(7) Perpisahan dan Rasa Kecewa

8.1K 667 12
                                    

Aku membuka mataku, harap-harap jika apa yang terjadi kemarin adalah mimpi, namun sepertinya tidak ketika melihat wajah Darren tepat didepan wajahku, dengan mata yang tertutup dan nafas yang teratur. Tangan kekarnya melingkar di pinggangku, sedangkan tangan satunya lagi memeluk punggung ku erat. Aku tidak ingin mengakui ini, namun semalam aku memang tidur nyenyak sekali di pelukan mom, dan sekarang aku berada di pelukan Darren, pelukannya yang hangat dan selalu mengisi kekosongan janggal yang ada dijiwa ku.

Aku menatap garis wajahnya, menjalankan jari-jari ku di sepanjang garis rahangnya, lalu membingkai sebelah wajahnya dengan tanganku. Setelah itu jariku turun, dan berhenti tepat pada bibir merahnya yang penuh. Aku penasaran bagaimana rasanya.

Dengan segera aku menggeleng cepat. Tidak, aku memang sudah gila! Bagaimana bisa aku memikirkan pikiran kotor itu? Dan darimana pemikiran ini sebenarnya?

Aku ingin menarik tanganku, ketika Darren menahannya lalu perlahan matanya terbuka, menampilkan mata kelabunya yang terlihat bersinar. Perlahan lengannya menarik tubuh ku mendekat, hingga akhirnya wajahku hanya terpaut beberapa senti dari wajahnya dan hidung kami telah saling bergesekan.

"Aku senang melihatmu saat pertamakali aku bangun, dan aku harap ini bukan mimpi"

Sungguh, rasa bersalah langsung merayapi ku ketika mendengar ucapannya. Aku yang mengharapkan ini semua hanya mimpi, dan Darren benar-benar menganggapku nyata, ini semua nyata, dan kejadian kemarin adalah nyata. Bagaimana aku bisa seegois dan sejahat ini?

Tanpa sadar aku menahan isakanku, membuatnya langsung menatapku dengan bingung.

"Apa yang terjadi, kenapa kau menangis?"

Aku menggeleng dan menyerukan wajahku di lehernya, menghirup aromanya yang memabukan lalu mengecup lehernya sekilas. Bisa kudengar geraman lembutnya, dan aku langsung menghentikan perlakuan ku.

"Apa yang terjadi padamu sebenarnya?" ia kembali bertanya, dan suara huskynya yang kali ini terdengar lebih berat.

"Tidak ada, aku rasa mom sudah menyiapkan sarapan dibawah"
Ia mengangguk lalu melepaskanku, setelah itu aku memasuki kamar mandi, dan menatapnya yang kini melangkah keluar kamar menuju kamar tamu agar menggunakan kamar mandi disana.

****

Setelah sarapan, aku dan Darren langsung saja menuju rumah Regan, yang letaknya tepat di samping rumahku. Rumahnya di cat dengan warna hijau lembut, dan terdapat warna putih dibeberapa tempat. Darren masih setia menggenggam tanganku ketika aku mengetuk pintu. Lalu tak lama kemudian pintu terbuka dan memperlihatkan Regan dan juga Lily yang berada di belakangnya.

"Alice! Oh astaga, kau lama sekali! Apa yang kau lakukan sebenarnya? Rumah kalian bahkan hanya berjarak beberapa langkah dan kau tidak mungkin berdandan kan? Dan juga, siapa pria di sam-"

Lily menghentikan ocehannya, lalu membelalakan mata, setelah itu tubuhnya membungkuk hormat, mengikuti Regan yang sedari tadi telah membungkuk.

"A-Alpha Darren"

Darren menatap mereka dengan dingin dan hanya menjawab sapaan mereka dengan deheman. Aku meringis dibuatnya.

"Silahkan masuk A-Alpha, dan uhm...Alice"

Regan membukakan pintu lebar, mempersilahkan kami masuk. Aku menatapnya dengan tatapan penuh maaf, dan dibalas dengan pelototannya. Sekali lagi aku meringis. Setelah itu kami telah duduk dengan canggung, diruang tamu. Ibu dari Regan yang kupanggil dengan Bibi Em sedang menyiapkan minuman dengan gelagapan. Aku tahu ia sangat terkejut dengan kunjungan dadakan ini.

Suasana hening terjadi. Tidak ada yang membuka pembicaraan sedikitpun, dan tentu saja, untuk Lily ini adalah satu-satunya hari dimana kami semua terdiam tanpa adanya pembicaraan yang heboh. Mereka-Regan dan Lily- lebih memilih melotot padaku secara sembunyi-sembunyi seakan meminta penjelasan mengenai semua ini padaku. Suasana ini bisa terpecah ketika Bibi Em dengan gemetaran membawakan minuman, lalu membungkuk pergi setelah menaruhnya di atas meja, setelah itu suasana kembali hening. Entah ini aku yang terlalu gugup untuk berbicara atau Regan dan Lily yang memilih diam agar aku bisa menjelaskannya pada mereka.

Bound By The Alpha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang