Thalia terlihat sedang memasak dengan riangnya, dia tidak ingin siapapun membantunya untuk memasak, dia bilang bahwa dia akan memasak khusus untuk mereka semua. Tidak seperti biasanya, Nadia, Yuri, Davin, dan Axal merasa ada yang mengganjal dari sifat Thalia setelah dia keluar dari penjara. Entah itu hanya perasaan mereka saja, atau memang seperti itu adanya?
Hanya Calvin seorang yang merasa tidak terusik sama sekali dengan sikap Thalia, karena memang hanya dialah yang mengetahui kebenaran yang sebenarnya. Dia hanya bisa diam, karena adik sepupu kesayangannya yang memintanya untuk tetap diam dan mengikuti alur cerita yang sudah dia susun serapih mungkin.
Calvin membantu Thalia untuk membuat api yang dinyalakan di tungku yang terbuat dari batu bata itu agar tetap menyala. Sesekali Axal melihat mereka tertawa bersama sambil menjaili satu sama lain. Mereka terlihat seperti pasangan yang berbahagia.
"Hahh!" Axal hanya bisa menghela nafas gusarnya. Ia juga hanya bisa memperhatikan Thalia dari jauh, dengan sebuah gitar yang berada dalam pangkuannya. Dia rencananya nanti akan menyanyikan lagu khusus untuk Thalia.
Tiba-tiba seseorang menghampiri Axal dan menepuk bahu Axal pelan. Axal tidak mengalihkan perhatiannya dari siluet Thalia, ia juga mengetahui siapa yang duduk di sampingnya.
"Kamu yang sabar ya?"
Pertanyaan yang dilontarkan Nadia tidak seperti pertanyaan di telinga Axal, namun itu seperti sebuah kalimat perintah yang harus dia lakukan.
"Thalia pernah cerita sama kamu tentang hubungan mereka?" tanya Axal datar.
Nadia menggelengkan kepalanya lemah, walaupun dia sendiripun tahu bahwa Axal tidak melihatnya.
"Jujur. Tidak ada satupun dari kita yang tahu tentang hubungan mereka. Ini aneh menurut aku, Thalia tidak sedikitpun bisa menyembunyikan sebuah rahasia besar dari Davin. Tapi kamu sendiri liat, kan tadi? Davin juga kaget liat mereka."
"Kamu merasa ada yang aneh dari sikap Thalia belakangan ini?" Tanya Davin penuh selidik. Kini dia tidak lagi memandang ke arah Thalia, karena pembicaraannya sudah mulai penting menurutnya.
"Iya aku juga merasa begitu. Apalagi dengan hubungan mereka." tiba-tiba Yuri duduk di antara Axal dan Nadia.
"Kamu tahu? Dulu saat Calvin masih kelas 12, dan kita masih kelas 10, dia memang ngejar - ngejar Thalia. Thalia risih, dia terus - terusan menolak Calvin dengan cara halus sekalipun, dia juga tidak pernah mau menatap Calvin karena dulu fokusnya hanya untuk kamu, Xal. Dia bilang, dia tidak pernah melihat wajah Calvin, karena dia tidak mau.
Waktu itu, siapa coba yang gak mau sama Calvin? Dia famous, ganteng, tinggi, punya wajah mirip sama Charlie Puth. Kamu juga tau sendirikan, kalau Thalia fans berat Charlie Puth? Tapi Thalia sama sekali gak mau walau Axal terus – terusan mengabaikan dia. Dia tidak pernah mau sama Calvin dan lebih memilih Axal.
Walaupun pada saat itu hubungan kami kurang baik, tapi percaya atau tidak, aku selalu mengawasi dia dari jauh, aku tahu dia memang tulus temenan sama aku. Tapi ego aku gede, jadi dengan bodohnya, aku mencampakkan Thalia demi ego aku. Harusnya dulu aku mikir, kenapa Thalia harus membunuh Devan, diakan sangat menyayanginya."
"Makanya jangan berprasangka buruk dulu sama orang." Nadia menjitak kepala Yuri. Namun seperti biasa, Yuri tidak mempedulikannya, ia hanya menatap datar Nadia, dan itu membuat nyalinya ciut.
"Makanan siap!" Teriak Thalia.
"Api unggun juga udah siap!"
🍃🍃🍃
"Truth or dare?!" tanya Thalia saat botol yang mereka putar tepat di hadapan Axal.
"Dare." jawab Axal mantap.
KAMU SEDANG MEMBACA
So Far Away ✔✔✔
Teen FictionMencintaimu adalah hal yang paling menyakitkan. Setiap hari aku selalu membayangkanmu dan menangis, tanpamu aku tidak bisa melakukan apapun. Aku selalu mengawasimu dari kejauhan. Seperti angin dan debu, yang tak bisa ku tangkap walau kau sedekat nad...