(35) Penyesalan dan Kesempatan

3.9K 301 18
                                    

Suasana disekelilingku terasa sunyi, pohon-pohon menjulang tinggi keatas langit hingga tidak terlihat puncaknya, tidak ada angin yang berembus, namun mengapa aku merasa dingin?

Menunduk, aku menekuk kakiku kemudian memeluk lututku dengan erat. Gaun berwarna merah selutut yang kukenakan tidak bisa menghalau udara dingin yang terasa, rasanya begitu kosong. Namun kali ini adalah kekosongan yang membawa perasaan nyaman. Aku tidak mengerti bagaimana bisa ini terasa nyaman, tetapi dari seluruh ingatan semua masalah yang ku alami, kekosongan memang telah menjadi teman dekatku.

Ini semua pantas kualami, aku tidak bisa melindungi siapapun, aku membiarkan orang yang paling penting dalam hidupku terenggut begitu saja di depan mata tanpa bisa berbuat apa-apa. Mengapa moongoddes memberikan aku anugerah yang amat hebat jika anugerah itu akan diambilnya kembali? Dan mengapa dia harus mengambilnya disaat itu? Ketika aku benar-benar membutuhkannya?

Pikiranku melayang pada Darren. Apa yang harus ku lakukan agar kami kembali terikat? Bagaimana caranya agar takdir kami bisa kembali menjadi satu? Aku merindukannya, tetapi tidak berani melihatnya dalam waktu yang lama karena rasa menyesakkan tiap kali menatapnya terbaring lemah seperti itu.
Mendongak, aku terkejut ketika menyadari tidak ada sama sekali air mata yang mengalir. Entah apa yang terjadi, semua masalah ini mungkin telah membuatku mati rasa.

Dalam keheningan, suara gerakan yang tiba-tiba terdengar membuatku menatap kedepan. Dan disana aku melihatnya, sesosok serigala berwarna putih bersih  dengan manik hitam yang menyorot kearahku. Tatapannya tidak bisa ku mengerti. Serigala putih itu mendekat kearahku, kemudian berhenti ketika telah berada di hadapanku. Dia duduk bersimpuh di atas tanah agar bisa menyamakan posisi wajah kami.

Aku mengenalnya hanya dalam sekali tatapan, dan sedikit terkejut ketika menyadari kami berada dalam tubuh yang terpisah.

"Liz?" bisikku pelan.

"Ya" Liz menyahut pelan, manik hitamnya masih menatap lurus kearahku.

Aku menatapnya dengan bingung. Dari awal berada ditempat ini, aku yakin sekali bahwa ini hanyalah mimpi. Sewaktu-waktu aku mungkin bisa tertarik keluar ketika tiba-tiba tersadar, namun aku tidak menyangka akan bertemu dengan Liz.

"Ini bukan mimpi"

Liz tidak menggerakkan sama sekali moncongnya, jadi aku tahu bahwa dia kini tengah berkomunikasi bersamaku lewat mindlink.

"Ini bukan mimpi? Lalu dimana kita berada?" tanyaku mulai kebingungan.

"Titik paling dalam di kepalamu, tempatku selama ini berada"

"Kau tinggal disini?" tanyaku tidak percaya.

Kepala serigala Liz mengangguk dengan pelan. Dia menatap kesekitar dan sekilas aku melihat ada binar kesedihan dalam matanya.

"Maafkan aku yang terlambat menolongnya" ucapnya dengan lirih.

Aku terdiam, kemudian kembali menunduk sambil memeluk kedua lututku. "Tidak apa-apa. Itu bukan salahmu" ujarku pelan, kemudian sedikit tersenyum.

"Aku tidak membantumu ketika kau dalam kesulitan, harusnya aku bergerak dengan cepat menghentikan makhluk itu, bukan memikirkan diriku sendiri"

Mendongak, aku melihat Liz yang kini menunduk, tubuh serigalanya terlihat bergetar.

"Aku juga sama egoisnya, Liz. Aku membuatmu terpisah dengan pasangan takdirmu, semuanya karena aku terlalu mengikuti egoku. Aku rasa ini teguran, harusnya aku telah sadar sejak lama" aku ikut menunduk, kini merasakan air mata menggenang, mendesak untuk keluar.

"Sekarang aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi, semuanya telah terenggut. Apa yang harus ku lakukan, Liz? Mengapa ini harus terjadi? Mengapa aku harus terlambat menyadarinya?"

Bound By The Alpha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang