...
[38- Kenapa Bohong?]
Marsha menatap Milo yang sedang memesan makanan lalu berbisik, "Lo coba tanya ke Milo. Kemarin dia di rumah atau pergi. Oke?"
Aku mengangguk dan menyuruh Marsha diam saat Milo kembali.
"Makasih ya..." gumamku sambil mengambil mangkuk mi ayam.
"Sama-sama," ujar Milo sambil duduk di hadapanku.
Marsha menyenggol lenganku. "Cepetan nanya..." bisiknya lalu pura-pura sibuk makan.
Aku mengangguk.
"Mil..."
Milo berdeham sambil tetap memakan makanannya.
"Lo kemarin di rumah nggak?" tanyaku.
Milo menatapku intens, tak lama dia mengubah tatapannya menjadi datar. "Di rumah kok, kenapa?"
Aku menggeleng. "Gue cuma pengen tau aja kok," sahutku diiringi cengiran.
"Oke..."
Aku kembali memakan mi ayam sambil sesekali melirik Milo yang makan dengan santai.
Kenapa bohong? Apa kemarin aku salah lihat?
Tapi jelas-jelas itu Milo. Mama juga tahu kalau itu Milo.
"Aduhhh ... perut gue sakit bangeeet. Gue ke kamar mandi dulu ya, temenin gue yuk, Lov."
Aku mengangguk dan buru-buru meminum es teh ku. "Duluan ya, Mil..."
Milo mengangguk.
Marsha menarikku keluar dari kantin. Setelah keluar dari kantin, Marsha menarikku menuju taman.
"Lah, katanya lo sakit perut? Mau boker di taman? Kayak kucing aja lo."
Marsha tertawa terbahak-bahak. "Ya kali gue boker di taman. Gue tuh bohongin Milo."
"Oke. Jadi lo mau ngomongin apa sampe bohongin Milo?"
"Gue bingung deh. Kalo emang dia pergi, ngapain dia harus ngomong kalo dia di rumah?"
Aku mengangkat bahu. "Gue juga mikir gitu tadi. Kenapa dia harus bohong?"
Marsha menepuk pundakku. "Lov, dia kan pergi sama Bianca, gimana mau jujur? Takut lo ngamuk-ngamuk lah."
Aku menghela napas.
"Lo masih yakin mau lanjut sama dia?"
Aku mengangguk ragu.
"Oke ... semoga Milo sadar deh."
"Amiiin..." ucapku.
มล
"Kamu Lova ya?"
Aku menoleh dan langsung menyalami orang itu. "Om Andi ... maaf ya kemarin saya masih belum bisa yakinin Milo untuk maafin Om."
Om Andi mengangguk. "Iya nggak apa-apa kok, semuanya kan butuh proses. Semoga lama-lama Milo bisa memaafkan saya."
"Amiinn..." gumamku.
"Milo nggak marah sama kamu kan?"
Aku terdiam sebelum akhirnya tersenyum dan mengangguk.
"Syukurlah..."
"Tapi saya janji, Om. Saya bakal buat Milo maafin Om."
Om Andi tersenyum. "Makasih ya ... saya nggak tau lagi gimana caranya Milo bisa maafin saya. Padahal saya..."
Aku menatap Om Andi penasaran. "Om, kenapa?"
Om Andi menggeleng lalu berpamitan untuk pergi.
มล
Aku menscroll timeline ku sambil terus berjalan.
"Lov di—"
BRUK!
"Aduuhh!" Aku menngusap-usap keningku.
"Baru mau gue kasih tau."
"Telat!" tukasku kesal.
Milo tertawa pelan. "Salah siapa main handphone sambil jalan. Nabrak tiang kan tuh..."
Aku mengerucutkan bibirku.
Tiang sialan! Kenapa harus berdiri di depanku sih!
"Bantuin berdiri!" pekikku sambil cemberut.
Milo menarik tanganku hingga aku berdiri.
"Makanya jalan pake mata..."
Aku mendengus. "Dimana-mana jalan pake kaki! Kalo pake mata udah buta tuh mata lo kegesek sama tanah!"
Milo tertawa pelan. Setelah itu dia menyingkap rambutku yang menutupi kening lalu menyentuh keningku yang baru berciuman dengan tiang.
"SAKITTT TAUUU!" jeritku hingga Milo mundur beberapa langkah.
"Merah ih..." katanya.
"Ya merah lah, masa ijo!"
Milo mengusap keningku. "Gue jadi inget waktu tangan lo kena ulet."
"Ih apa sih. Gak usah dipegang-pegang, sakiiitt!"
Milo menarik tanganku ke sebuah apotek yang tidak jauh dari tempat kami berdiri.
"Lo duduk dulu, gue mau beli obat."
Aku mengangguk sambil sesekali menyentuh keningku yang memerah, kemudian mengaduh pelan.
"Udah tau sakit, ngapain dipegang-pegang sih?"
"Gue kan penasaran, segede apa benjolannya."
"Awas lho, ntar dipegang-pegang malah tambah gede benjolnya."
Aku buru-buru menurunkan tanganku dari kening. "Iya gitu?"
"Enggak lah, percayaan amat sih lo."
Aku menggeram.
"Sini maju gue obatin."
Aku tetap diam di tempatku hingga membuat Milo kesal dan menarikku ke dekatnya.
Aku menahan napasku saat muka Milo tepat di hadapanku.
Milo membuka tube obatnya lalu mengoleskannya ke keningku.
"Aduuh!"
"Eh ... kenapa, kenapa?" Milo segera menjauhkan tangannya dan mengamati keningku.
"Dingin..." jawabku dengan cengiran.
Milo menatapku datar.
"Kenapa sih? Beneran dingin tau, mau coba?" tanyaku.
Milo menggeleng lalu kembali mengoleskan gel itu ke keningku.
มล
"Makasih, Mil."
Milo mengangguk.
Aku melepas seatbelt lalu hendak membuka pintu mobil. Tapi aku teringat sesuatu.
"Mil..."
Milo menatapku. "Iya?"
"Lo ... mau maafin Papa lo nggak kalo misalkan dia—"
Milo menghela napas. "Udah malem, mending lo masuk."
Aku menggigit bibirku. "Oke ... gue masuk ya."
Milo mengangguk, sekilas aku melihat dia mengusap wajahnya kasar.
Ternyata susah sekali membuat Milo memaafkan papanya.
Mungkin sakitnya memang teramat dalam. Dan aku tidak akan paham...
...
a/n: Hari ini i ulang tahun loohhh. Gak ada yang mau ngucapin gituuu? HAHA. Mau kasih hadiah juga boleh😝 *nawar:v
30 Juni 2017
![](https://img.wattpad.com/cover/97202256-288-k999613.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Milova
Fiksi Remaja"Biasanya tuh nggak begini. Biasanya lancar jaya, lah ini kok jadi deg-degan begini ya..." Milo mengacak-acak rambutnya dengan kasar. "Lo ngomong apaan sih? Gue nggak ngerti. Jangan bertele-tele deh," tukasku kesal "Gue tuh mau nembak lo, tahu!" tuk...