Lika demi liku jalan yang memutari sebuah pegunungan yang penuh dengan kebun teh telah dilewati. Tanaman teh yang tumbuh di atas bukit terlihat hijau dan segar. Dingin menyambut permukaan kulit kala Axal, Davin, Yuri, dan Nadia menginjakkan kaki di salah satu pusat perkemahan di daerah puncak.
Tempat yang mereka pilih merupakan tempat yang berada di pedalaman, di atas bukit dan dekat dengan hutan. Alasan mereka memilih tempat itu adalah agar lebih menyenangkan untuk menghabiskan waktu bersama, tanpa ada orang lain yang akan mengganggu atau merasa terganggu.
Saat mereka berjalan sekitar 15 menit dari tempat mereka memarkirkan mobil mereka, tampaklah Thalia yang sedang melambaikan kedua tangannya dengan senyum bahagia yang terpajang diwajah cantiknya.
Di belakangnya terdapat 2 buah tenda yang berukuran sedang, dan juga di samping Thalia berdiri sosok cowok tampan yang juga tengah melambai ke arah mereka.
Mereka hanya bisa mengerutkan dahi bingung, karena tidak mengetahui sosok cowok itu. Di sini, mungkin Axallah yang paling panas, apalagi saat melihat sebelah tangan cowok itu merangkul bahu Thalia mesra tanpa sedikitpun kecanggungan.
Maka Axal tidak sedikitpun menunjukkan senyuman pada cowok itu, ia hanya bisa berjalan mendekat pada Thalia dan cowok itu dengan wajah dingin.
"Kalian sampai lebih cepat dari yang kita perkirakan." ucap Thalia memulai percakapan. Ia menunjukkan ekspresi bahagianya.
Namun, entah kenapa, cowok yang berada disamping Thalia menunjukkan ekspresi muram, tapi sebisa mungkin ia menampakan wajah yang bahagia. Entahlah, ini memang perasaan Axal atau memang ada sesuatu yang mengganjal dari Thalia dan cowok di sampingnya.
"Jadi ini alasan kamu mau berangkat lebih awal dari kami?" Tanya Davin sambil memandangi pemandangan yang berada di belakang Thalia.
"Yups. Aku sengaja persiapkan ini sama kak Calvin supaya kalian enggak perlu cape menata dan mendirikan tenda. Aku baik, kan?"
"Aku terhura." ucap Yuri sambil dengan susah payah membuat ekspresi sedih ala ala alay. Namun Yuri tetaplah Yuri si muka datar yang tidak pandai mengubah ekspresi.
"Kamu tuh gak pantes ngubah ekspresi. Udah bawaan orok dingin mah dingin aja yang." Ucap Davin sambil mencubit kedua pipi Yuri. Semua orang menatap kaget pada Yuri dan Davin.
"Yang?" ucap mereka serempak. Kecuali Calvin tentunya yang tidak tahu menahu tentang teman-teman Thalia.
Davin cengengesan dan menggaruk tengkuk lehernya yang sebenarnya tidak gatal. Ia kemudian merangkul bahu Yuri mesra. Sedangkan Yuri hanya dia menyedekapkan kedua tangannya di depan dada. Walaupun ekspresi wajahnya dingin, namun tak urung kedua pipinya memerah juga.
"Hehehe. Yahh sekarang Yuri pacar aku."
"Pacar?" beo mereka kompak bak paduan suara. Itu membuat Davin kesal karena respon teman-temannya yang kelewat lemot.
Masa iya selama ini mereka tidak peka kalau Davin dan Yuri selalu pergi berdua? Bahkan saat menemui Thalia di rooftop saja, Yuri bela-belain pergi ke kelas Davin.
"Kalian kalau jadi paduan suara cocok."
Thalia maju, melepaskan rangkulan tangan Davin dari bahu Yuri, ia kemudian mengapit kedua leher sahabatnya itu dengan semangat 45. Davin dan Yuri terbatuk akibat apitan tangan Thalia yang benar – benar kuat.
"Aku gak bisa nafas bego." pekik Davin menjitak kepala Thalia. Akhirnya, Thalia melepaskan apitannya dan meringis sambil mengusap kepalanya.
Yuri yang berada di samping Thalia terbatuk. "Pacar akuee." ucap Davin sedikit berteriak.
KAMU SEDANG MEMBACA
So Far Away ✔✔✔
Novela JuvenilMencintaimu adalah hal yang paling menyakitkan. Setiap hari aku selalu membayangkanmu dan menangis, tanpamu aku tidak bisa melakukan apapun. Aku selalu mengawasimu dari kejauhan. Seperti angin dan debu, yang tak bisa ku tangkap walau kau sedekat nad...