Yang sudah berlalu biarlah berlalu. Jadikan itu sebagai pelajaran untuk ke depannya. Percuma menyesali sesuatu yang tidak akan kembali.
"Axal! Mau berapa lama lagi kamu ngurung diri di kamar?! Cepat keluar!" Gedoran pintu terdengar dari lantai atas. Lantas sang papa yang sedang sarapan bersama Ahmad, adik Axal, menghentikan kegiatannya yang sedang mengoles selai pada tubuh roti. Ia beranjak ke lantai atas, berdiri di samping sang istri yang sedang menggedor pintu kamar putra sulungnya dengan kesal.
"Udahlah ma. Axal udah gede, nanti juga kalau udah cape keluar sendiri." Tangannya mengelus puncak kepala istrinya dengan penuh kasih sayang.
"Tapi, pa! Papa sendiri tau kan kalau Axal keras kepala. Sama kayak papanya."
"Biarin dia nenangin pikiran dulu ma. Dia pasti masih syok dengan pertunangannya setelah putus dengan mantan pacarnya. Lagian mama sih! Kok gak cerita kalau Axal udah berpaling ke lain hati?"
"Papa nyalahin mama?!" Mama melotot dengan berkacak pinggang pada papa.
"Bukan begitu ma. Kita sebagai orang tua harusnya tidak memaksakan anak sendiri mencintai seseorang yang dia tidak cintai."
"Tapi mereka dulu saling mencintai kok."
"Itukan dulu ma. Sekarang beda lagi."
"Sama! Buat mama, sekarang sama dulu gak ada bedanya! Amelia tetep bakalan jadi menantu di rumah ini! Titik!" Mama pergi meninggalkan papa yang terperangah menatapnya. Apalagi saat pergi, mama menghentakkan kakinya layaknya abg yang sedang marah terhadap pacaranya.
"Sekarang siapa yang keras kepala? Hah... mama... mama... kamu itu udah tua, tapi kelakuanmu masih saja seperti dulu saat kita pacaran." Papa Axal terkekeh sambil menggelengkan kepalanya.
Tanpa mama Axal ketahui, papa Axal mempunyai kunci cadangan seluruh pintu yang berada dalam rumah ini. Ia merogoh saku celana santainya, berhubung ini hari minggu, jadi ia menghabiskan waktu bersama keluarga di rumah.
Setelah menemukan kunci yang cocok dengan lubang pintu kamar Axal, ia memasukan kunci itu ke dalam lubang dan memutarnya. Pintupun dapat terbuka.
Papa Axal membuka pintu dengan perlahan, ia menatap sekeliling kamar Axal yang rapi dan terlihat elegant itu. Namun nihil, tak ada Axal dimana-mana.
Papa Axal kaget, dan panik. Ia mencari keseluruh ruangan yang berada di dalam kamar Axal. Ia bahkan mencari ke dalam lemari pakaian Axal yang besar, kali aja Axal ketiduran di dalam lemari?
Tetap tidak ada, itu menambah kepanikan sang papa. Hanya satu yang belum ia lihat, balkon kamarnya Axal. Ia berharap kalau Axal ada di sana, jika tidak maka... dia akan dicincang hidup-hidup oleh istrinya!
Papa Axal bernafas lega saat melihar keberadaan Axal di balkon. Keadaan Axal benar-benar kacau, ia bahkan masih mengenakan pakaian tadi malam saat pesta. Kantung matanya mempunyai kantung mata lagi dan itu berwarna hitam. Papa Axal menduga kalau Axal tidak tidur semalaman. Melihat keadaan putra kesayangannya yang kacaupun, ia jadi tidak tega. Ia bisa merasakan bagaimana kehilangan orang yang dicintainya. Karena dulu iapun pernah merasakan hal yang sama.
Iapun berjalan menghampiri Axal yang sedang duduk sambil memandangi foto Thalia dengan tatapan sendu. Setelah ia berada tepat di belakangnya, tangannya terulur untuk menepuk bahu Axal pelan.
Axal yang memang sudah mengetahui keberadaan papanya, tidak memberikan respon apapun. Lantas sang papa duduk di samping Axal.
"Sekarang dia membenciku pa." Lirih Axal tanpa memalingkan sedikitpun tatapannya dari foto Thalia.
KAMU SEDANG MEMBACA
So Far Away ✔✔✔
Teen FictionMencintaimu adalah hal yang paling menyakitkan. Setiap hari aku selalu membayangkanmu dan menangis, tanpamu aku tidak bisa melakukan apapun. Aku selalu mengawasimu dari kejauhan. Seperti angin dan debu, yang tak bisa ku tangkap walau kau sedekat nad...