Satu bulan sudah berlalu sejak musibah yang menimpa keluarga kencana, karena sang pemilik saham terbesar telah meninggal. Kini, seluruh keluarga kencana tengah mencari surat wasiat yang telah ditulis oleh almarhum dan almarhumah. Surat wasiat yang menentukan keluarga mana yang akan mendapatkan warisan dan saham terbesar, entahlah, tidak ada yang mengetahuinya.
Sejak meninggalnya nyonya dan menghilangnya tuan Kencana, seluruh keluarga bersaing untuk mencari pengacara yang memegang surat wasiat itu, seluruh keluarga kecuali Thalia yang masih tertekan.
Setelah sebulan mengasingkan diri di suatu tempat yang tidak satu orangpun mengetahuinya dan bolos sekolah, kini Thalia telah kembali. Pagi ini ia kembali dari tempat persembunyiannya dan langsung menuju ke Sekolah.
Semua orang tampak memandangi sosok yang dulunya dijuluki si biang onar sekolah dengan tatapan aneh. Dulu, mereka selalu melihat sosok Thalia yang ceria saat melewati koridor kelas, entah itu bersenandung, ataupun menjahili siapa saja yang berada di depannya, entah itu kakak kelas ataupun seangkatan.
Sosok itu telah menghilang selama sebulan. Dan kini, dia kembali dengan kepribadian yang berbeda. Bila dulu orang akan menyapanya ramah, sekarang tidak ada satupun dari mereka yang berani menyapa.
Tubuhnya yang dulu sangat ideal gols, kini terlihat sangat kurus tak terurus. Rambutnya yang indah berkilau, kini tampak kusam tak terawat. Matanya yang dulu selalu memancarkan keceriaan, dan bibirnya yang selalu membentuk senyuman manis, kini berubah menjadi mata yang setajam elang, aura yang dingin, dan bibirnya tidak sedikitpun membentuk senyuman. Kehilangan orang yang sangat berarti dalam hidup seseorang memang bisa mengubah kepribadiannya menjadi sangat berbeda.
Thalia memasuki kelasnya. Seketika kelas yang tadinya sangat ramai dan berisik, menjadi hening lantas semua mata tertuju pada Thalia.
Langkah Thalia terhenti di ambang pintu, ia memandangi semua orang yang tengah memandangnya dengan tatapan terkejut dengan pandangan dingin dan tajam.
"Kenapa berhenti? Kalian bisa nerusin kebisingan kalian. Anggap aku gak ada di kelas ini." Ucapnya begitu dingin.
Semua orang malah memandang Thalia dengan bingung. Thalia benar-benar berubah, dan mereka tidak suka! Mereka lebih menyukai Thalia si biang onar yang membuat mereka tertawa lepas, daripada Thalia yang diam dan mengerikan seperti ini.
Thalia memandang kembali teman-teman kelasnya, tatapannya terhenti pada sosok Axal yang menatapnya dengan tatapan terkejut. Thalia memberi tatapan dingin pada Axal, kemudian mengalihkan kembali tatapannya pada sosok wanita bertubuh gemuk yang sedang duduk bersama Yuri. Yuri menatapnya sinis, sedangkan Nadia menatapnya terkejut.
Thalia berjalan menuju bangkunya yang terletak di pojok, kini ia akan duduk sendirian. Sebelumnya, langkahnya juga terhenti saat melewati bangku Yuri.
"Sekarang aku sadar, gak ada yang namanya sahabat yang benar-benar sahabat. Itu hanyalah sebuah kedok belaka agar dia ada yang menemani. Hahhhh memang tidak ada yang bisa dipercaya di dunia ini. Semuanya adalah musuh yang bisa kapan saja menghunuskan belatinya dari belakang."
Setelah mengucapkan itu dengan sangat dingin dan pelan tapi masih terdengar oleh Nadia dan Yuri, Thalia langsung duduk di bangkunya, kemudian ia melipat kedua tangannya di atas bangku dan menenggelamkan kepalanya.
Suasana kelas kembali ramai. Yuri dan Nadia terdiam dengan pikirannya masing-masing. Yuri tampak cuek, namun tidak dapat di pungkiri bahwa hatinya begitu cemas saat melihat keadaan Thalia. Nadia? Ia justru merasa sangat bersalah. Ia tahu masalah diantara Yuri dan Thalia karena Thalia telah menceritakan semuanya tanpa terkecuali.
Dan sekarang? Ia malah bersama dengan Yuri, dengan kata lain, Nadia telah menyetujui perkataan Yuri yang beranggapan bahwa Thalia telah membunuh saudaranya sendiri. Itu sama saja dengan sebuah pengkhianatan, bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
So Far Away ✔✔✔
Teen FictionMencintaimu adalah hal yang paling menyakitkan. Setiap hari aku selalu membayangkanmu dan menangis, tanpamu aku tidak bisa melakukan apapun. Aku selalu mengawasimu dari kejauhan. Seperti angin dan debu, yang tak bisa ku tangkap walau kau sedekat nad...