BAGIAN 33 : SELAMAT TINGGAL

1.3K 70 2
                                    

Cinta memang tidak selalu harus dimiliki. Cinta itu, dibuktikan disaat kita melepaskan orang yang kita sayangi untuk bahagia tanpa kita. Memutuskan segala hal yang berhubungan dengan kita.

Thalia tahu dan menyadari diri sendiri bahwa kini hubungan antara dirinya dengan Axal telah berakhir. Kini dia bukan lagi siapa-siapa bagi Axal, dia hanyalah masa lalu buruk yang sekedar singgah ke dalam kehidupan Axal, mengusik kehidupannya, dan mencampuri segala urusannya. Bagaikan angin lalu yang sekedar numpang lewat hanya untuk memberikan kesejukan yang sesaat.

Sejuknya angin di atas rooftop sekolah selalu menyejukkan hati Thalia yang sedang gundah dan gelisah. Jari-jari lentiknya kini tengah menari di atas secarik kertas yang sudah terisi dengan tinta yang dihasilkan oleh tangannya melalui bolpoint.

Bibirnya yang mungil membentuk senyuman kecil membaca setiap tulisan yang ia ciptakan. Ini adalah hari terakhirnya di Indonesia dan tak ada satu orangpun yang tahu, kecuali Calvin dan kakaknya sendiri. Setelah selesai berkutat dengan kertas kertas itu, ia memasukkan beberapa ke dalam masing-masing amplop yang berdesain cantik, ia kemudian memasukkannya ke dalam tasnya dan segera pergi dari rooftop itu.

Thalia melangkahkan kakinya, melewati koridor-koridor kelas dan memandangi setiap pemandangan yang ia lewati. Saat ia melewati halaman sekolah yang berada di depan kelasnya, ia melihat Axal tengah bercanda gurau bersama Amelia. Axal ternyata membuktikan ucapannya untuk kembali ke dalam pelukan Amelia.

Thalia tersenyum sendu, bukankan itu keinginannya? Membiarkan orang yang disayanginya bersama orang yang sangat mencintai Axal. Tapi kenapa hati ini terasa sakit setiap kali melihat senyum yang ia ciptakan bukan untuknya melainkan untuk orang lain?

Thalia melanjutkan langkah kakinya tidak mau berlama-lama memandangi kemesraan antara dua insan yang tengah memadu kasih. Ia berjalan melewati kedua orang itu dengan dingin. Tanpa disadari, Axal memperhatikan Thalia yang memasuki ruang ketua yayasan. Entah kenapa, hari ini ia mengkhawatirkan Thalia, dan hatinya juga gelisah. Ada apa?

"Selamat siang." Sapa Thalia ketika ia sudah berada di hadapan ketua yayasan ralat kakaknya. Ia sedikit membungkukkan badannya, dan kemudian menatap dingin Thania.

"Ada apa?" tanya Thania yang tidak sedikitpun mengalihkan pandangannya dari laptop yang berada tepat di depannya.

Thalia duduk di atas kursi yang terletak berhadapan dengan Thania. Ia tersenyum miris, kenapa hidupnya seperti ini? Ia bahkan harus rela hidup sendiri di negara orang dan menetap di sana, ia bahkan dipisahkan secara paksa dengan orang-orang yang ia cintai, ia juga harus rela dibenci oleh cowok yang sangat ia cintai.

"Malam ini aku terbang." Barulah Thania mengangkat kepalanya menghadap Thalia setelah mendengar apa yang diucapkan Thalia barusan. Dia melihat Thalia yang menundukkan kepalanya sambil menitikkan air mata.

"Baguslah." Dengan santai Thania mengucapkan itu, dan kembali berkutat dengan laptopnya.

Thalia menengadah tidak percaya dengan apa yang baru saja Thania ucapkan, sebegitu membencinya kah Thania terhadap dirinya? Tapi, kenapa? Apa salahnya? Ia kemudian tersenyum sarkastik, dan mengusap air matanya yang tiba-tiba saja keluar.

"Sebegitu bencinya teteh sama Lia?!"

Thania kembali berhenti dari pekerjaannya kemudian menutup laptopnya. Setelah itu barulah dia menghadap Thalia dan tersenyum miring padanya.

"Kalau iya kenapa? Kalau enggak juga kenapa? Gak ada urusannya jugakan sama kamu ?"

"Tentu ada. Aku harus tahu alasan teteh benci sama Lia. Bahkan teteh minta aku untuk pergi dari Indonesia tanpa ada yang mengetahuinya?! Bukankah itu membuktikan kalau teteh memang membenci aku ?!"

So Far Away ✔✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang