Bagian 3

98 2 0
                                    

Ataya dan Kinara lagi asik ngobrol di kantin sambil menyantap batagor kesukaannya.

Jangan tanya dimana Kara berada karna, tempat Kara bersarang saat istirahat itu adalah di perpustakaan.

"Ata sebenarnya Defan itu ganteng tau. Yah, sayangnya dia itu nakal" seperti itu pujian Kinara kepada Defan sambil senyum-senyum gak jelas.

Ataya yang melihat jurusan mata Kinara.

"Udah dari tadi liatinnya neng?" ketus Ataya saat mendapati sahabatnya memandang terpesona ke arah Defan.

Defan selalu mengambil posisi duduk di tengah kantin yang membuat dirinya menjadi pusat perhatian para kaum hawa. Yah, bisa di bilang termasuk Defan Lovers. Contohnya seperti "Kinara"

Ataya hanya berdecak sambil memutar bola matanya.
***
Saat Ataya dan Kinara selesai bergosip ria di kantin tadi, mereka memutuskan untuk mencari Kara, pasalnya Kara masih belum kembali dari perpustakaan.

Di perpustakaan Kara tidak terlihat sama sekali.

"Udah yuk kembali ke kelas aja" keluh Kinara pada Ataya yang terus berjalan menelusuri koridor sekolah.

Ataya mendengar keluhan itu langsung menatap sahabatnya yang tertinggal beberapa jarak di belakang.

"Ya sudah kita kembali ke kelas aja, siapa tau aja Kara udah ada di kelas" ucap Ataya yang membuat Kinara tersenyum puas.

Di kelas terlihat Kara yang sedang menikmati sepotong roti dengan jus jeruk yang terapajang di mejanya.

"Enak yah makannya, sementara sahabatnya mondar-mandir" Ataya mencibir dan mengambil posisi tepat di samping Kara yang tengah asik makan.

Kara hanya tertawa garing. "Yah maap"

"Tumben gak ada di perpustakaan?" jeda "tadi kemana ra?" tanya Kinara yang berada tepat di depannya.

Kara menelan roti yang dikunyahnya dan menyeruput sedikit jus jeruknya.
"Tadi aku ke rooftop" jawab Kara.

"Ngapain?" tanya Kinara.

Belum sempat Kara menjawabnya Ataya sudah nimbrung lebih dulu darinya. "Oh aku tau kamu pasti capek belajar kan?iyakan? Kan aku sudah bilang sesuatu yang berlebihan itu gak baik Ra. Yah, itu contohnya belajar terlalu berlebihan gak baik buat otak" jawab Ataya sambil menaik turunkan alisnya.

Refleks Kara menjitak pelan kepala sahabatnya dan Ataya meringis kesakitan.

"Sotoy" ejek Kara sambil terkekeh.

Kinara yang melihat adegan itu hanya tertawa puas sambil berbisik "mampus"

Ataya hanya tersenyum kikuk "terus ngapain lo ke rooftop?"

"Aku ke rooftop batuin pak Maman mindahin beberapa barang bekas untuk di bawa ke gudang sekolah yang baru"

"Karamel Alexandria memang seorang pahlawan aku bangga sahabatan sama kamu, uhh tayang-tayang" ejek Ataya sambil memeluk Kara ala cewek menyek.

Kara balik memeluknya ala menyek-menyek juga "uhh tayang-tayang makasih loh pujiannya" balas Kara.

Kinara terbahak dan merasa ini adalah adegan terjijik yang pernah ia tonton, apalagi pemerannya itu adalah kedua sahabatnya.

"Karamel woi" teriakan itu memecahkan keseruan mereka bertiga.

Karamel yang merasa namanya di panggil berdiri dan menghampiri Wawan salah satu teman kelasnya.

"Kenapa wan?" tanya Kara

"Di panggil pak Rudi ke ruangannya" jawab Wawan lalu pergi begitu saja.

