(31) Regret

4.4K 326 35
                                    

Warning! Almost 3k words!

***

Aku menahan air mata yang mendesak keluar, menarik nafas dengan perlahan-lahan dan meresapi rasa sakit yang semakin memukul-mukul jiwaku.

Tidak, aku benar-benar tidak tahan melihat keadaannya. Bagaimana ini bisa terjadi?

Dengan perlahan aku memundurkan langkah, tidak sanggup melihat keadaannya lebih lama lagi, rasanya begitu menyesakkan. Melihat tubuhnya yang terbaring lemas di atas kasur, bagaimana matanya terpejam, atau bagaimana ketika keningnya berkerut menahan sakit. Seakan-akan sesuatu menusuk-nusuk ulu hatiku, jantungku yang berdetak semakin terasa menyakitkan. Aku segera beranjak keluar dari ruangan tersebut, menutup pintu dengan perlahan kemudian tidak bisa menahan tubuhku agar tidak terjatuh berlutut.

Dari awal aku melihatnya terbaring menahan kesakitan, lututku telah bergetar hingga tidak sanggup lagi menopang tubuh, rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhku, dan jantungku berdetak keras, begitu menyakitkan dan menyulitkanku untuk bernafas. Ingin sekali aku menangis, menjerit melampiaskan semua yang ku rasakan, aku ingin sekali melepaskan rasa menyakitkan ini. Namun semuanya tertahan ketika mengingat apa yang harus ku lakukan setelah ini.

Mendongakkan kepala, aku menahan air mata yang masih mendesak untuk keluar dan bersandar dengan lemah pada pintu. Aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan, aku benar-benar tidak mempunyai pegangan. Liz tidak ingin berbicara padaku, namun aku masih merasakan kehadirannya menemaniku. Bahkan sesekali aku masih mendengar rintihannya yang sarat akan kesakitan.

"Maaf"

Aku berbisik pelan kemudian menunduk, menenggelamkan wajahku pada lipatan tangan dan memeluk kedua lututku. Pikiranku melayang dengan bebas, memikirkan banyaknya masalah yang harus ku selesaikan dan bagaimana aku harus menanggung tanggung jawab yang berat.

Sesaat ku rasakan kehadiran seseorang melangkah mendekat, sebelum akhirnya dia ikut duduk di sampingku. Tidak ada suara, masih keheningan yang menyelimuti. Aku tidak berniat mengangkat kepala hanya untuk mengetahui siapa yang berada di sampingku, namun dari keheningan ini, aku rasa aku mengenalnya.

"Lima menit lagi kau harus bersiap-siap untuk rapat penting" suaranya memecah keheningan.

Aku tidak menjawab dan memilih mengangkat kepala untuk menatapnya. Kinan tidak menoleh ke arahku dan menatap lurus kedepan.

"Ya" bisikku lirih.

Tanganku yang awalnya memeluk lututku terangkat kemudian mengusap wajahku dengan kasar. Aku tidak boleh menangis, aku tidak boleh menunjukkan kelemahanku karena sebentar lagi akan ada hal besar yang akan ku hadapi. Yeah, seperti itu. Aku tersenyum miris. Tanpa memberitahu mereka pun semua orang telah tahu apa yang sudah ku lakukan pada Pack ini, lalu apa yang ku harapkan?

"Alpha Edward ingin kau menemuinya di ruang kerja milik Darren sebelum rapat tersebut, aku ingin kau menyiapkan diri" Kinan kembali berucap tanpa menoleh sedikitpun kearahku.

"Ya" aku kembali berbisik.
Dari semalam aku telah menyiapkan diri untuk menghadapi hari ini, menyiapkan diri untuk menghadapi semua kesalahan yang telah ku lakukan, bahkan menyiapkan diri jika seluruh anggota Pack akan membenciku. Itu wajar, aku tidak pantas menjadi seorang Luna. Aku tidak pantas menjadi bulan yang menerangi Pack ini ketika aku sendiri telah menghancurkan seluruh impian yang di bangun oleh mereka.

"Bangunlah, sepertinya Alpha Edward sudah menunggumu"

Tanpa berkata-kata aku bangkit, menepuk gaun berwarna putih gading polos yang ku kenakan, dan ingin beranjak pergi ketika sebuah jemari melingkari pergelangan tanganku erat.

Bound By The Alpha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang