Aku menatap kerumunan orang-orang yang berada di sekitarku. Mereka semua sama sepertiku, menunggu pengumuman selanjutnya mengenai Ritual Bulan Biru yang akan dilaksanakan seminggu kedepan, bersamaan dengan ritual pergantian shift bagi yang telah berumur tujuh belas tahun. Beruntung sekali aku, karena hari ini, umur ku telah menginjak tujuh belas tahun, dan tentu saja aku akan mengikuti ritual tersebut minggu depan.
Jantung ku memompa dua kali lipat, tergugup antara takut dan penasaran akan ritual nanti. Siapa yang tidak akan takut jika ditinggal didalam Hutan Sanctum sendirian? Lalu berkeliling mencari Pohon Akacia di tengah gelapnya malam sendirian. Itu adalah hal terakhir yang ada di pikiranku jika tidak mengingat ritual tersebut tidak akan sempurna jika para New Bie tidak bisa menemukan Pohon Akacia. Menurut yang kudengar dari cerita-cerita tokoh Tetua Pack, kau tidak akan bisa mendapatkan jiwa serigala mu jika tidak bisa menemukan Pohon Akacia diantara malam yang hanya diterangi oleh cahaya bulan biru yang agung.
Itu konyol menurutku, belum lagi banyak orang yang menambahkan jika kau memohon pada Pohon Akacia, maka Pohon Akacia akan mengabulkan permintaan mu, itu lebih konyol lagi. Kenapa aku tidak percaya? Karena pagi tadi ketika terbangun, aku telah mendapatkan mindlink dari serigalaku. Aneh? Percayalah, aku lebih aneh lagi jika kau mengenalku lebih dekat.
Bahkan orang tua ku bingung dengan keadaan ini, dan menyuruh ku untuk tetap menutup mulut akan hal ini dan tetap menjalani ritualnya. Tentu saja mengherankan karena memang kau hanya bisa mendapat jiwa serigala mu ketika kau menyentuh Pohon Akacia. Hal yang terjadi padaku adalah kejadian pertama dalam masa kehidupan werewolf. Dan aku tidak mau repot-repot untuk merasa jika diriku ini spesial, karena ini mengerikan!
Alpha Edward, pria berumur sekitar lima puluh tahunan yang telah memiliki seorang putra yang akan dijadikan penerusnya, berpidato panjang lebar mengenai segala rule dan prohibition. Aku tidak pernah melihat putranya, kudengar umurnya telah mencapai dua puluh tujuh tahun dan sebentar lagi akan diangkat menjadi Alpha. Aku mengabaikan informasi umum karena perilaku ku yang memang cenderung ambivert, kadang terbuka dan kadang tidak.
'Kau tidak bosan? Bukankah kau harusnya tidak perlu mengikuti ritual itu? Kau sudah mendapatkan ku' serigala ku, yang ku beri nama Liz, berucap antara mengomel dan bangga. Aku tidak tahu apa yang di banggakannya.
'Aku harus, lebih tepatnya kita harus. Kau tidak mau mengetahui siapa mate mu? Tidak apa, aku dengan senang hati akan mengabulkannya'
Memang, Pohon Akacia tidak hanya menjadi pemberi jiwa serigala, tetapi juga sebagai penentu pasangan. Agak merepotkan memang jika berpikir semua hidup werewolf tergantung dengan pohon itu. Tidak ada yang bertanya-tanya apa yang akan terjadi jika pohon itu ditebang atau hutan itu terbakar. Apalagi bagaimana jika werewolf dengan kemampuan pengendali api tidak sengaja membakar hutan? Aku tidak ingin membayangkannya.
'Tentu saja aku ingin menemui mateku bodoh! Kau juga pasti ingin'
Tidak juga, aku masih tidak terlalu memikirkan mengenai mate bound atau semacamnya.
'Aku tahu isi hatimu bodoh!'
Aku mendengus kesal 'jangan memanggil ku bodoh kau serigala bodoh'
'Itu karena ucapan tidak masuk akalmu itu. Kau berpikir seakan tidak membutuhkan pasangan hidup'
Aku memutar bola mata bosan
'Please, aku masih tujuh belas oke? Jangan membahas itu sekarang'
Aku mendorong Liz dalam pikiranku dan memutuskan mindlink kami. Harusnya dari tadi aku mendengar semua penjelasalan dari Alpha Edward, tetapi Liz terlalu menganggu."Akan ada para senior yang disebarkan di beberapa tempat untuk berjaga-jaga. Kalian tidak perlu takut untuk tersesat"
Aku suka untuk informasi ini. Aku memang tidak mengetahui banyak mengenai ritual ini, dan hanya mengetahui beberapa informasi saja.
Setelah Alpha Edward menutup pidatonya, aku langsung melesat pulang kerumah dengan cepat. Harus ada persiapan untuk beberapa hari kedepan sebelum ritual."Hey, Alice, ada yang mengganggumu? Kau ingin pulang sekarang?" suara dari seseorang langsung mengagetkan ku.
Aku menoleh untuk melihat orang yang menyapa ku. Itu Regan, pria berambut potongan spike lengkap dengan manik zamrudnya yang mempesona. Ia adalah tetangga sebelahku, berulang tahun sekitar sebulan kemarin dan ikut dengan ritual minggu depan.
"Tidak ada yang menggangguku, aku hanya ingin pulang cepat"
Ia menaikkan sebelah alisnya "kau tidak ingin mendengar lebih jauh tentang ritual? Aku tidak ingin selalu menjadi narasumber mu"
Tawa kecil lolos dari mulutku. Aku akui jika aku memang suka bertanya pada Regan dan malas mendengarkan semua info-info penting itu. Namun aku bersyukur Regan tidak keberatan untuk menjelaskan semuanya padaku walau diselingi gerutuan.
"Ayolah, aku sedang tidak dalam mood untuk mendengarkan pidato panjang lebar"
"Itu alasan yang sama setiap kau bertanya padaku"
"Lalu kau ingin aku menjawab apa?" aku mengulum senyum "kuping ku tidak sanggup mendengar semua penjelasan panjang itu?"
"Itu sama saja" ia menggerutu pelan
Aku kembali tertawa "maafkan aku, setidaknya aku butuh kau sekali ini saja""Ya, kau pernah mengatakan itu juga sebelumnya padaku, biar kuingat kapan"
Aku mencebik "ayolah, aku lebih senang mendengarkan mu menjelaskan karena lebih rinci, tetapi pendek, namun jelas"
"Yaya, aku tau itu" ia berucap malas.
"Setidaknya beritahu aku kenapa kau ingin pulang lebih cepat" lanjutnya
Aku menyusun kata-kata dikepala ku sebelum mengeluarkannya dengan gamblang "aku rasa aku gugup"
Ia menatapku dengan tatapan seolah berkata 'seriously?' dan menggeleng pelan."Apa yang membuatmu gugup? Tidak akan ada yang melukai mu disana"
"Aku tau itu" balas ku cepat
"Namun ini bukan masalah takut terluka ataupun hal lainnya yang juga bersangkutan. Ini feeling"
"Terakhir kali kau mengikuti feeling mu, kau berakhir dengan hampir dihukum karena melewati batas teritorial"
Ughh...damn!
"Jangan membicarakan hal itu lagi, sekarang yang kita bahas adalah feeling yang lain"
"Oke feeling yang lain" Regan menyerah. Dan aku suka saat-saat ketika melihat wajah mengalahnya.
"Jadi kau ingin pulang karena gugup? Dan ingin menyiapkan mentalmu untuk minggu depan, karena feeling lain mu itu. Baiklah, silahkan pulang"
Aku tersenyum puas lalu menepuk kedua bahu Regan, menghiraukan wajah malasnya. Setelah melambai kecil kearah Regan, aku melangkah dengan cepat keluar dari barisan.
Konyol memang alasanku itu, tetapi kurasa feeling ku kali ini benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound By The Alpha
Werewolf(UNDER REVISION - Ditulis sebelum mengetahui banyak tentang tata bahasa dan cara menulis yang benar) **** "We can't fight the destiny." - Alicia Thompson **** Alice tidak suka di kekang, ia adalah gadis yang memiliki jiwa bebas. Sebab itulah ia ti...