Sebelum pergi Kara menerka-nerka apa yang Defan lakukan lagi.
Kedua sahabatnya yang terlihat kepo menghampiri Kara yang berada di ambang pintu.

"Wawan ngomong apa?" tanya Kinara.

"Aku di panggil" jawab Kara yang kini sudah merasa dingin.

Ataya dan Kinara tampak bingung melihat Kara yang pucat dan mematung.

"Aku di panggil pak Rudi" pekik Kara, saat ini napasnya tidak bisa di atur lagi.

"Yailah ketimbang gitu doang, santai Ra paling pak Rudi mau kasih amanah" Ataya menenangkan Kara.

"Kalau ini masalah Defan lagi, gimana dong?" Kara sudah berpikir itu sejak tadi.

"Gak mungkin orang tadi Defan ada di kantin lagi berasik-asik ria sama temannya, iya gak ata?" Kata Kinara sambil menyikut Ataya seakan ikut menyetujuinya.

Ataya mengangguk dengan cepat.
"Udah buruan gih kesana, nanti pak Rudi nunggu" ucap Kinara.

Kara hanya mengangguk dan beranjak pergi dari hadapan kedua sahabatnya itu.

Ada kecemasan dalam hati Kara, kalau saja benar ucapan Ataya tadi bahwa pak Rudi hanya ingin menitipkan amanah pasti pak Rudi akan bilang sejak tadi sebelum jam istirahat usai.

Napas Kara terus memburu, bulir keringat pun membasahi wajah manis Kara.

Kini Kara sudah ada di depan pintu kaca yang tampak elegan dan bertuliskan "ruang guru"

Sebelum mengetuk pintu Kara mengintip terlebih dahulu untuk memastikan semuanya baik-baik saja.

Namun, pikiran Kara yang mengatakan semuanya baik itu menghilang saat melihat cowok membelakanginya sementara pak Rudi berdiri seolah memberikan nasehat.

"Defan! Bapak tidak tau bagaimana caranya supaya kamu berubah, kamu ini sudah kelas tiga harusnya kamu mempersiapkan segalanya mulai sekarang untuk masa depan kamu nanti!" jeda "saya tidak tau bagaimana reaksi kakek kamu saat mengetahui kalau cucu seorang pemilik yayasan sekolah ikut tawuran!"

Kara yang masih berada di luar ruangan sontak saja kaget saat mendengar pak Rudi mengatakan kalau Defan adalah cucu dari pak Wijaya yang di kenal sebagai pemilik yayasan sekolah ini.

Kara memberanikan diri untuk mengetuk pintu.

Pak Rudi yang menyadari suara ketukan itu hanya menyuruh Kara masuk.

"Permisi pak" ucap Kara yang berada di ambang pintu.

Kara yakin setelah keluar dari sini dirinya akan pergi memeriksa keadaan jantungnya.

Pak Rudi mempersilahkan Kara duduk tepat di samping Defan.

Saat duduk Kara hanya menatap Defan sekilas lalu menatap Pak Rudi yang sedang berapi-api.

"Bapak panggil saya?" Kara buka suara.

"Iya, bapak mau setiap pulang sekolah kamu memberikan Defan pelajaran" jeda "bahasa kasarnya kamu harus menjadi guru privat Defan, bapak hanya punya harapan di kamu Kara" kata-kata pak Rudi tadi berhasil membuat Kara tersedak ludahnya sendiri.

"Harus saya banget yah pak?" pertanyaan yang bodoh.

"Iya" jawab pak Rudi singkat

Kara terdiam.

"Kara kamu maukan bantu bapak?" tanyanya.

Kara melihat Defan yang tengah memainkan kaki baju yang berada di luar, ada rasa ingin juga dalam hati Kara.

"Iya pak saya mau" jawab Kara dengan mantap.

Defan hanya tersenyum garing.

Kara membalas senyuman Defan. Untuk pertama kalinya Defan tersenyum walau sudut bibirnya tampak lebam.
****
Uhukkkk😂 biasa author lagi batuk.

Makasih dan Maaf😘

Did My Heart Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang