Walau seberapa banyak pun kamu menyakiti, nyatanya aku gak akan pernah bisa benci sama kamu. Dan aku benci akan kenyataan itu.
"Kau ingat apa yang harus kau lakukan? "
Gadis yang ditanya demikian itu tampak menghela nafas pasrah dan menundukkan kepalanya. Ia kemudian menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
"Yeah. I always remember. But, kamu juga harus tepatin janji kamu."
"Bukan suatu masalah yang besar buat aku."
Gadis yang tadi menganggukkan kepalanya tersenyum sendu.
"Setidaknya aku punya waktu satu minggu."
"Bukankah saya terlalu baik?"
"ya kau terlalu baik. Saking baiknya, aku ingin sekali membunuhmu."
🍃🍃🍃
Pagi ini Thalia sudah siap dengan seragam SMA. Ia mengenakan rok panjang semata kaki, kaos kaki putih, sepatu hitam mengkilap, rambutnya ia diikat layaknya ekor kuda, dan ada riasan rambut dirambutnya. Ia kini berdiri di halte yang berada di depan gedung apartementnya. Ia sedang menunggu angkot untuk pergi ke sekolahnya.
Sebenarnya jantungnya kini tengah berdegup dengan ritme yang cepat. Ia takut, sekaligus malu kepada seluruh teman sekolahnya. Nyatanya ia akan diejek tidak tahu malu karena kembali ke sekolah terhits di Jakarta setelah menghabiskan waktu cukup lama di dalam sel penjara.
"Hai."
Tiba – tiba seseorang menyapa Thalia ketika ia sedang termenung. Thalia mendongakkan kepalanya, dan terlihatlah seseorang duduk di atas jok motor besarnya.
Ia membuka helm fullface nya dan tersenyum pada Thalia.
"Naik."
Seperti biasa, Axal memang tidak suka basa basi. Nadanyapun terdengar dingin, walau Thalia yakin bahwa Axal mencoba untuk bersikap ramah. Namun, memang karakter Axal sudah seperti itu, susah untuk diubah.
Jika dia adalah Thalia yang dulu dan tidak tahu malu, ia pasti akan dengan bersemangat menganggukkan kepalanya dan langsung naik ke atas motor besar itu. Tapi, sekarang situasinya berbeda, Thalia sudah memantapkan hat Ih nya untuk melupakan perasaannya pada Axal, ia ingin menjadi teman Axal saja. Itu sudah lebih dari cukup untuk Thalia, karena sekarang ia sadar, jika Axal tidak ditakdirkan untuknya.
"Tidak Axal. Aku lagi pengen naik angkot."
Axal bingung, ia ingin pergi bersama – sama dengan Thalia, namun ia juga tidak bisa memaksa Thalia untuk ikut bersamanya.
"Tapi..."
"Axal. Aku tahu kalau kamu khawatir sama aku. Tapi swear deh! Aku lagi kepengen naik angkot."
Thalia mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya pertanda ia memang benar-benar ingin naik angkot.
Axal menghela nafasnya. Ia turun dari motornya sambil menjinjing helmnya, ia kemudian berdiri di samping Thalia.
"Kalau gitu, aku bakalan nemenin kamu sampai angkot datang."
"Xal..." Thalia menatap Axal kesal, ia sungguh tidak apa-apa. Dan dia tidak mau Axal dibicarakan teman sekolahnya hanya karena dia bersama dengan mantan narapidana. "Aku gak apa-apa. Jadi plis, kamu gak usah nganterin atau nemenin aku. Aku janji, aku gak bakalan bolos deh swear."
Axal menghela nafas gusar, sejenak ia memperhatikan mata Thalia yang bersungguh-sungguh ingin dia pergi sekarang. Axal khawatir dengan apa yang akan Thalia dapat di sekolah. Axal hanya khawatir, itu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
So Far Away ✔✔✔
Teen FictionMencintaimu adalah hal yang paling menyakitkan. Setiap hari aku selalu membayangkanmu dan menangis, tanpamu aku tidak bisa melakukan apapun. Aku selalu mengawasimu dari kejauhan. Seperti angin dan debu, yang tak bisa ku tangkap walau kau sedekat nad...