"Aku bersyukur bisa naik kelas, walaupun aku dapet ranking ke 5. Oh my god!" Pekik Thalia saat melihat raport yang telah dibagikan oleh wali kelas padanya.
"Ranking 5 dari belakang aja bangga kamu!" Ucap Yuri menoyor kepala Thalia, akibatnya Thalia sedikit terhuyung ke samping.
"Bodo!" balas Thalia tanpa mengalihkan perhatiannya dari raport yang berada dalam genggamannya saat ini.
Hari ini adalah hari terakhir mereka sekolah sebagai kelas 10, karena setelah ini mereka akan menjalani libur panjang selama 2 minggu kemudian kembali masuk sebagai siswa kelas 11. Jika semua murid SMA Kencana mengambil hasil belajar mereka dengan orang tua masing – masing, maka berbeda dengan Thalia, ia mengambil raportnya sendiri, tanpa campur tangan kedua orang tuanya, bahkan pengurus rumah tangga yang setiap tahun mengambil raport Thalia pun tidak datang.
Thalia dan Yuri masih betah untuk bersenda gurau di dalam lingkungan sekolah, dengan saling mengejek satu sama lain yang diakhiri dengan tawa menggelegar disepanjang koridor yang lengang. "Kamu masih belum cerita sama aku, kenapa kamu ngambil raport tanpa wali." Desak Yuri pada Thalia yang kini menghentikan langkahnya. Ia terdiam, dengan segala rasa yang berkecamuk dalam hatinya.
"Aku gak bisa ngontrol emosi aku kalau nyeritain tentang mereka." Balas Thalia kini dengan nada yang sangat dingin. Yuri pun terbelalak dengan jawaban Thalia yang tidak terduga itu, namun keinginannya untuk mengetahui lebih jauh tentang Thalia semakin besar, hingga Yuri memberanikan diri untuk berkata.
"Gak papa. Kamu jangan pendam kekesalan kamu sendiri, kadang kamu harus terbuka sama aku." Ucap Yuri memegang kedua bahu Thalia dan tersenyum menenangkan.
"Mereka gak pernah peduli sama aku." Lirih Thalia akhirnya, menundukan kepala, mencoba untuk menyembunyikan kesedihannya.
Yuri bisa merasakan kesedihan yang dirasakan oleh Thalia saat ini, aura kesedihan bercampur amarah seakan menyelimuti atmosfer sekitar mereka. "Duduk ya? Biar kamu enakan ceritanya." Ujar Yuri sambil menggiring Thalia duduk di salah satu bangku yang tersedia di koridor depan ruang kelas X-2.
"Dari dulu, ayah ataupun bunda gak pernah mau untuk bawa raport aku. Sekedar menanyakan tentang isi raport pun mereka enggan. Mungkin mereka malu punya anak bodoh kayak aku. Tapi percaya atau gak percaya aku udah berusaha untuk belajar, tapi tetap aja nilai aku gak ada bedanya sama aku gak belajar. Kadang aku suka iri liat orang – orang yang bisa akrab sama orang tua mereka.
Aku bahkan gak pernah ngerasain gimana bunda atau ayah mandang aku dengan bangga, bahkan sekedar menyemangati supaya ke depannya aku bisa lebih baik pun mereka gak pernah. Mereka hanya bisa memojokkan aku dengan segala tuntutan mereka. Selalu kakak aku yang dibanggain karena dia selalu menjadi juara umum di sekolah, dia selalu menjadi kebanggaan ayah bunda. Tapi aku?" Thalia berhenti sejenak.
Mendongakan kepala menghadap Yuri yang sedang serius mendengarkan cerita dari Thalia. Namun, ia terhenyak ketika mendapati Thalia dengan air mata yang berderai, kini emosi dan kebencian terpancar jelas diwajahnya.
"Aku cuman bisa bikin mereka malu, setiap pembagian raport mereka selalu marahin aku, bahkan mereka beda – bedain aku sama kakak aku! Dari situ, aku mulai berubah, aku ubah penampilan sama kelakuan aku, dan sikap aku jadi dingin ke mereka. Kamu tau apa tanggapan mereka?" Thalia menatap tajam pada Yuri yang sama sekali tidak bergeming ditempatnya, ia baru menyadari betapa menderitanya gadis yang saat ini tengah dihadapannya.
Kadang memang benar, faktor terbesar yang mempengaruhi perilaku seseorang itu tidak selalu dari pergaulan, tapi dari bagaimana perlaku an keluarga kepadanya.
Refleks kepala Yuri menggeleng pelan sebagai tanggapan.
"Mereka sama sekali gak peduli sama aku, aku jadi lebih sering dibentak, dihina, dan..." Thalia memejamkan kedua matanya rapat, sedangkan Yuri tidak sabar untuk menunggu kelanjutannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
So Far Away ✔✔✔
Novela JuvenilMencintaimu adalah hal yang paling menyakitkan. Setiap hari aku selalu membayangkanmu dan menangis, tanpamu aku tidak bisa melakukan apapun. Aku selalu mengawasimu dari kejauhan. Seperti angin dan debu, yang tak bisa ku tangkap walau kau sedekat nad...