnya meluncur juga dari bibir Adam. Dia ingin mengetahui reaksi Jihan. Apa Jihan setuju dengan permintaan ayah mertuanya? Atau Jihan tidak setuju. Jika tidak setuju, apa alasannya. Dia berharap Jihan tidak setuju dengan permintaan itu.

"Jihan terserah Buya aja. Kan Buya yang mau menjalaninya. Jihan setuju kalau Buya juga setuju. Kalau Buya nggak setuju, ya Jihan juga mendukung Buya."

Hhh... jawaban yang mengambang seperti ini yang paling tidak disukainya. Dari lubuk hatinya yang paling dalam, Adam hanya ingin mendengarkan kata tidak setuju dari mulut Jihan. Jika saja Jihan mengatakan tidak setuju, pasti dia akan langsung menolak permintaan ayah mertuanya itu. Dia bahkan ikhlas meninggalkan perusahaan yang sudah dibesarkannya asal dia bisa bersama Jihan.

ELAYNETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang