Hari itu ada pelajaran olahraga. Kali itu, kami bermain sepakbola karena hari sedang tidak hujan. Di kelasku, ada seorang troublemaker yang pintar sekali bermain bola. Sayangnya, ia pelit sekali kalau masalah oper-mengoper bola. Kamga yang mempunyai kesabaran tingkat tinggi pun akhirnya menyerah juga mengahadapi setan satu itu. Kami malah mengobrol di depan gawang, membiarkan ia bermain sendirian. Tidak ada yang peduli dan mau peduli dengan anak Lucifer itu.
Dia mengira semua akan menyanjungnya, seperti yang dilakukan kami saat kelas 3 SD dulu. But, helllooo, sekarang sudah empat tahun sejak masa-masa itu. Tidak akan ada lagi yang akan menyanjungnya hanya karena ia pintar bermain bola. Apalagi dengan attitude yang kujamin sama persis dengan para setan-setan terkutuk itu.
Itu juga membawa keuntungan tersendiri bagiku, karena Kamga akhirnya memilih untuk menjaga gawang. Aku yang menjadi penjaga lini belakang merasa riang sekali. Hampir tiap semenit aku memnengok untuk melihatnya. Lama-kelamaan, barisan penjagaan kami ambrol, dan kami malah berbincang-bincang di depan gawang. Kadang, jika mereka tertawa, aku juga ikut tertawa. Kamga juga melihatku, kadang menatap langsung ke mataku. Itu membuatku hamper gila saja.
Tak lama kemudian, bola dari musuh datang ke arah kami. Aku dengan sigap berlari ke tengah lapangan, mengambil bola yang kebetulan menganggur. Tiba-tiba saja, dia, Kamga, memegang tanganku. Ia malah merebut bola dariku. Tapi, aku tidak peduli. Kau tahu apa yang kurasakan saat ia memegang tanganku? Aku merasa bahwa dunia ini berubah menjadi hitam putih. di detik pertama, dunia ini terasa gelaaap sekali. Di detik berikutnya, dunia menjadi sangat terang. Begitu terus sampai seterusnya, mengikuti degupan jantungku yang berdag-dig-dug ria tak keruan.
Setelah itu, Kamga bertanya," Ngg, Ai, sori, ya? Gue pikir itu lawan, jadi gue sikat aja bolanya. Sori, ya?"
Mana mungkin aku bisa menolak permintaan maafnya? Bhakan, sebelum dia meminta maaf pun sudah kumaafkan. Tidak, bahkan, aku tidak pernah merasa kalau dia salah. Dia benar, dan dia membuatku sangat sangat sangat bahagia. Tapi, sebagai seorang cewek, aku harus jual mahal sedikit, dong. Aku pura-pura mengabaikannya, dan dia mengejarku. DIA MENGEJARKU! Apakah itu tidak hebat?
Satu hal lagi. DIA KEMBALI MEMINTA MAAF PADAKU. Kali ini, aku sudah tidak tahan, dan aku pun berkata, "Hahahahaha, canda. Iya, iya, lanjuuut. Nyante aja, lagiii."
Guru kami punya istri, dan istrinya dating ke lapangan bola hanya untuk mengantarkan suaminya obat yang tertinggal di rumah. Ceritanya, guru kami itu sakit. Mereka begitu mesra, dan aku menunjukkan kemesraan mereka kepada Freya.
Kau tahu apa yang dikatakan Freya? Dia berkata, "Gue juga pengen kayak gitu."
"Sama Kamga?" tanyaku penasaran.
"Enggak, bukan sama Kamga, tapi Sama John-Dean."
***
Aku baru selesai berganti pakaian. Setelah ini, kami akan mengikuti ekstrakurikuler. Oke, aku lewati saja, karena sejujurnya, tidak ada yang begitu spesial dengan ekstrakurikuler kami.
Selesai ekstrakulikuler, Ran masih harus mengambil fotokopian dan beberapa barang lainnya. Aku malas sekali harus naik-turun tangga untuk mengurusi barang-barang itu. Bukannya aku tidak peduli dan tidak mau membantu orang lain, tapi, tadi aku baru saja naik-turun tangga hampir sepuluh kali karena kukira teks pidato bahasa Inggris yang akan kugunakan untuk berpidato tertinggal di kelas Bahasa Indonesia.
Aku sudah membuat janji dengan Ran untuk bertemu di pagar seperti biasanya. Dengan langkah berat, aku berjalan sempoyongan menuju pagar. Setelah itu, aku mulai membaca buku "Sepuluh Anak Negro"-nya Agatha Christie.
Hatiku tiba-tiba saja merasa seperti ada yang hilang dari atmosfer tempat itu. Apa mungkin karena Adam? Iya juga sih, aku kan berniat untuk minta maaf padanya hari ini. Aku celingukan mencarinya, dan akhirnya aku berhasil menemukannya duduk di salah satu sisi sambil merokok. Aku sih tidak heran jika anak tidak beradab seperti itu merokok. Bagiku, itu biasa saja. Masih untung hanya merokok. Daripada narkoba?
Meskipun aku benci sekali dengan asap rokok, mau tidak mau, aku harus mendekat padanya, untuk mengucapkan permintaan maafku.
Tebak apa yang dia bilang saat aku meminta maaf padanya!
"Selama tiga hari ini, lo harus jadi babu gue."
Shit!
ŞİMDİ OKUDUĞUN
Aku, Kamu, Dia, dan Kita
RomancePilihannya hanya dua: menerima kenyataan bahwa dia telah memilih yang lain dan melupakannya, atau tetap hidup dalam bayang-bayang cinta yang semu. Tapi melupakan orang yang dicintai sama sulitnya dengan mengingat orang yang tidak pernah ditemui. Cer...