Bab 4: Bimbang

1K 14 0
                                    

Aku yakin sekali dengan perasaanku. Aku pasti akan mendapatkannya, perlahan tapi pasti. Aku sedang berjalan di lorong sambil meyenandungkan lagu Perahu Kertas-nya Maudy Ayunda ketika kulihat Freya berjalan kebingungan di lorong. Kalian pasti bingung kenapa aku masih berinteraksi dengannya padahal aku membencinya, bukan?

Sebetulnya, aku hanya masih takut kalau perasaan benciku hanyalah perasaan sentimental dan sementara, yang sebenarnya tidak perlu ada. Dan pembuktian hal itu membutuhkan waktu. Jadi, jangan pernah berpikir jika aku melakukan jurus "pura-pura temen" yang biasa di lakukan anak kelas satu SD. Setidaknya, aku sudah enam tahun di atas fase itu dan tahu bahwa pertemanan dan persahabatan tidak bisa didasari dengan perasaan sentimental yang sementara dan kebohongan.

"Eh, Ai, menurut lo gimana?" tanyanya padaku secara tiba-tiba.

"Apanya yang gimana?" tanyaku padanya, tidak mengerti maksud arti "gimana" yang dia lontarkan. Bukan berarti aku tidak tahu bahasa Indonesia, tapi terlebih karena kata "gimana" yang meluncur dari mulutnya menyasar ke dunia yang absurd dan tidak ada objek yang jelas untuk ditanyakan.

"Mmmm, gini. Kemaren, Kamga bilang kalo dia suka ama gue. Itu nembak nggak sih? Kayaknya iya tapi enggak. Gantung banget, kan? Nah, gue nggak tau mesti ngapain, nih. Tiap ketemu dia, bawaannya selalu canggung aja," paparnya bertubi-tubi.

"Emmm... Kalo menurut gue, tunggu kepastian dulu. Jangan kege-eran duluan. Gue pernah baca buku yang ceritanya mirip. Si cewek udah keburu nempel dan ge-er, dan akhirnya dia mau-mau aja ngejalanin HTS (baca: hubungan tanpa status) sama si cowok, sampe akhirnya dia tau kalo si cowok itu udah punya tunangan. Tapi, keadaannya lebih parah karena si cowok nggak ngasih pernyataan cinta kayak Kamga. Yah, kalo di cerita itu sih, ceweknya yang kegatelan. Kalo elo kan kagak. Gue cuman takut lo nangis lagi. Tunggu aja," kataku meniru ceramah para ustadz di TV.

"Mmmmh, iya juga, sih. Gue juga nggak mau ngejalanin HTS kayak gitu. Thanks banget ya, Ai," kata Freya, kemudian berlalu pergi menuju kantin.

***

Hari esoknya adalah hari yang paling menyakitkan bagiku. Kamga ternyata sudah punya pacar. Pacarnya bernama Ashley, anak kelas 1-F. Kelas 1-F memang terkenal dengan cewek cantiknya. Ashley pantas sekali didaulat menjadi top model. Badannya yang tinggi semampai mampu bersaing dengan para top model dan aktris-aktris Hollywood itu. Baru kelas 7 saja, tingginya sudah 165 cm. Apalagi nanti?

Bahkan, Freya yang termasuk golongan "manusia-manusia berbadan tinggi" saja kalah tinggi dengannya. Aku serasa berdiri di samping tiang listrik jika berdiri di sampingnya.

Selain tinggi, ia juga mancung dan putih. Mukanya oval, rahangnya melengkung dengan sempurna. Giginya kecil-kecil dan rapi sekali. Matanya hitam dan tajam, dengan bibir merah muda segar yang menetralkan matanya yang tajam. Rambutnya hitam kecoklatan, alisnya tergaris rapi di atas matanya yang indah. Bulu matanya mencuat lentik tanpa menggunakan pelentik. Badannya langsing tapi tetap berisi. Proporsional sekali. Senyumnya sangat menggoda. Setiap kali ia berjalan, bau parfum Ck One Shock berhembus lembut tertiup angin. Ia memang campuran antara orang Indonesia dengan Inggris. Bahasa Inggris-nya mengalir lancar seperti orang-orang dari negeri empunya bahasa Inggris. Gadget yang tergantung lembut di tangannya setiap kali ia berjalan adalah iPhone 5S. Lorong sekolah adalah catwalk baginya.

Jangan kamu kira ia seperti anak-anak manja yang setiap ulangan mendapat nilai kursi terbalik ataupun angka delapan ngakak (baca: tiga). Ia salah satu hiker terbaik di ekskul sekolah kami, dan selalu menempati ranking 10 teratas setiap kali penerimaan raport. Pada intinya, ia sempurna.

Kamga tidak idiot, dan dia memilih Ashley untuk menjadi pacarnya. Mereka memang pasangan yang serasi, meskipun Kamga kalah tinggi dengan Ashley (meskipun Ashley sedang tidak menggunakan high heels nya). Aku iri sekali ketika mereka berjalan beriringan di lorong. Seberapapun kerasnya usaha mereka menutupi hubungan yang terjadi di antara mereka, hampir semua perempuan di kelas 1 SMP tahu bahwa mereka sudah berpacaran.

Kulihat wajah kecewa Freya. Ia berusaha menutupinya, tapi aku tahu jelas.

"Ai, lo emang bener. Makasih, ya, udah ngasih tauin gue waktu itu. You are my best friend," katanya sambil merangkulku.

"Dooitashimashite. It's okay, fella. We are best friend," kataku padanya, mengucapkan kata "sama-sama" dalam bahasa Jepang sebelumnya.

***

Aku makin sadar bahwa keputusanku membenci Freya adalah keputusan yang salah dan sentimental. Tapi, aku masih bingung apa artinya rasa bergolak yang mengaduk-aduk seluruh hatiku waktu itu. Aku tahu aku mencintai Kamga, dan itu menciptakan golakan tersendiri di dalam hatiku. Tapi, kedua golakan tadi mempunyai rasa yang berbeda. Dan aku bingung.

"Ai, kayaknya dia emang bener-bener suka ama gue, deh. Buktinya, dia mutusin Ashley demi gue. Gue mesti gimana, ya?" tanyanya.

"Lo sabar aja dulu. Sampe udah pasti bener dia mutusin Ashley, baru lo bisa ambil langkah," kataku padanya.

Ia mengangguk sambil menerawang ke sebuah tempat yang tak bisa terjangkau oleh otakku. Aku hanya duduk dalam diam, dan akirnya ikut menerawang ke kejauhan, membayangkan apa yang akan terjadi di masa depan...

Aku, Kamu, Dia, dan KitaHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin