Aku menangis sesenggukan di kamarku. Cinta itu telah tertanam terlalu dalam di hatiku. Jadi, rasanya wajar saja jika rasanya sakit sekali saat cinta itu harus ditarik ke atas, menepis semua lapisan hatimu. Lebih sakit daripada rasa sakit apapun yang pernah kualami. Rasa sakit itu hanya di dada kiri, tapi perihnya menjalari seluruh tubuhku, bahkan syaraf-syarafku pun ikut terinfeksi.
Sebegini parahnya kah patah hati itu? Aku menangis dan terus menangis. Aku tidak peduli dengan perutku yang sedari tadi terus-menerus menjerit meminta makanan. Kalau bisa membanting laptop-ku, mungkin akan kulakukan. Masalahnya, aku tidak yakin apakah laptop itu akan tetap berjalan seperti sediakala setelah dibanting. Aku juga tidak begitu yakin laptop-ku akan diganti dengan yang baru jika laptop yang ini rusak.
Waktu itu, aku dibelikan laptop karena rumahku kemalingan. Jadi, dengan alasan membanting laptop karena patah hati, aku yakin aku tidak akan mendapat ganti yang baru sampai aku lulus kelas 1 SMP dan menandatangani beberapa surat perjanjian menyebalkan.
Aku sekarang tahu artinya pergolakan lain yang terjadi di dalam hatiku waktu itu. Pergolakan itu bukan rasa benci, melainkan rasa takut. Takut jika suatu hari, Freya lah yang akan dipilih, bukannya aku. Freya lah yang menjadi permaisuri tunggal di hatinya tanpa ada selir-nya. Takut jika ia hanya menganggapku sebagai teman dan sahabat, bukan kekasih. Dan ternyata itu benar terjadi...
***
Aku berlari ke halaman belakang rumahku. Menangis.
Persetan dengan semua tanah basah yang kududuki. Persetan dengan semua hawa dingin yang mencabik-cabik.
Aku menangis dan terus menangis, tidak peduli pada apapun. Membiarkan air mataku berlinang bersama tetes-tetes hujan.
Agar hujan menjadi saksi...
ŞİMDİ OKUDUĞUN
Aku, Kamu, Dia, dan Kita
RomancePilihannya hanya dua: menerima kenyataan bahwa dia telah memilih yang lain dan melupakannya, atau tetap hidup dalam bayang-bayang cinta yang semu. Tapi melupakan orang yang dicintai sama sulitnya dengan mengingat orang yang tidak pernah ditemui. Cer...