BAGIAN 4 : BIANG ONAR

1.4K 87 0
                                    

Orang memang hanya bisa mengomentari apa yang dilakukan dari apa yang mereka lihat saja. Tanpa berkeinginan untuk menganalisis KENAPA dia melakukan itu. Seharusnya, bukankah lebih baik diam saja dan tidak perlu berkomentar atas apa yang dilakukan orang itu. Bukankah itu lebih baik? Kenali sebelum mengomentari.

"Jadi Thalia, apa karya yang kamu buat?" Tanya ketua jurnalis, Deri.

"Aku buat ini kak." Jawab Thalia sambil menyodorkan sebuah cerpen bergenre horor. Deri menatap Thalia sekilas, dan langsung dibaca. Saat membaca, kepala Deri manggut - manggut. Cerpen yang ditulis di atas 3 lembar kertas HVS, selesai di baca. Kemudian dia lanjut membaca karya tulis lainnya, untuk divoting sebagai pemilihan ketua ekskul jurnalis yang baru.

Deri telah selesai membaca semua karya sastra dari anggota jurnalis sekitar setengah jam, dia bisa membaca cepat karena sudah terbiasa. Sama halnya dengan Thalia, dia bisa membaca novel dengan tebal lebih dari 500 halaman dalam waktu satu hari, karena kebiasaan membacanya.

"Setelah saya membaca semua hasil karya kalian, saya terkesan. Semuanya membuat karya dengan sangat bagus dan cermat dalam waktu setengah jam. Saya bangga terhadap kalian semua. Tapi, hanya ada satu karya yang akan saya pilih, dan saya tempel di mading utama.

Saya memutuskan bahwa karya Thalia yang akan saya ambil. Dia membuat karya yang luar biasa hebat. Cerpen yang bergenre horor, dibuatnya sesingkat ini, dengan keadaan yang bising dengan alur yang menarik, membuat seakan – akan kita berada di dalam cerita itu, dan lagi dia sangat hebat dalam bermain kata – kata, saya terkesan membacanya. Apa ada yang keberatan dengan keputusan saya? Silahkan acungkan tangan."

Amelia mengacungkan tangannya. "Saya keberatan kak."

"Apa yang membuat kamu keberatan?"

"Thalia terkenal sebagai biang onar di SMA ini, bagaimana karyanya bisa memimpin ekskul jurnalis, kalau dia sendiri tidak mampu untuk memimpin dirinya sendiri?!" Jawab Amelia membuat semua orang mengangguk setuju. Deri kembali berfikir dan menimbangi lagi keputusan yang sudah dia buat. Thalia tersinggung, dia memang biang onar, tapi tidak sepantasnya orang yang belum mengenal baik dirinya luar dalam menjudge dirinya seperti itu. Memalukan.

"Saya memang biang onar, tapi di sini saya bersikap profesional. Apakah anda pernah melihat saya membuat onar saat ekskul? Atau apakah saya pernah menjatuhkan nama baik ekskul?" Thalia ikut angkat suara karena dia merasa bahwa kini dirinya tengah terpojokkan hanya karena perilaku nya selama ini.

Pertanyaan Thalia itu sendiri telah membuat boomerang untuk Amelia, dia nampak terdiam membisu tidak bisa menjawab. Apa yang dikatakan Thalia memang benar, dia tidak pernah membuat nama ekskul jurnalis jatuh, bahkan ekskul jurnalis menjadi terkenal ke sekolah luar itu karena karya – karya Thalia.

"Tidak pernah, kan? Jadi sebaiknya, berfikir dulu sebelum bicara nona Amelia! Tidakkah kamu sadar bahwa perkataanmu bisa saja membuat seseorang terluka?" ucap Thalia dengan sarkastik.

"Thalia benar, tidak seharusnya kamu berucap seperti itu. Semua orang punya hak yang sama. Jangan pernah kamu merendahkan orang yang menurutmu lebih buruk darimu. Siapa tahu orang itu yang akan menjadi orang sukses kelak dan lebih tinggi derajatnya darimu."

Amelia bergeming ditempatnya. Dia hanya mampu diam merutuki perkataannya yang tidak mengenakkan kepada Thalia. Thalia tersenyum sinis setengah miring.

"Kakak jangan berat sebelah dong! Mentang – mentang kakak suka sama Thalia!"

Memang sudah bukan rahasia di dalam ekskul ini bahwa Deri menyukai Thalia dari awal dia melihatnya, sangat terlihat jelas dari perlaku annya pada Thalia. Thalia bukannya tidak tahu, dia sangat tahu bahwa kakak tingkatnya itu menyukainya, tapi hati Thalia tidak bisa dibohongi. Untuk saat ini, hatinya hanya untuk Axal.

So Far Away ✔✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang