Axal duduk di samping Thalia dengan kepala yang tersandar pada batang pohon besar dengan daun yang rindang, terasa sejuk dipadukan dengan angin lembut yang menggelitik permukaan kulit.
"Aku cape. Tapi, aku gak pernah cape buat ngejar kamu." Tiba – tiba Axal berucap demikian membuat Thalia mengalihkan pandangannya pada Axal yang sedang memejamkan kedua matanya.
"Kita udah gak bisa balik kayak dulu lagi Xal."
Axal membuka kedua matanya mendengar penuturan tersebut, kini mata mereka saling bertemu. Tersirat kerinduan dikedua mata mereka yang tidak bisa terungkapkan.
"Kenapa? Gak ada kesempatan buat aku memperbaiki hubungan kita?"
Mata Thalia tampak berkaca-kaca.
"Kamu sayang sama dia?"
"Iya."
"Kamu cinta sama dia?"
"Iya."
"Aku terlambat ya Lia?"
Thalia diam, tidak tahu harus menjawab apa.
"Hah..." Axal menghela nafas panjang lantas mengalihkan pandangannya ke atas langit luas yang membentang tanpa ujung.
"Jika kamu udah ngomong gitu. Aku bisa apa? Aku gak bisa maksa kamu buat cinta sama aku." Axal tersenyum menatap langit, senyum pahit.
Thalia diam, mendengarkan. Matanya sudah sangat berembun, penglihatannyapun kini sudah tidak jelas tersita oleh gumpalan air yang siap untuk meluncur kapan saja, dan mungkin sebentar lagi akan tumpah membanjiri pipinya.
"Aku sekarang ngerasain apa yang dulu kamu rasain. Ternyata sakit. Melihat orang yang kita cintai lebih memilih orang lain." Ucap Axal dibarengi dengan tawa kecut menyadari bahwa dirinya memang pengecut.
Thalia masih diam.
Axal mengalihkan pandangannya kembali ke arah Thalia. Kini pipi Thalia sudah di banjiri oleh cairan bening yang keluar dari matanya. "Tapi kok kamu nangis, sih." Axal mengusap air mata di pipi Thalia, "gimana aku bisa ngelepasin kamu kalau mata kamu seakan berkata 'Jangan pergi, Xal'".
Tiba-tiba semua kenangan manis yang pernah dilalui oleh mereka berdua berputar secara otomatis di dalam otak keduanya layaknya layar tancap yang memutar film dokumenter. Menambah kesan pilu yang mendalam. Kenapa kisah cinta mereka harus berakhir seperti ini? Mereka tahu bahwa mereka saling mencintai, tapi kenapa mereka tidak bersatu saja dan hidup bahagia selamanya? Kadang apa yang diharapkan tidak selalu berbuah manis.
Axal di sana menitikkan air matanya, kenapa di saat seperti ini, kenangan manis mereka harus muncul di otaknya, kenapa tidak kenangan saat dirinya menganggap Thalia bukan siapa – siapa saja agar dia tidak terlalu terbebani melupakannya. Seakan seperti ucapan terakhir yang semesta tontonkan padanya.
🍃🍃🍃
KAMU SEDANG MEMBACA
So Far Away ✔✔✔
Teen FictionMencintaimu adalah hal yang paling menyakitkan. Setiap hari aku selalu membayangkanmu dan menangis, tanpamu aku tidak bisa melakukan apapun. Aku selalu mengawasimu dari kejauhan. Seperti angin dan debu, yang tak bisa ku tangkap walau kau sedekat nad...