BAGIAN 9 : RAHASIA KECIL THALIA

1.2K 80 5
                                    

Mendung, gelap, dan menyeramkan. Suasana yang pas dengan hati seorang gadis yang saat ini tengah duduk di pinggir sebuah makam bertuliskan Devan Ismail bin Henry Devanno Kencana. Bandung, kota terpadat setelah Jakarta.

Gadis itu nampak memakai kacamata hitam, dan baju serta celana serba hitam dipadukan dengan kerudung hitam yang hanya dia sampirkan di atas kepalanya. Tidak peduli, jika hujan akan datang dengan kawanannya yang akan mengeroyoki tubuh gadis itu hingga menjadi basah.

"Hai, bang Dev? Gimana kabar abang? Apa kamu bahagia di sana? Bang Dev bahagia udah ninggalin aku di sini sendiri? Kenapa harus pergi tanpa ngajak aku sih?! Aku pengen ikut sama kamu. Aku cape di sini!" Gadis itu memeluk nisan dari makam tersebut dan mulai menangis, seiring dengan hujan yang mulai menetes membasahi permukaan bumi.

"Bang Dev, aku boleh curhat? Semenjak kepergian bang Dev, keluarga kita jadi berantakan, ayah jadi kasar, bunda jadi dingin. Bang Dev inget? Dulu ada cowok yang ngejar-ngejar aku waktu SMP, tapi aku nangis karena taku t sama cowok itu. Dan aku sekarang malah ngejar – ngejar cowok yang sama sekali gak cinta sama aku. Sekarang aku bisa ngerasain gimana rasanya cowok yang ngejar aku waktu SMP. Ya mana aku tahu soal cinta – cintaan, bocah ingusan waktu SMP gitu mana tahu." Thalia berhenti sejenak, mendongakan kepalanya pada langit dan mengusap air mata yang sudah mulai turun lalu kembali menatap nisan itu sambil tersenyum sendu.

"Maafin aku ya, baru ke sini semenjak kematian bang Dev. Aku terlalu larut dalam kesedihan. Aku rindu pelukan kamu. Kata orang, kita itu kayak kembar, lucu banget gak sih? Padahal kitakan orang tua aja beda. Tapi aku salut sama bang Dev, walaupun bang Dev tidak pernah bertemu sama ibu kandung abang karena ibu kandung abang meninggal saat melahirkan abang, abang tetap tidak pernah memperlihatkan kesedihan dan keirian abang pada orang – orang beruntung yang masih bisa melihat ibu mereka hingga mereka dewasa. Dan juga, bang Dev tidak pernah melihat papa bang Dev, tapi bang Dev tidak pernah membenci orang yang masih memiliki papah.

Sedangkan aku ? Kedua orang tua masih utuh dan aku malah bersikap kurang ajar sama mereka. Aku itu tidak bersyukur banget kan bang? Harusnya aku jadi anak yang berbakti mumpung bunda sama ayah masih ada di dunia ini. Tapi aku malah sering bertengkar sama mereka dan bahkan membenci teh Thania karena bunda sama ayah yang kelihatan lebih menyayangi teh Thania dibanding sama aku. aku memang anak yang gak tahu diri kan bang? Bang... Lia kangen... Lia pengen ketemu abang..."

Tangisan sang gadis mereda, seiring dengan hujan yang mulai gerimis. Alam seakan mempermainkan hati sang gadis, ketika ia menangis, sang hujan turun begitu lebat, menyamarkan isakan tangis gadis itu. Dan ketika tangis gadis itu mereda, hujanpun ikut mereda, seakan menutupi kesedihan gadis itu, agar tak ada seorangpun yang tahu bahwa gadis itu adalah gadis yang lemah dan rapuh.

🍀🍀🍀

"Yuri? Kamu...Yuri, kan? Temennya Thalia?" Tanya Axal ragu, sambil menepuk pelan bahu gadis yang duduk sendirian di bangku tepat dihadapannya. Gadis itu tengah membaca novel, yang entah apa judulnya, Axal tidak tahu, sambil mendengarkan musik melalui earphone berwarna magenta.

Yuri berhenti dari aktifitasnya membaca novel saat merasakan tangan seseorang singgah dipundaknya, pandangannya teralih pada tangan Axal yang masih setia memegangi bahunya. Axal yang langsung menyadari tatapan tidak bersahabt dari Yuri pun langsung menarik tangannya dari bahu Yuri, dan meminta maaf padanya.

Yuri dengan malas, membalikan tubuhnya sehingga dirinya menghadap Axal yang menatapnya dengan dingin. Yuri balas menatap tatapan dingin Axal dengan tatapan yang tak kalah dingin, kemudian terciptalah suasana hening yang menegangkan.

"So?" Tanya Yuri dingin, alis sebelah kanannya terangkat sedikit.

"Kamu tahu kenapa Thalia gak masuk kelas hari ini?" Tanya Axal langsung pada inti.

So Far Away ✔✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang