Bab 25: Up All Night

531 11 0
  • İtfaf edildi Adam Wicaksono
                                    

Aku mengenakan gaunku. Gaun yang kubeli adalah sebuah gaun model zaman dulu. Tapi aku betul-betul terpikat, karena begitu melihatnya, aku langsung teringat pada pakaian putri-putri raja yang ada di dongeng. Gaun itu halus sekali ketika disentuh, dibentuk mengikuti model gaun-gaun zaman dulu yang menyempit di pinggang dan mengembang di bagian roknya. Warnanya broken white klasik.

Gaun ini mengambang lembut, ringan seperti sutra. Lengan pada gaunnya juga sudah dipangkas, sehingga gaun ini tidak berlengan, memberikan kesan modern pada pakaian vintage ini. Roknya sengaja kupilih yang panjang hingga menjulur menjadi ekor, agar terkesan elegan tapi tidak berlebihan.

Aku hanya menggunakan make-up natural dan lipstik berwarna nude pink. Rambutku kubiarkan tergerai, agar tetap berkesan remaja dan tidak terlalu tua. Pipiku kupulas blush-on berwarna pink tipis-tipis. Mataku kuberi sentuhan yang lumrah digunakan para selebriti. Smoky eyes.

Aku mengaduk-aduk isi rak sepatuku, dan akhirnya menemukan high heels berwarna putih kesayanganku. Sepatu kesayangan untuk orang yang kusayang. Sempurna!

Aku mencari anting yang pas untuk bajuku. Aku hanya ingin anting yang sederhana dan tidak terlalu mencolok. Cukup satu sentuhan yang mempermanis telingaku. Akhirnya aku mengambil sebuah anting panjang, sekitar 5 cm. Anting itu penuh dengan detail tangan, dan aku sangat suka. Terakhir, aku mencari gelang perakku. Kubuka semua laci mejaku, mencarinya sampai ketemu.

Setelah selesai dengan segala urusan aksesori, aku mengambil tas tanganku, memasukkan ponselku dan sejumlah uang ke dalamnya. Aku memekik kegirangan begitu melihat hasilnya. Aku melambaikan tangan kananku di depan cermin, dan gadis yang ada di sana menjawab lambaianku.

Aku menaiki Limousine yang sengaja dipesan untuk malam itu. Untuk hal itu, aku betul-betul merasa bahwa aku adalah Cinderella di dunia nyata. Aku Cinderella setaip malamnya. Setiap harinya, karena pangeranku, Adam Wickasono-ku begitu mencintaiku.

***

Karpet merah. Ya, aku pasti sedang berada di atas karpet merah sekarang.

Sebuah tangan menuntunku untuk turun dari Limousine berwarna hitam yang sungguh berwibawa itu. Aku betul-betul merasa menjadi seorang bangsawan seperti Rose DeWitt Bukater yang dituntun turun di hari keberangkatannya menuju Amerika dengan menggunakan kapal Titanic. Malamku sempurna.

Aku meihat jam kecil yang tergantung di tanganku. Aku sudah terlambat setengah jam rupanya. Tapi, semakin kau terlambat datang, akan semakin banyak pula yang mengagumi gaunmu, karena semua mata akan tertuju padamu saat kau memasuki ruangan pesta.

Aku ingat salah satu buku party guide yang kubaca. Di situ, dia mengatakan bahwa aku harus terlambat jika ingin semua orang melihat gaunku. Aku juga tidak boleh langsung masuk ke arena dansa. Aku harus berdiri di pintu masuk, menunggu seseorang menghampiriku, baru aku ikut ke dalam arena pesta.

Pesta Up All Night diselenggarakan di sebuah Ballroom hotel berbintang lima. Sebetulnya, tahun-tahun sebelumnya, acara ini hanya diadakan di aula sekolah. Tapi, karena di angkatan kami ada Priscilla Mercedy--anak miliader kaya raya yang orangtuanya memiliki tambang di sana-sini dan uang jajajnnya tiap bulan mencapai 100 juta--Up All Night dipindahkan ke Ballroom hotel berbintang lima dengan biaya yang bisa membuat mata melotot dan fasilitas yang takkan terlupakan.

Dari pintu utama Ballroom, para tamu harus menuruni tangga dulu untuk sampai ke bagian tengah, tempat para tamu lainnya sedang berinteraksi. Bahkan, tanggga yang menjulur ke tempat utama pun lebih tinggi daripada panggungnya. Jadi, bisa dipastikan semua orang akan melihat siapa yang ada di atas tangga itu.

Jantungku berdebaran tak keruan. Ini pesta pertamaku. Bagaimana jika nanti high heels ku terselip? Bagaimana jika nanti aku jatuh di tangga? Bagaimana jika nanti...

Aku, Kamu, Dia, dan KitaHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin