(Prolog) Adopsi

4.6K 134 138
                                    







Adam baru saja hendak menutup pintu rumahnya ketika seseorang mengucapkan salam di depan pagar rumahnya. Seorang ibu dengan seorang anak perempuan berusia sepuluh tahun. Menurut ibu itu, dia adalah kerabat Khansa, istri Adam.

"Khansa masih di percetakan, mungkin sebentar lagi pulang untuk makan siang," ujar Adam ketika wanita setengah baya itu menanyakan Khansa.

"Boleh saya menunggu di sini, Pak?" Tanya si ibu lagi.

"Silakan, Bu. Tapi saya tak bisa menemani, karena saya harus mengejar shalat zuhur berjamaah ke masjid. Silakan masuk dulu, Bu." Adam membukakan pintu rumah untuk ibu dan anak perempuan itu. Lalu dia masuk ke rumah dan memanggil Bi Imah, ART di rumahnya.

"Bi Imah, tolong bikinin teh untuk tamu Ibu ya. Saya mau ke masjid dulu," pinta Adam pada Bi Imah. Bi Imah menggangguk dan bergegas kembali ke dapur untuk membuatkan teh hangat untuk tamu yang sudah duduk di ruang tamu.

"Oh ya, sekalian tolong temani dulu ya, Bi. Selesai shalat nanti saya langsung ke kantor agar Ibu bisa pulang menemui tamunya," tambah Adam lagi.

"Baik, Pak," sahut Bi Imah dari dapur.

Adam pun berlalu meninggalkan rumahnya. Tak lupa dia pamit kepada kerabat Khansa. Adam baru pertama kali bertemu dengan kerabat istrinya itu. Selama ini yang dia kenal hanya keluarga inti istrinya. Walau agak ragu meninggalkan kerabat yang baru datang itu, Adam yakin, pasti ada hal penting yang ingin disampaikan wanita itu. Makanya dia membiarkan wanita itu menunggu Khansa di rumah. Dan tidak menyuruhnya untuk ke kantor.

Khansa, pemilik usaha percetakan CV Maha Karya Grafika, di Bekasi. Adam awalnya salah satu karyawan percetakan itu. Mereka saling jatuh cinta dan menikah tiga tahun yang lalu. Selama tiga tahun itu mereka belum dikaruniai anak. Khansa dan Adam sudah beberapa kali menjalani pemeriksaan. Menurut dokter, mereka berdua baik-baik saja. Tidak ada masalah dengan organ reproduksi mereka berdua. Jadi mereka harus lebih bersabar saja menunggu kehadiran sang buah hati.

Dua hari yang lalu, Khansa mengatakan padanya, ingin mengadopsi seorang anak. Adam pun setuju. Sebelumnya, mereka berdua melakukan shalat hajat dan shalat istikharah. Semoga Allah mengizinkan mereka untuk mengadopsi seorang anak.

"Kalau bisa, anaknya laki-laki aja ya." Begitu Adam berharap.

"Aku inginnya perempuan. Biar bisa mengajaknya belanja ke pasar, memasak dan lainnya," harap Khansa.

Begitulah, sejak hari itu, Khansa rajin bertanya kepada kerabatnya tentang seorang anak yang membutuhkan orangtua angkat. Selama ini mereka sebenarnya juga rajin menjadi orang tua asuh di sebuah panti asuhan.

Tapi Khansa menolak mengambil anak dari panti asuhan. Alasannya anak kerabatnya lebih wajib dijadikan anak angkat ketimbang anak yang bukan kerabatnya. Sesuai dengan pesan Rasulullah bahwa menolong itu lebih baik dimulai dari menolong saudara terlebih dahulu, baru kemudian orang lain.

Adam yakin, Ibu yang datang dengan anak perempuan tadi, adalah jawaban Allah atas doa mereka. Tapi karena dia harus melaksanakan shalat zuhur di masjid, maka terpaksa dia tidak bisa menemani tamu tadi.

***

"Namanya Jihan Farhana, Mbak," jelas wanita yang bertamu ke rumah Khansa. Khansa memeluk gadis kecil berwajah oval itu. Kulitnya yang sawo matang terlihat agak kusam. Mungkin karena hidup di desa yang jauh dari fasilitas kebersihan. Khansa memeluk gadis kecil itu dengan lembut.

ELAYNETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang