14. Unexpected Meeting

7.9K 600 35
                                    

...

[14- Unexpected Meeting]

"Milo?"

Aku menghentikan makanku dan menatap Milo dan laki-laki paruh baya di depan ku bergantian.

Laki-laki paruh baya tadi menatap Milo dengan penuh harap, pakaiannya rapi. Siapa beliau sebenarnya?

Seketika tubuh Milo menegang dan rahangnya mengeras.

Ada apa ini sebenarnya?

"Apa?"

Suara Milo terdengar dingin. Aku belum pernah melihat Milo sedingin ini.

"Papa kangen sekali sama kamu," kata laki-laki itu sambil mencondongkan  badannya, hendak memeluk Milo

Tapi Milo langsung menghindar.

Aku makin bingung, kenapa Milo tidak mau dipeluk ayahnya sendiri?

"Tapi sayangnya saya sama sekali nggak kangen," jawab Milo.

"Maafkan Papa. Sekali-kali mainlah ke rumah Papa."

"Anda pikir mudah memaafkan seseorang yang sudah menyakiti ibu saya sendiri? Jangan harap saya mau menginjakkan kaki saya di rumah Anda dan istri Anda!"

Ayah Milo tampak tersenyum sedih.

"Anda buat Ibu saya rapuh, lalu Anda dengan mudahnya meminta maaf? Maaf saja nggak cukup untuk menebus semua kesalahan Anda!" gertak Milo.

Aku kaget, sebenarnya ada masalah apa di keluarga Milo?

Tapi ini bukan urusanku, aku tidak berhak tahu urusan privasi mereka.

"Ya sudah, nggak apa-apa. Ayah tunggu sampai kamu maafin Ayah..." kemudian laki-laki itu pergi.

"Nggak usah sok-sok peduliin saya. Urus aja tuh istri Anda!"

"Maaf mengganggu," gumam laki-laki itu sekali lagi sebelum dia benar-benar pergi.

"Terimakasih. Anda sangat mengganggu," jawab Milo.

Aku hanya diam sambil kembali memakan ketoprakku.

"Lanjutin makannya, maaf udah ganggu," kata Milo dingin.

Aku benar-benar tidak menyangka. Milo mungkin memang ada masalah dengan Ayahnya. Tapi kenapa dia kurang ajar seperti ini dengan orang tuanya sendiri.

Aku jadi merasa tidak enak.

"Yang tadi itu Papa gue."

Aku mengangguk paham, "Kalo boleh tahu, kalian ada masalah apa? Eh, tapi lo nggak harus cerita kok kalo lo keberatan," ucapku berhati-hati.

"Dia seligkuhin Mama gue, terus dia dengan enaknya nikah sama selingkuhannya itu, padahal dia belum ceraiin Mama. Mama rapuh banget setelah kejadian itu. Gue nggak bisa maafin dia, karena dia udah bikin wanita yang paling gue sayang terluka," jawab Milo dengan mata menyiratkan kemarahan.

"Lo yang sabar ya..."

Milo mengangguk.

"Cuma lo yang tau semua ini," tukasnya, "Gue juga mau jujur sama lo. Lo pasti tau kan kalo gue dikenal player di sekolah?"

Aku mengangguk.

"Gue nggak ada maksud apa-apa sama mereka. Gue cuma mau mereka rasain sakitnya dipermainkan. Gue juga nggak tahu kenapa gue ngelakui ini. Tapi setelah Papa ninggalin Mama, gue jadi merasa pengen bales semua perbuatan Papa."

Aku terperangah.

"Tapi—"

Milo menatapku dalam-dalam, "Ada sakit yang nggak bisa dijelasin. Lo nggak akan paham..."

MilovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang