"Liz, kumohon, tolong aku" aku berbisik kemudian mulai terisak.Air mataku semakin mendesak keluar ketika melihat tubuh mom yang lemah terjatuh ke atas tanah begitu saja. Kenapa ini semua harus terjadi? Kenapa dari sekian banyak orang harus aku yang mengalaminya?
Perlahan-lahan keberadaan Liz kurasakan di dalam tubuhku, penuh dengan tekanan emosi yang meluap-luap tidak terkendali.
'Maafkan aku yang terlambat'
Sesaat setelah mengatakan itu, aku merasakan otot tubuhku yang mengejang dengan keras, tulang punggungku bergerak dan mengeluarkan suara derakan yang begitu memilukan. Memejamkan mata, aku merasakan aliran energi baru yang menjalar keseluruh pembuluh darahku, diikuti dengan perasaan menenangkan yang ganjil. Ketika membuka mata, aku tahu jika tubuhku kini telah berubah, dan bukanlah aku pemilik sejati tubuh ini.
***
Liz meraung dengan keras, mengeluarkan semua amarah yang terpendam dalam dirinya. Luka cakaran yang ikut membentuk dan merusak rambut putih di sekitaran pipinya tidak membuat dia meringis walaupun terasa menyakitkan. Perutnya yang berteriak kesakitan ketika dia menarik nafas tidak membuatnya meringis sedikitpun. Karena luka yang berada di jiwanya lebih menyakitkan lagi, bagaimana dia bisa membiarkan Alice menanggung semuanya karena keegoisannya? Dia terlalu diliputi amarah karena Alice telah memutuskan ikatan takdirnya dengan Darren, dan terlalu merasa angkuh berharap jika Alice bisa menangani semuanya sendiri. Dia telah terlalu banyak menonton semua penyesalan Alice terhadap apa yang telah dilakukannya, dan lebih menyakitkannya lagi, dia tidak mau membantu ketika seseorang yang paling penting di hidup Alice terenggut begitu saja di hadapannya. Bagaimana bisa dia seegois ini?
Liz menunduk dengan wajah memilukan, menyayangkan sikapnya selama ini. Ketika mendongak, manik hitamnya menyorot dengan tajam ke sekitar.
'Kalian harus membayar semuanya'
Liz bergerak gesit dan melompat ke arah salah satu makhluk setengah serigala yang menuju ke arahnya. Dengan gerakan yang cepat dia menancapkan cakarnya pada bahu makhluk tersebut dan menanamkan taringnya tepat pada lehernya, sebelum akhirnya dengan tanpa perasaan memutuskan kepalanya hanya dalam satu kali tarikan.
Membiarkan cairan berbau besi tersebut mengotori rambut di tubuhnya yang berwarna putih, dia tidak membuang-buang waktu untuk melompat ke arah dua makhluk setengah werewolf yang kini menyandera Nicholas. Cakarnya mengayun dengan penuh ancaman, melukai leher keduanya sebelum mereka sempat menghindar.
Dengan gesit Liz melompat menerkam, menghabisi keduanya dengan sorot mata yang dingin.
Dalam waktu beberapa menit, lapangan kosong tersebut tak ubahnya seperti tempat penjagalan binatang. Liz menyerang dengan membabi buta, melampiaskan seluruh amarah yang selalu berhasil di pendamnya. Cakar dan taringnya tidak segan untuk merobek setiap bagian tubuh seseorang. Organ-organ tubuh terlempar dan berserakan dimana-mana layaknya seonggok barang tidak berguna.
Semua orang memandang kegiatan penjagalan tersebut dengan tubuh membeku dan mata yang dibayangi oleh teror. Bibir mereka kelu hanya untuk mengucapkan sepatah kata, kejadian ini akan menjadi mimpi buruk bagi mereka selamanya.
Liz tidak mengindahkan semua tatapan itu. Dia bergerak mengikuti naluri binatangnya, melepaskan semua aura buasnya hingga membuat mereka, makhluk setengah werewolf bertubuh kekar, bergetar tanpa bisa menggerakkan anggota tubuhnya dengan benar. Meraung sekali lagi, Liz melesat dengan lincah membantai semuanya.
Salah satu dari mereka yang berusaha melawan berhasil menanamkan cakarnya dibahu kanan Liz, membuat Liz melangkah terhuyung kebelakang. Namun dengan ketegasan dalam sorot matanya, dia berhasil kembali berdiri tegap, kemudian tanpa mengatakan apa-apa menerkam makhluk tersebut, dan dengan buas mencakar seluruh sisi wajahnya hingga makhluk tersebut hanya bisa mengeluarkan suara geraman lirih. Sebagai penutup siksaan tersebut, Liz mengigit bahu kirinya kemudian menarik gigitannya hingga merobek bahu sekaligus lengan makhluk tersebut. Darah kembali menyiprati tubuhnya, membasahi wajahnya yang di hiasi oleh sorot mata mengancam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound By The Alpha
Werewolf(UNDER REVISION - Ditulis sebelum mengetahui banyak tentang tata bahasa dan cara menulis yang benar) **** "We can't fight the destiny." - Alicia Thompson **** Alice tidak suka di kekang, ia adalah gadis yang memiliki jiwa bebas. Sebab itulah ia ti...