Langit terlihat mendung, sapuan angin tidak lagi terasa menyejukkan. Setiap hembusannya hanya membawa rasa dingin yang menusuk tulang belakang. Mendongak, aku menatap kearah matahari yang kini tertutupi oleh awan kelabu.Masih setengah jalan menuju desa barat, aku tidak yakin akan sampai disana dalam keadaan tidak basah sedikitpun. Melihat awan kelabu basah yang menggantung dilangit, hembusan angin yang menggoyangkan dedaunan pohon, tiba-tiba saja pikiranku teralih pada kejadian sebelumnya.
Aku dan Liz telah meminta izin kepada Alpha Edward tentang kepergian mendadak kami, namun secara kebetulan ada Darren disana. Entah bagaimana awal mula ceritanya, Darren terlihat tidak setuju dengan kepergianku. Aku sedikit tidak menyangka dengan perhatiannya, namun sebelum akhirnya kalimat dingin itu keluar dari mulutnya.
"Aku rasa kita tidak bisa mengambil resiko akan ada masalah baru yang terjadi, dengan hanya berada di Pack kita dapat meminimalisir kemungkinan orang dalam tertangkap dan dijadikan tahanan. Itu akan semakin merepotkan"
Aku ingat bagaimana ketika jantungku berdetak dengan cepat mendobrak rongga dadaku, begitu menyakitkan dan hampir membuatku tidak bisa bernafas, dan bagaimana aku harus menahan wajahku agar tetap tenang di sela-sela kesakitan yang menyiksaku.
Liz terpaksa mengambil kesadaranku ketika aku tidak bisa menggerakkan lidahku dengan benar, mengambil peranku untuk berbicara pada Alpha Edward. Dia juga harus berusaha menenangkan diri ketika berdebat beberapa hal bersama Darren yang masih menolak dengan keras kepergian kami. Namun akhirnya Alpha Edward memberi izin ketika melihat sinar mata memohon dari Liz, bahwa dia tidak akan bisa bertahan lebih lama lagi jika terus berdebat dengan Darren.
Mengingat itu semua hampir-hampir membuatku ingin menangis. Apakah Darren tidak memiliki harapan yang sama sepertiku? Harapan bahwa semuanya akan kembali seperti semula. Aku tidak keberatan jika Darren memang tidak melakukan apapun, aku hanya ingin dia mendukungku, aku ingin dia percaya padaku. Tidak ada rasa keberatan jika memang aku harus mencari penyelesaian itu sendiri.
"Aku seharusnya memang tidak mengharapkan itu dengan apa yang telah kulakukan sekarang" Gumamku, kembali meresapi rasa sakit di ulu hatiku.
'Liz, maaf aku tidak bisa mengambil rasa sakitmu' aku berucap dengan menyesal.
'Kau sudah memiliki bagian, Alice, ini milikku' Liz berbicara dengan intonasi setenang mungkin.
Aku menundukkan kepala dengan lesu, kemudian merasakan titik-titik air yang berjatuhan dari atas langit.
'Kurasa kita akan lebih cepat sampai jika aku yang mengambil alih'
Sebelumnya kami memutuskan untuk berjalan kaki menuju desa barat agar bisa menikmati sinar hangat matahari, mencoba melupakan apa yang terjadi sebelumnya. Namun siapa sangka jika langit pun kini mendukung suasana hatiku.
Aku tidak berkata apa-apa ketika Liz mengambil alih tubuhku dan berlari dengan kecepatan tinggi menembus titik-titik air yang semakin banyak berjatuhan. Perjalanan menuju ke desa barat memang lumayan jauh, bahkan pertamakali menuju Pack Utama pun aku dan Darren menggunakan kendaraan.
Ketika sampai di pintu masuk menuju desa barat, hujan telah semakin deras, namun Liz masih sempat menganalisa keadaan yang tidak seburuk seperti ketika kami meninggalkannya, bangunannya sudah banyak yang di perbaiki walaupun belum benar-benar rampung.
Hujan semakin deras ketika Liz berlari dengan cepat menuju kearah rumah yang entah bagaimana keadaannya, dad bahkan tidak memiliki waktu untuk melihat karena keadaan Pack Utama yang kini memerlukan penjagaan ketat. Ketika melihat rumah dari kejauhan, Liz mempercepat larinya, dan langsung terkejut ketika melihat seseorang sedang berdiri tepat di tengah jalan, membuat Liz yang berlari kencang tidak bisa menghentikan langkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound By The Alpha
Werewolf(UNDER REVISION - Ditulis sebelum mengetahui banyak tentang tata bahasa dan cara menulis yang benar) **** "We can't fight the destiny." - Alicia Thompson **** Alice tidak suka di kekang, ia adalah gadis yang memiliki jiwa bebas. Sebab itulah ia ti...