"Sekarang kamu sadar? Kelakuan buruk kamu pada Thalia apa? Thalia ya walaupun dia mudah untuk memaafkan, dia juga wanita! Wanita itu butuh pengertian dari kita sebagai laki-laki. Sebelumnya aku udah ingetin kamu, kalau penyesalan tidak akan pernah ada di awal. Hati suatu saat pasti akan lelah untuk menunggu. Dan malam ini, Thalia menunjukkan kelelahan hatinya dengan pergi dari hidup orang-orang yang dia sayangi."
Axal terdiam menatap pesawat yang baru saja lepas landas, wajahnya dingin sedingin es. Mata tajamnya seakan mendung dan mungkin sebentar lagi akan turun hujan. Rahang kokohnya mengeras karena amarah yang ia pendam. Ia sangat ingin berteriak "THALIA JANGAN PERGI! MAAFIN AKU. AKU SANGAT MENCINTAI KAMU." dan saat ia meneriaki itu, pesawat yang dinaiki Thalia berputar haluan dan tidak jadi pergi.
Tapi Axal sadar, itu adalah hal yang sangat mustahil. Thalia tidak akan kembali. Axal sudah mulai harus melupakan Thalia. Untuk apa menunggu yang tidak pasti? Bukankah lebih baik dicintai daripada mencintai? Dan orang yang sangat mencintai Axal masih berada di dekatnya. Untuk apa mengejar jika dia berusaha untuk menghindar? Bukankah itu hanya menyakiti perasaan saja? Jika memang Thalia mencintainya, dia pasti akan tetap berada didekatnya, memperbaiki kesalahpahaman diantara mereka, bukan malah menghilang.
Hati Axal sakit saat memikirkan bahwa Thalia memang sudah tidak mencintainya, ia tahu kalau dirinya egois. Selalu ingin dimengerti tapi sulit untuk mengerti. Tapi seharusnya jika Thalia memang serius ingin mencairkan hatinya, ia harus berusaha lebih besar lagi.
Tapi Calvin memang benar, mungkin hati Thalia terlalu lelah hingga akhirnya ia memutuskan untuk pergi. Axal pergi meninggalkan Calvin yang menatap kasian terhadapnya.
"Aku bisa melihat cinta sekaligus benci di mata kamu. Kamu emang cowok terbrengsek kedua setelah aku." Gumam Calvin menggelengkan kepalanya menatap Axal.
Perhatiannya kembali terarah pada pesawat yang kini sudah semakin mengabur dari pandangannya.
"Selamat tinggal Thalia. Kakak tahu kamu pergi karena ada alasannya, bukan sekedar untuk lari dari masalah. Semoga kamu baik-baik dan bahagia dimana pun kamu berada. Kakak sangat menyayangimu young sister."
***
"Thalia kok belum dateng ya?" Nadia berbisik pada Yuri yang juga sepertinya bingung karena ketidakhadiran Thalia, ponselnya Thalia juga tidak aktif. Itu membuat mereka berdua khawatir. Beberapa saat kemudian, Axal dengan lempengnya masuk ke dalam kelas yang saat itu sudah ada pak Gunawan yang sedang menerangkan bahasa Jepang di depan.
Wajah Axal yang biasanya menampilkan wajah cool, dan calm kini tampak acak-acakkan dan dia juga mengeluarkan aura yang tidak enak. Pak Gunawan menggelengkan kepalanya heran dengan kelakuan Axal.
"AXAL! Apa kamu tidak punya sopan santun? Apa kamu tidak lihat saya sedang ..."
Perkataan pak Gunawan terhenti karena Axal yang langsung bangkit dari duduknya dan keluar dari kelas dengan menutup pintunya dengan sekencang-kencangnya. Pak Gunawan mengelus dadanya sabar. Sedangkan yang lainnya menjengit kaget karena suara pintu yang sangat kencang.
"Itu anak kenapa? Pasti berantem lagi sama Thalia deh." Bisik Nadia pada Yuri. Yuri merespon Nadia dengan manaikkan bahunya sedikit. Tanda bahwa ia tidak tahu.
***
Axal sudah berada di parkiran sekolah, dia sudah bersiap untuk memakai helmnya. Tapi tidak jadi, karena ada barang yang ia tinggalkan di dalam lokernya. Dia bergegas menuju lokernya. Saat dia sampai, dia langsung membuka lokernya.
Betapa kagetnya dia saat membuka lokernya, ada dua buah kado kecil di dalamnya dan sepucuk surat yang bertuliskan di depannya. Kalau Virgoun punya surat cinta untuk Starla, aku punya surat Thalia untuk Axal. Hehehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
So Far Away ✔✔✔
Teen FictionMencintaimu adalah hal yang paling menyakitkan. Setiap hari aku selalu membayangkanmu dan menangis, tanpamu aku tidak bisa melakukan apapun. Aku selalu mengawasimu dari kejauhan. Seperti angin dan debu, yang tak bisa ku tangkap walau kau sedekat nad...