Unedited***
Sampai sekarang aku masih tidak mengerti, apa sebenarnya yang di sembunyikan oleh Darren dariku, mengapa hal tersebut tidak bisa ku ketahui, dan apa yang sebenarnya terjadi. Rasanya menyesakkan ketika aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk Pack ketika posisiku seharusnya membuatku berguna. Darren dan semua orang tidak ingin menjelaskan padaku, bahkan jika yang ku minta hanyalah garis besarnya, tidak akan bisa ku dapatkan dengan mudah, kecuali ada sesuatu yang juga bisa ku berikan pada mereka agar mereka bisa membuka mulut.
Melihat Darren yang bisa mengalah ketika berbicara dengan Liz membuatku mendapatkan ide yang menarik. Namun ini akan sedikit sulit jika Liz bahkan tidak ingin ikut menjelaskannya padaku.
Menghela nafas, aku memutar otak mencari ide agar Liz bisa membuka mulut dan menjelaskannya padaku. Pikiran Liz kali ini hanya di isi dengan para pria berjubah hitam yang kini sedang di hadapinya, barangkali aku bisa menggunakan waktu ketika pikirannya teralih ini untuk mencari cara.
Sambil berpikir, aku menatap para pria berjubah hitam yang kini dalam keadaan kurang baik dengan sekujur tubuh yang di penuhi goresan dan luka yang cukup parah. Liz memang tidak segan-segan untuk melawan, dan ketenangannya dalam menghadapi musuh tidak di ragukan lagi walaupun kelihatannya kini ia sedikit kesal karena lawannya tidak ada yang mau menyerah.
Mendengus, Liz bergerak gesit dan melayangkan kepalan tangannya pada salah satu pria berjubah hitam, memiringkan kepalanya ke samping ketika menyadari salah satu tangan yang hendak menyerangnya dari belakang kemudian menarik tangan yang terulur tersebut dan membantingnya ke depan, menimpa salah satu temannya sendiri yang sepertinya masih terlihat linglung setelah merasakan kepalan panas Liz.
Liz berputar dengan gesit, menendang siku lutut dari salah satu pria yang hampir menerkamnya dari belakang hingga terdengar derakan tulang yang bergeser, lalu melompat ke depan dengan menggunakan bahu pria tersebut sebagai tumpuan. Pria tersebut menjerit kemudian terbaring di atas tanah sambil meratapi kakinya, menatap Liz dengan penuh kebencian.
Mengabaikan tatapan itu, Liz menyapukan pandangan ke sekitar, memperbaiki letak jubah yang kami kenakan, dan tatapannya langsung bertemu dengan Darren yang juga menatap dari kejauhan. Di sekitarnya terdapat banyak tumpukan orang-orang sekarat yang entah bisa di selamatkan lagi atau tidak, namun anehnya, jumlah dari rombongan berjubah hitam ini tidak kunjung berkurang dan justru semakin bertambah.
'Mereka tidak ada habis-habisnya' Liz mengeluh sambil melakukan beberapa gerakan peregangan.
'Kau bahkan baru menghabisi beberapa'
'Beberapa?' Liz berseru protes, 'aku menghabisi mereka lebih banyak darimu yang bahkan tidak sanggup mengalahkan tiga orang'
Mendengar ucapannya yang mengejek dan sarat akan hinaan sedikit menyenggol egoku.
'Aku sanggup mengalahkannya, aku hanya tidak ingin membunuh mereka' aku menggerutu kesal dan merutuki Liz berkali-kali di dalam hati.
'Ya, andai saja kau bisa mengendalikan emosi itu' ia kembali mengejekku.
Aku memutuskan mengabaikan ucapannya setelah itu sekaligus menyesali mengapa aku harus melakukan itu, harusnya aku tahu jika ucapanku sendiri akan menjadi boomerang jika itu tentang Liz dan kemampuanku yang minim dalam mengendalikan emosi.
Menyadari bahwa aku terlebih dahulu menyerah membuat Liz merasa seperti berada di atas angin, tertawa dengan nada yang menyebalkan dan andai saja kami berada di tubuh yang terpisah, mungkin ia akan menepuk pundakku dengan keras.
'Hentikan tawa menyebalkan itu' aku berucap dengan kesal sambil berusaha mengambil alih tubuhku sendiri.
Liz menolak invasiku masih sambil tertawa, 'hey kendalikan emosimu, kau tahu aku tidak serius dengan ucapanku'
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound By The Alpha
Hombres Lobo(UNDER REVISION - Ditulis sebelum mengetahui banyak tentang tata bahasa dan cara menulis yang benar) **** "We can't fight the destiny." - Alicia Thompson **** Alice tidak suka di kekang, ia adalah gadis yang memiliki jiwa bebas. Sebab itulah ia ti...