Aku menangkap uluran tangan yang hampir mencengkram leherku, memundurkan kepalaku agar tangannya yang satu lagi tidak bisa mengambil ujung tudung jubahku, dan menghempaskan tubuhnya ke pohon. Namun perkiraanku salah, sosok itu langsung mengimbangkan tubuhnya ketika berada di udara lalu mendarat tidak jauh dari pohon yang harusnya menjadi sasaran tubuhnya mendarat.
Naren dan Silia membulatkan mata terkejut ketika melihat pergerakanku, namun mereka bisa menguasai diri dan langsung menjadi tameng di depan dan belakang tubuhku.
Mataku menatap dengan tajam sosok yang kini berusaha bangkit dari tanah, kurasa kakinya sedikit terkilir ketika mendarat tadi, lalu terkejut ketika mengetahui Marryanalah sosok itu. Ia pasti sudah belajar dengan baik agar tidak kembali terhempas seperti di turnamen waktu itu, namun kali ini ia pasti tidak menyangka jika akulah yang kembali berusaha meretakan tulang belakangnya.
"Bianca, kau harus siap-siap melarikan diri, kami akan menahan mereka sementara" Naren berucap dengan posisi tubuhnya yang masih siaga.
Aku menanggapi ucapannya acuh tak acuh lalu merapatkan tudung jubahku. "Aku akan tetap berada di sini"
"Apa?!" mereka berdua serentak menoleh ke arahku dan menatapku dengan tajam. Tatapan mereka entah mengapa kali ini terlihat lebih mengerikan, namun aku berusaha untuk tetap tenang.
"Kenapa? Aku tidak bisa membiarkan kalian tetap di sini menahan mereka"
"Ini sudah perjanjian Bianca, kau harus pergi! Kelompok kita bergantung padamu"
"Tentu saja, aku tahu itu. Tapi aku tidak bisa membiarkan kalian berdua melawan orang sebanyak ini sendirian, aku akan membantu" aku memaksa dengan keras kepala.
"Bianca lari!" Naren berucap tegas.
Aku menggeleng lalu membalas tatapan tajamnya dengan tidak kalah tajam. "Aku akan tetap di sini" ucapku penuh penekanan.
"Bianca, kau sudah berjanji tadi" ia memperingatiku.
"Sayang sekali, aku adalah orang yang ingkar janji" aku berucap dengan riang.
Naren hendak kembali membantah, namun langsung di tahan oleh Silia yang kini sedang menghela nafas.
"Biarkan saja Naren"
"Tidak bisa, Silia—" belum selesai Naren berucap, Silia lebih dulu memotongnya.
"Seberapa keraspun kau memaksanya, ia tidak akan pergi dari sini"
"Lalu bagaimana? Kelompok kita akan kalah jika Bianca tertangkap"
"Aku tidak akan kalah!"
Naren menoleh ke arahku, wajahnya terlihat ragu.
"Aku tidak akan membiarkan tangan mereka menyentuh jubahku" aku berucap dengan tegas dan menatap Naren langsung ke matanya.
Sejenak ia masih terlihat ragu. Ia menoleh ke arah Silia, dan mendapat anggukan pelan dari gadis itu. Menghela nafas, akhirnya ia ikut mengangguk.
"Baiklah, tetapi kau harus tetap dalam jangkauan kami agar kami bisa melindungimu"
Aku mengangguk dengan semangat, hingga hampir bersorak.
"Dan kau yang harus menerima kemarahan Kevin jika kau tertangkap"
Sepertinya Kevin adalah nama dari pria bermata coklat itu. Mengetahui jika aku akan berhadapan dengannya membuatku sedikit bergidik ngeri, namun dengan cepat aku kembali mengangguk. "Akan aku usahakan"
Sekali lagi Naren mendelik ke arahku, namun ia kembali waspada ketika hampir di sekeliling kami orang-orang mendekat dan menatapku dengan tatapan lebih tajam daripada pisau. Aku tidak perlu berpikir keras untuk mengetahui apa isi pikiran mereka, terlihat dari tatapan mereka yang menelisik ke arah jubah putih yang ku pakai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound By The Alpha
Werewolf(UNDER REVISION - Ditulis sebelum mengetahui banyak tentang tata bahasa dan cara menulis yang benar) **** "We can't fight the destiny." - Alicia Thompson **** Alice tidak suka di kekang, ia adalah gadis yang memiliki jiwa bebas. Sebab itulah ia ti...