Perasaanku campur-aduk, ada sesuatu yang menggelegak dan memaksa untuk dikeluarkan, entah itu rasa sedih, amarah yang tertahan, atau penyesalan terhadap diri sendiri yang tidak bisa melakukan sesuatu ketika hal itu terjadi.
Nafasku terputus-putus karena perasaan tertahan itu. Sambil berusaha untuk tetap tenang, aku menarik nafas pelan-pelan kemudian menggertakan gigi dalam diam. Tanganku bergerak memperbaiki letak sofa yang awalnya menahanku ketika ingin memasuki rumah, entah bagaimana bisa benda itu berada disana, namun ketika melihat robekan yang membuat sofa itu tidak berbentuk, aku hanya bisa menarik nafas perlahan.
Keadaan didalam rumah benar-benar tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Udara terasa begitu dingin, lembab dan hening. Tidak ada pencahayaan, namun aku tidak membutuhkan itu hanya untuk melihat bagaimana hancurnya keadaan. Aku harus memperhatikan langkah dengan baik untuk tidak tersandung oleh barang-barang yang berserakan dilantai, perasaan berat terasa menggelayuti ketika sadar ruangan ini sama sekali tidak bisa ku kenali.
Mencoba mengalihkan pikiran, aku menghabiskan waktu beberapa menit untuk membereskan barang-barang yang berserakan dengan seadanya. Sesuatu seakan-akan menggelegak dikepalaku, tetapi aku menahan perasaan itu dengan baik.
Dengan langkah perlahan aku bergerak menuju bawah tangga, dimana sebuah pintu biasanya terlihat tertutup rapat disana, namun sekarang terbuka lebar memperlihatkan isi ruangan yang berantakan. Itu adalah kamar mom dan dad. Aku berusaha membereskannya semampuku walaupun jika dilihat-lihat lagi usahaku ini tidak menghasilkan perbedaan yang berarti.
Ketika hendak memperbaiki letak kasur yang bergeser dari tempat yang seharusnya, mataku menangkap sebuah figura yang telah pecah berserakan diatas lantai. Aku mengambil satu pecahan kacanya yang terletak paling dekat denganku dan memandanginya dengan tatapan kosong. Beberapa detik berlalu, aku langsung menggelengkan kepala dengan cepat ketika sebuah pemikiran negatif berjalan dikepalaku dan mendesakku untuk melakukan sesuatu yang tidak seharusnya ku lakukan.
Aku melepaskan pecahan kaca tersebut dan mendekati figura tersebut, mengambil foto yang masih terlihat baik-baik saja diantara pecahan kaca lainnya dan memperhatikannya. Keningku sedikit berkerut ketika melihat tiga orang gadis yang masih terlihat muda tersenyum kearahku dengan pose berpelukan erat, wajah mereka terlihat ceria dengan latar belakang bunga yang bermekaran, mereka terlihat begitu dekat. Aku meneliti satu-satu wajar dari mereka dan mengenali bahwa gadis yang berada di sebelah kanan itu adalah mom. Wajahnya begitu mirip denganku, aku merasa seperti melihat diriku sendiri saat ini. Sedangkan yang berada ditengah adalah Luna Carylin ketika masih muda, mata emasnya yang berkilau ketika tertepa cahaya matahari terlihat cantik, membuatku teringat sekilas dengan bola mata Daisy yang sama cantiknya. Dan untuk gadis yang berada di sebelah kiri, aku tidak pernah melihatnya sama sekali. Rambut hazelnut bergelombangnya terlihat cocok dengan iris mata coklat madunya, senyumannya yang lebar terlihat begitu manis, membuatku penasaran dengan sosoknya yang sebenarnya, namun siapa dia?
Aku menatap ke sekeliling kamar sebentar, bertanya-tanya dimanakah mom selama ini menyimpan foto ini, karena aku sama sekali tidak pernah melihatnya. Aku bahkan tidak menyangka bawa mom dan Luna Carylin bisa sedekat ini.
Menghela nafas, aku sedikit menyayangkan sikap mom yang ternyata menyembunyikan banyak hal mengenai masa lalunya, bahkan dad sama sekali tidak bisa ikut campur atau bertindak agar bisa mencegah semua kejadian ini. Sambil menghela nafas sekali lagi, aku memutuskan untuk membawa foto tersebut bersamaku dan memandang ke sekitar dengan hati-hati.
Sebuah lukisan abstrak besar yang di dominasi dengan macam-macam warna menarik perhatianku. Lukisan itu seharusnya berada tepat diatas tempat tidur, dan sekarang tidak lagi. Aku berjalan menuju lukisan tersebut, kemudian mengambil lukisan tersebut yang posisinya menempel pada dinding kamar. Sebuah pintu terlihat ketika aku meletakkan lukisan tersebut ke lantai, keningku sedikit berkerut ketika melihat deretan teralis besi yang mengurung pintu tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound By The Alpha
Werewolf(UNDER REVISION - Ditulis sebelum mengetahui banyak tentang tata bahasa dan cara menulis yang benar) **** "We can't fight the destiny." - Alicia Thompson **** Alice tidak suka di kekang, ia adalah gadis yang memiliki jiwa bebas. Sebab itulah ia ti...