"Maaf menunggu lama ya Bang Davi." Jihan bergegas duduk di seberang kursi yang diduduki Davi. Tadi setelah Bi Imah mengetuk pintu kamarnya, Jihan segera keluar kamar. Dia merasa hampir ketahuan Bi Imah menguping pembicraan Adam dan Davi.
"Makasih Buya sudah mau menemani Bang Davi," Jihan tersenyum pada Adam. Adam mengangguk. Lalu dia berdiri.
"Oke. Silakan lanjutkan obrolan kalian. Buya mau keluar dulu ya. Kalau perlu apa-apa minta ke Bi Imah aja." Adam meninggalkan Jihan dan Davi.
"Makasih Bang Adam. Hati-hati di jalan." Davi ikut berdiri mengantar Adam keluar rumah.
Jihan mengiringi langkah Adam menuju garasi. Bi Imah membukakan pintu pagar. Adam masuk ke dalam mobil dan segera menutup pintu mobil. Dia menurunkan kaca jendela mobil karena Jihan mash berdiri di samping mobil.
"Buya jalan dulu, ya. Jihan masuk sana. Nggak enak Davi menunggu terlalu lama."
Jihan mengangguk sambil tersenyum. "Hati-hati, Buya."
Adam tersenyum. Senyuman yang terasa dipaksakan. Jihan kembali ke rumah ketika mobil Adam sudah menjauh. Davi berjalan mengikuti Jihan ke dalam rumah.
"Silakan duduk Bang Davi." Jihan duduk di sofa kulit hitam bergaya minimalis. Davi duduk di harapan Jihan. Suasana canggung menghampiri mereka. Jihan tidak ingin berlama-lama dalam suasana canggung tersebut.
"Silakan diminum teh-nya Bang Davi."
"Udah kok. Tadi saya sudah minum bareng Bang Adam. Ohya, Bang Adam sengaja keluar atau beliau memang beliau punya jadwal keluar rumah hari ini?" Davi terlihat penasaran dengan kepergian Adam.
"Sepertinya memang ada kerjaan di luar." Jihan tidak yakin dengan jawabannya. Kenapa Adam tidak berada di rumah saja seperti yang dia minta kemarin. padahal dia sudah mengatakan alasannya mengajak Davi ke rumah karena ada Adam dan Bi Imah di rumah. Dia tak mau ada fitnah jika hanya dia dan Davi saja di rumah.
Bersyukur Bi Imah mau duduk di ruang keluarga sambil menonton TV. Jadi Jihan merasa sedikit lebih tenang sekarang.
"Ohya, katanya Bang Davi ada yang mau diomongin sama saya. Masalah apa?" Jihan tak ingin berlama-lama menahan rasa canggung ini.
"Oh iya. Hmmm ... begini." Davi terlihat salah tingkah. Tapi beberapa saat kemudian dia menarik napas dan terlihat sudah mantap ingin mengatakan sesuatu.
"Jihan, saya memang baru mengenal Jihan. Tapi ketika saya bertemu Jihan pertama kali, saya langsung mencari tahu tentang Jihan. Saya tanya Bang Doni, saya cari tahu juga di medsos dan tanya sana-sini. Intinya saya menyukai Jihan. Saya berharap bisa lebih mengenal Jihan. Saya ingin belajar islam dan menjalankan ibadah bersama Jihan. Saya berharap Jihan menjadi istri saya."
Walau Jihan sudah tahu Davi akan menyatakan isi hatinya, tak urung Jihan terkejut juga mendengar pengakuan Davi. Lelaki itu sangat serius dengan ucapannya. Terbukti dari penjelasannya yang sangat sitematis. Pasti dia sudah menyiapkan kata-kata yang akan diucapkannya sejak lama.
Jihan menarik napas dalam. Dia masih menunduk menjaga pandangannya dari menatap Davi. Dia sudah mempersiapkan jawaban terbaiknya untuk Davi. Hanya saja, saat ini dia merasa sedikit gugup. Jihan beristighfar dalam hati. Dia minta kekuatan pada Allah agar melancarkan lidahnya menjawab lamaran Davi. Beberapa kali Jihan menarik napas panjang dan mengembuskannya lagi.
Jihan menatap wajah Davi sebentar. Laki-laki itu masih menunggu jawaban Jihan. Gadis itu kembali menunduk.
"Nggg... sebenarnya Jihan agak kaget mendengar perkataan Bang Davi. Tapi Jihan ingin jujur pada Bang Davi. Entah Bang Davi sudah mengetahui hal ini atau belum. Tapi ini sangat penting dan harus Jihan kasih tahu ke Bang Davi jika Bang Davi ingin menjadi imam Jihan. Begini..." Jihan lalu menceritakan tentang dirinya pada Davi bahwa dia adalah anak angkat keluarga Adam. Ayah dan ibunya sudah meninggal ketika dia masih belia.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELAYNE
Novela JuvenilElayne, seseorang yang sangat ingin dicari Jihan. Karena Elayne sudah mencuri naskahnya dan menerbitkan naskah itu tanpa minta izin padanya. Jihan berencana menemukan penulis yang bernama Elayne itu di mana pun dia berada. Dimulai dengan menelepon e...