(Bab 6) Bahagia Itu Sederhana

1.3K 53 9
                                    



Akhirnya selesai juga pekerjaan Jihan mereservasi tiket dan makan siang untuk bulan depan. Dia berjalan keluar kantor pengelola Kebun Raya Bogor. Adam dan Bi Imah menunggu di halaman kantor.

"Udah?" Tanya Adam ketika melihat Jihan berjalan ke arahnya.

Jihan mengangguk sambil tersenyum. "Tapi, kita lihat lokasi untuk games nanti, yuk Buya," ajak Jihan.

Adam mengangguk. Dia dan Bi Imah mengikuti langkah Jihan.

Di depan Jihan, salah satu petugas kebun raya bogor sedang berjalan menuju mobil dinas yang akan mengantar mereka untuk melihat lokasi Family Day nanti. Jihan, Bi Imah dan Adam mengikuti petugas itu.

Beberapa menit kemudian, mereka sudah sampai di jalan yang ditumbuhi pepohonan rindang di kiri dan kanannya. Sepanjang jalan itu ada petunjuk ke arah lokasi pohon yang akan dijumpai pengunjung. Mereka juga melewati sebuah danau yang cukup besar. Di seberang danau itu terdapat Istana Bogor yang cukup terkenal. Istana itu adalah salah satu kediaman presiden RI.

"Wah... ternyata masih ada hutan di kota besar ini, ya?" gumam Bi Imah takjub
"Ini baru jalan utamanya Bi Imah. Ada banyak tanaman dan berbagai pohon di dalamnya," jelas Jihan bersemangat. Dia mengeluarkan kamera saku dari dalam tasnya. Jihan mengambil beberapa gambar pepohonan itu. Sesekali dia juga memotret Bi Imah dengan wajah takjubnya yang membuat Jihan ingin tertawa. Karena Bi Imah selalu terlihat seperti orang yang melongo. Sehingga wajahnya terlihat lucu.

Sepuluh menit kemudian, mobil yang mereka tumpangi berhenti di depan sebuah dataran berumput yang sangat luas. Jihan, Adam dan Bi Imah turun dari mobil. Jihan memandang ke sekelilingnya.

Di sana banyak pengunjung yang sedang menggelar tikar piknik mereka. Ada keluarga kecil, ada juga keluarga besar. Ada anak-anak yang bermain bola bersama orangtua dan saudara mereka.

Di bagian lain, ada sekelompok orang yang sepertinya juga sedang melakukan family day pada hari itu. Mereka terlihat sedang memainkan sebuah game. Di ujung yang lain, Jihan melihat sebuah pemandangan yang cukup menarik. Sepasang calon pengantin terlihat sedang mengambil foto pre wedding mereka.

Fotografernya bersemangat memberikan arahan kepada pasangan calon mempelai. Sepertinya tema yang mereka usung adalah tema vintage. Mereka bersepeda dengan pakaian ala noni Belanda. Kedua calon mempelai itu memang terlihat sangat serasi.

"Alangkah lebih baik berfoto seperti itu ketika mereka sudah selesai melaksanakan akad nikah," celetuk Adam. Jihan tersenyum membenarkan perkataan Adam. Meskipun mereka akan menjadi sepasang suami istri, tapi mereka belumlah resmi menjadi muhrim. Jadi mereka tentu belum sah berfoto sambil berpelukan seperti itu.

"Oke. Nanti acara kita di sini aja ya, Pak. Kami tidak memerlukan apa pun kok. Nanti kami akan membawa tikar sendiri." Putus Jihan. Petugas itu mengangguk setuju.

"Ibu masih mau melihat-lihat dulu, atau mau langsung kembali ke kantor?" Tanya petugas itu setelah Jihan mengambil gambar pemandangan sekitar beberapa kali.

"Kami mau langsung kembali aja, Pak," sambar Adam. Rasanya tidak ada lagi yang perlu mereka lakukan, demikian Adam berpikir. Jihan mengangguk setuju.

"Bi Imah mau dong difotoin di sini," potong Bi Imah. "Bi Imah mau ngasih lihat foto Bi Imah ke cucu Bi Imah."

Jihan tersenyum. "Ayo, Bi Imah bergaya ya," pinta Jihan. Bi Imah lalu bersiap untuk berfoto.

"Buya, nggak mau foto sama Bi Imah," Tanya Jihan.

"Iya, Pak. Kenang-kenangan sama Bi Imah. Abis itu Bi Imah mau berfoto juga sama Mbak Jihan."

Adam melangkah ke dekat Bi Imah. Lalu Jihan pun mengambil foto mereka dengan latar jalan yang dipenuhi pohon pinus di kiri dan kanannya. Terlihat sangat indah.

ELAYNETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang